Flu burung atau avian influenza sudah lama menjadi momok menakutkan di dunia peternakan. Virus ini menyerang unggas, terutama ayam dan bebek, namun kadang bisa menular ke manusia. Sejak pertama kali mencuat pada akhir 1990-an, flu burung terus menyebabkan kerugian ekonomi besar di sektor peternakan unggas dan juga menimbulkan risiko kesehatan global.
Yang lebih mengkhawatirkan, penelitian terbaru menunjukkan bahwa flu burung mungkin tidak hanya menyebar melalui kontak langsung atau perantara seperti air dan kotoran, tetapi juga bisa menyebar lewat udara. Jika benar, ini akan menambah tantangan baru dalam upaya pengendalian penyakit.
Bagaimana Biasanya Flu Burung Menyebar?
Secara umum, flu burung menyebar ketika unggas sehat bersentuhan dengan air liur, lendir, atau kotoran unggas yang terinfeksi. Itulah mengapa peternakan unggas padat sering kali menjadi titik rawan. Kandang yang berdekatan, air minum yang tercemar, dan pakan yang terkontaminasi bisa mempercepat penyebaran.
Namun, ada satu pertanyaan yang selama ini membuat para ilmuwan penasaran: mengapa virus flu burung bisa berpindah dari satu peternakan ke peternakan lain, padahal tidak ada interaksi langsung antar-ternak?
Baca juga artikel tentang: Mengurangi Gas Rumah Kaca dari Sapi: Solusi Mengejutkan dari Ampas Kopi
Studi dari Republik Ceko: Jawaban dari Angin
Sebuah studi terbaru yang dilakukan di Republik Ceko meneliti wabah H5N1, salah satu strain flu burung paling berbahaya. Mereka menemukan bahwa virus mungkin menyebar melalui angin.
Para peneliti menduga partikel virus terbawa oleh debu, bulu halus, atau droplet kecil dari kandang unggas yang terinfeksi, lalu melayang di udara dan menempuh jarak jauh. Fenomena ini disebut airborne transmission atau penularan melalui udara.
Jika benar, artinya virus flu burung bisa bergerak antar-peternakan meski dipisahkan jarak beberapa kilometer. Ini menjelaskan mengapa ada kasus di mana dua peternakan unggas tertular hampir bersamaan, padahal tidak ada bukti pertukaran burung, pekerja, atau peralatan.
Dampaknya bagi Peternakan
Bagi peternak, kabar ini tentu mencemaskan. Selama ini, strategi pengendalian flu burung lebih banyak fokus pada:
- Biosekuriti internal (kebersihan kandang, desinfeksi, pengendalian lalu lintas manusia dan hewan).
- Culling massal (pemusnahan unggas di peternakan yang terinfeksi).
- Vaksinasi terbatas di beberapa negara.
Namun, jika penularan lewat udara benar terjadi, maka strategi tersebut belum cukup. Bayangkan jika angin yang berembus membawa virus melintasi pagar peternakan, menembus celah ventilasi kandang, dan masuk ke dalam ruang ternak. Upaya biosekuriti internal tidak lagi bisa menjadi benteng terakhir.
Pelajaran dari Pandemi Manusia
Kita sudah pernah melihat bagaimana virus dapat dengan cepat menyebar melalui udara dalam pandemi manusia, misalnya COVID-19. Walaupun flu burung berbeda, mekanisme dasarnya serupa: partikel mikroskopis bisa melayang di udara dan berpindah ke makhluk hidup lain.
Bedanya, flu burung menyerang unggas lebih ganas. Tingkat kematiannya pada ayam bisa mencapai 90–100% dalam beberapa hari. Jadi, sekali masuk ke dalam kandang, hampir mustahil mencegah kerugian besar.
Risiko terhadap Manusia
Selain ancaman bagi ternak, flu burung juga punya sisi menakutkan lain: potensi zoonosis, yaitu penularan dari hewan ke manusia. Walau kasus manusia masih jarang, setiap kali ada penyebaran besar di peternakan, peluang mutasi virus meningkat.
Jika suatu saat virus ini beradaptasi agar lebih mudah menular antar-manusia, kita bisa menghadapi ancaman pandemi baru. Inilah sebabnya para ilmuwan terus memantau perilaku virus flu burung dengan serius.
Apa yang Bisa Dilakukan Peternak?
Meskipun terdengar mengkhawatirkan, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan peternak unggas untuk mengurangi risiko:
- Meningkatkan biosekuriti eksternal – Bukan hanya kandang yang dijaga kebersihannya, tapi juga lingkungan sekitar. Misalnya, menanam vegetasi penahan angin atau membuat jarak aman antar-kandang.
- Sistem ventilasi lebih ketat – Menggunakan filter udara untuk mencegah masuknya partikel pembawa virus.
- Pemantauan udara – Mengembangkan teknologi untuk mendeteksi keberadaan virus di udara sekitar peternakan.
- Kerja sama regional – Karena virus bisa menyeberang antar-peternakan, peternak tidak bisa bekerja sendiri. Diperlukan koordinasi tingkat daerah maupun nasional.
