Saat kita mendengar kata nitrogen, mungkin yang terlintas di pikiran hanyalah unsur kimia di udara yang kita hirup sehari-hari. Padahal, nitrogen adalah bagian penting dari kehidupan: ia membantu tanaman tumbuh, menjadi bagian dari protein pada tubuh manusia, dan juga berperan besar dalam ekosistem laut.
Namun, di balik peran pentingnya, nitrogen juga bisa menjadi masalah serius. Terlalu banyak nitrogen di laut dapat memicu ledakan alga (algal bloom), menghabiskan oksigen di perairan, dan pada akhirnya membahayakan ikan serta makhluk laut lainnya.
Sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan di jurnal ACS ES&T Water (2025) menyoroti bagaimana limbah organik dari peternakan ikan laut lepas (offshore fish farming) bisa mengubah siklus nitrogen di dasar laut. Hasil penelitian ini memberi kita gambaran baru tentang bagaimana peternakan ikan modern, meski bermanfaat bagi kebutuhan pangan, tetap harus dijalankan dengan hati-hati agar tidak merusak ekosistem.
Peternakan ikan laut lepas semakin populer karena dianggap bisa memenuhi kebutuhan protein dunia tanpa harus merusak stok ikan liar. Namun, ada sisi lain yang sering luput dari perhatian: sisa pakan dan kotoran ikan akan jatuh ke dasar laut.
Ketika limbah organik ini menumpuk di sedimen (lapisan dasar laut yang kaya lumpur), ia bisa mengubah proses alami yang selama ini menjaga keseimbangan nitrogen di laut.
Biasanya, sedimen berperan sebagai “penyaring alami” yang mengubah nitrogen dalam bentuk amonium (NH₄⁺) menjadi nitrogen gas (N₂), yang kemudian aman dilepaskan ke atmosfer. Proses ini disebut nitrifikasi–denitrifikasi.
Tetapi penelitian terbaru menunjukkan, ketika limbah dari peternakan ikan menumpuk terus-menerus, kemampuan sedimen untuk melakukan proses ini jadi terganggu.
Baca juga artikel tentang: Airborne Transmission: Puzzle Baru Penyebaran Flu Burung di Peternakan
Hasil Penelitian: Dari Penyaring Jadi Penyimpan Nitrogen
Para peneliti, dipimpin oleh Michelle N. Simone dkk., melakukan eksperimen di laboratorium menggunakan sedimen laut dan limbah segar dari peternakan ikan. Mereka ingin melihat apa yang terjadi pada nitrogen dalam waktu singkat (1 hari) dan lebih lama (7 hari).
Temuan Utama:
- Hari pertama: Amonium (NH₄⁺) masih bisa diubah dengan baik menjadi nitrogen gas (N₂). Artinya, sedimen masih berfungsi sebagai “penyaring” yang mengurangi nitrogen berlebih.
- Setelah 7 hari: Fungsi ini berubah drastis. Sedimen justru menyimpan lebih banyak nitrogen dalam bentuk amonium dan melepaskannya kembali ke laut.
Analisis genetik mikroba juga mengungkapkan bahwa:
- Proses nitrifikasi (mengubah amonium menjadi nitrat) menjadi kurang efisien.
- Proses reduksi nitrat ke amonium (DNRA) meningkat, yang justru menambah jumlah nitrogen terlarut.
- Ada indikasi stimulasi proses fiksasi nitrogen, yang menambah nitrogen baru ke sistem.
Dengan kata lain, alih-alih membuang nitrogen berlebih, sedimen justru menjadi sumber nitrogen tambahan bagi perairan.

Jika fenomena ini berlangsung terus-menerus, akan ada beberapa risiko besar:
- Ledakan Alga
Nitrogen berlebih adalah pupuk bagi alga. Jika jumlahnya melonjak, alga bisa tumbuh tak terkendali. Saat alga mati dan terurai, oksigen di laut berkurang drastis. Inilah yang sering menyebabkan zona mati di laut, di mana ikan dan hewan laut lain tidak bisa bertahan hidup. - Kesehatan Ikan Terganggu
Ironisnya, peternakan ikan sendiri bisa terdampak. Air dengan kadar amonium tinggi bisa menurunkan kualitas air, membuat ikan lebih rentan terhadap penyakit, dan bahkan mengurangi pertumbuhan mereka. - Kerusakan Ekosistem Jangka Panjang
Nitrogen yang terus tertahan di sedimen dan dilepaskan perlahan dapat mengubah dinamika nutrien pesisir. Ekosistem alami, seperti terumbu karang atau padang lamun, bisa terganggu karena tidak mampu bersaing dengan alga yang tumbuh berlebihan.
Apa Solusinya?
Penelitian ini menekankan bahwa pengelolaan limbah organik dari peternakan ikan harus diperhatikan lebih serius. Beberapa langkah yang bisa dipertimbangkan antara lain:
- Pengaturan lokasi peternakan ikan: Jangan menempatkan keramba di perairan dengan arus lemah, karena limbah akan lebih mudah menumpuk di dasar.
- Teknologi pengelolaan limbah: Misalnya, penggunaan keramba dengan sistem penangkap kotoran atau integrasi dengan organisme lain (seperti kerang atau rumput laut) yang bisa menyerap nutrien berlebih.
- Pengaturan pakan: Memberi makan ikan dengan efisien agar tidak banyak pakan yang terbuang.
- Pemantauan kualitas sedimen dan air: Harus dilakukan secara berkala agar masalah bisa terdeteksi sebelum merusak ekosistem.
Pelajaran Bagi Masa Depan Akuakultur
Dari penelitian ini, kita bisa belajar bahwa peternakan ikan bukan hanya soal memberi makan manusia, tapi juga soal menjaga keseimbangan ekosistem laut.
Bayangkan laut sebagai rumah besar: jika kita terus menambah sampah di sudut ruangan, lama-lama seluruh rumah akan bau dan tidak nyaman. Begitu juga dengan laut, jika kita membiarkan nitrogen menumpuk, dampaknya tidak hanya dirasakan ikan di keramba, tetapi juga seluruh kehidupan laut.
Para peneliti menekankan pentingnya strategi berbasis ekosistem (ecosystem-based management). Artinya, saat mengembangkan peternakan ikan, kita tidak boleh hanya fokus pada keuntungan ekonomi jangka pendek, tetapi juga pada keberlanjutan lingkungan dalam jangka panjang.
Peternakan ikan di laut lepas adalah salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan dunia yang terus meningkat. Namun, seperti yang ditunjukkan penelitian ini, kita harus hati-hati agar solusi tersebut tidak menciptakan masalah baru.
Nitrogen adalah sahabat sekaligus musuh: dalam jumlah tepat, ia mendukung kehidupan, tetapi dalam jumlah berlebih, ia bisa merusaknya.
Dengan pengelolaan yang cerdas, teknologi yang tepat, dan kesadaran akan pentingnya keseimbangan ekosistem, peternakan ikan bisa benar-benar menjadi sumber pangan berkelanjutan tanpa mengorbankan kesehatan laut.
Baca juga artikel tentang: Probiotik dan Herbal, Duo Ajaib Penjaga Kesehatan Ikan Mas
REFERENSI:
Simone, Michelle N dkk. 2025. From Nitrogen Loss to Retention: The Intensity and Duration of Organic Loading from Fish Farms Alter the Fate of Nitrogen in the Cohesive Surface Sediments. ACS ES&T Water.