Peran Ilmuwan dan Pemerintah
Penemuan potensi penularan lewat udara ini adalah alarm peringatan dini. Ilmuwan perlu terus meneliti: sejauh apa virus bisa bertahan di udara? Berapa jarak yang bisa ditempuh? Dan bagaimana kondisi lingkungan (seperti suhu dan kelembapan) memengaruhinya?
Sementara itu, pemerintah harus menyusun kebijakan baru yang lebih komprehensif. Bukan hanya soal pemusnahan massal, tapi juga regulasi desain kandang, tata letak peternakan, dan dukungan teknologi untuk pencegahan.
Flu burung adalah salah satu penyakit paling serius dalam dunia peternakan modern. Penelitian yang menunjukkan kemungkinan virus menyebar melalui udara memberi gambaran bahwa tantangan kita lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya.
Bagi peternak, ini artinya perlu bersiap dengan strategi baru, memperkuat kerja sama, dan tidak hanya mengandalkan metode lama. Bagi masyarakat umum, ini mengingatkan kita bahwa penyakit hewan bukan hanya urusan peternakan, tapi juga bisa berdampak pada kesehatan manusia.
Angin mungkin tampak sepele, tapi jika benar bisa menjadi “kendaraan” bagi virus flu burung, maka ia adalah musuh tak terlihat yang harus kita hadapi dengan sains, teknologi, dan kewaspadaan bersama.
Baca juga artikel tentang: Mengapa Warna Cangkang Telur Bisa Berbeda? Ini Jawaban dari Ilmu Genetika
REFERENSI:
Large, Holly. 2025. Can Bird Flu Spread Through The Air?. IFLScience: https://www.iflscience.com/can-bird-flu-spread-through-the-air-78159 diakses pada tanggal 6 September 2025.
Peacock, Thomas P. dkk. 2025. The global H5N1 influenza panzootic in mammals. Nature volume 637, pages304–313.



Pingback: Kesejahteraan Ikan = Kesejahteraan Kita: Menghubungkan Akuakultur dan Pangan Dunia - Solusi Peternakan Indonesia
Pingback: Aeromonas: Musuh Lama yang Kembali Jadi Momok di Peternakan Ikan - Solusi Peternakan Indonesia
Pingback: Pangan Ganda dari Lahan Sempit: Inovasi Padi-Ikan Petani Bangladesh - Solusi Peternakan Indonesia
Pingback: Kunci Sukses Budidaya Ikan: Bukan Hanya Panen, Tapi Juga Pasca Panen - Solusi Peternakan Indonesia
Pingback: Kolam yang Tercemar Obat: Dampak Jangka Panjang bagi Manusia dan Lingkungan - Solusi Peternakan Indonesia
Pingback: Biodiversitas: Fondasi Tersembunyi yang Menopang Industri Akuakultur Dunia - Solusi Peternakan Indonesia
Pingback: SHIFA: Inovasi Cerdas yang Bikin Peternakan Ikan Lebih Mudah dan Efisien - Solusi Peternakan Indonesia
Pingback: Green Coagulant: Inovasi Cerdas Mengelola Limbah Kolam Ikan - Solusi Peternakan Indonesia
Pingback: Ketika Lumpur Laut Bicara: Dampak Peternakan Ikan pada Bakteri dan Bau Laut - Solusi Peternakan Indonesia
Pingback: Ketika Obat Jadi Racun: Ancaman Resistensi Antibiotik dalam Budidaya Ikan - Solusi Peternakan Indonesia
Pingback: Bukan Sekadar Memberi Pakan: Ilmu yang Wajib Dimiliki Peternak Ikan - Solusi Peternakan Indonesia
Pingback: Nitrogen Berlebih, Laut Tersisih: Risiko Tersembunyi dari Akuakultur - Solusi Peternakan Indonesia
Pingback: Pelacakan Ikan Masa Depan: Mengurangi Pakan Terbuang, Menambah Untung Peternak - Solusi Peternakan Indonesia
Pingback: SFFMS: Teknologi Masa Depan untuk Petani Ikan Nila - Solusi Peternakan Indonesia
Pingback: IFS: Jalan Baru Menuju Pertanian Tahan Banjir dan Ramah Lingkungan - Solusi Peternakan Indonesia
Pingback: Tambak Ikan Pintar: Menggabungkan Teknologi dan Efisiensi Energi untuk Masa Depan - Solusi Peternakan Indonesia
Pingback: Budidaya Ikan Tahan Iklim: Solusi Ekonomi dan Ketahanan Pangan - Solusi Peternakan Indonesia
Pingback: Akuakultur Ramah Ikan: Tren Global yang Tak Bisa Diabaikan - Solusi Peternakan Indonesia
Pingback: Teknologi Baru, Harapan Baru: Jalan Panjang Peternak Ikan Uganda Menuju Kemandirian - Solusi Peternakan Indonesia
Pingback: Cleaner Fish: Solusi Alami dan Hemat Biaya untuk Akuakultur Salmon - Solusi Peternakan Indonesia
Pingback: Budidaya Ikan Keramba: Harapan Baru Pangan Berkelanjutan di Laut Kaspia - Solusi Peternakan Indonesia
Pingback: FAIR: Resep Baru untuk Tingkatkan Produksi Ikan dan Susu - Solusi Peternakan Indonesia