Mengapa Warna Cangkang Telur Bisa Berbeda? Ini Jawaban dari Ilmu Genetika

warna telur

Pernahkah Anda bertanya-tanya kenapa ada telur berwarna putih, cokelat, bahkan merah muda? Meskipun warna cangkang telur tidak memengaruhi rasa atau kualitas nutrisi di dalamnya, banyak konsumen memiliki preferensi warna tertentu. Misalnya, di beberapa negara, telur cokelat lebih disukai karena dianggap lebih “alami”, sementara di tempat lain, telur putih mendominasi pasar.

Ternyata, perbedaan warna cangkang telur bukan hanya masalah estetika, melainkan berkaitan erat dengan proses biologis dan genetik yang kompleks di tubuh ayam betina. Sebuah studi dari China yang dilakukan oleh Zheng dan rekan-rekannya (2014) mencoba mengungkap misteri ini lewat pendekatan genetika molekuler.

Pigmen, Warna, dan Proses Heme

Warna cangkang telur terutama ditentukan oleh tiga pigmen: protoporfirin, biliverdin, dan biliverdin-zinc chelate. Protoporfirin adalah pigmen utama pada telur berwarna cokelat dan merah muda, sedangkan telur putih nyaris tidak mengandung pigmen ini.

Protoporfirin sendiri berasal dari jalur pembentukan heme — senyawa penting dalam tubuh makhluk hidup yang membawa oksigen melalui darah. Pada ayam, jalur pembentukan heme melibatkan beberapa enzim penting, terutama CPOX (coproporphyrinogen III oxidase) dan FECH (ferrochelatase). Kedua enzim ini berperan dalam langkah-langkah terakhir pembentukan heme dan memiliki pengaruh besar terhadap jumlah protoporfirin yang akhirnya tersimpan di cangkang telur.

Warna dan Rasa Telur

Berdasarkan riset Zheng et al. (2014), warna cangkang telur tidak mempengaruhi rasa telur.

Penelitian tersebut fokus pada mekanisme genetik yang mengatur warna cangkang—terutama lewat produksi dan pengendapan pigmen seperti protoporfirin dalam jaringan tubuh ayam (seperti hati, limpa, dan uterus). Tidak ada bagian dari studi ini yang menyebutkan perbedaan pada kualitas nutrisi atau rasa dari telur berdasarkan warnanya.

Faktanya, ini sejalan dengan banyak penelitian lain yang menunjukkan bahwa:

  • Warna cangkang hanya mempengaruhi penampilan luar telur, bukan isinya.
  • Rasa dan kualitas telur lebih dipengaruhi oleh pola makan, usia, dan kesehatan ayam, bukan warna cangkangnya.

Namun, preferensi konsumen sering kali mengaitkan warna telur dengan kualitas, padahal itu lebih merupakan persepsi budaya. Misalnya:

  • Di Amerika, telur putih dianggap lebih bersih dan “modern”.
  • Di Eropa atau Asia, telur cokelat sering dianggap lebih “alami” dan sehat, walaupun tidak ada bukti ilmiah yang mendukung perbedaan tersebut dari segi rasa atau nutrisi.

Jadi, secara ilmiah: warna telur = soal gen dan pigmen, bukan soal rasa.


Tujuh Gen Penentu Warna Cangkang

Dalam penelitian ini, para ilmuwan menganalisis ekspresi tujuh gen berbeda di jaringan hati, limpa, dan uterus dari tiga kelompok ayam petelur: ayam dengan telur putih (White Leghorn), merah muda (hasil persilangan), dan cokelat (Rhode Island White).

Tujuh gen yang diteliti adalah:

  1. CPOX – memproduksi prekursor protoporfirin.
  2. FECH – mengubah prekursor menjadi heme.
  3. BCRP – mengangkut protoporfirin ke luar sel.
  4. FLVCR – mengeluarkan heme dari sel.
  5. HRG1 – membawa heme masuk ke dalam sel.
  6. SLCO1A2 dan SLCO1C1 – membantu pengendapan pigmen di uterus.

Hasilnya cukup jelas:

  • Ayam dengan cangkang telur cokelat memiliki tingkat ekspresi CPOX yang tinggi, menghasilkan lebih banyak protoporfirin.
  • Ayam dengan telur putih memiliki ekspresi FECH yang tinggi, sehingga lebih banyak prekursor protoporfirin diubah menjadi heme dan tidak disimpan sebagai pigmen pada cangkang.
  • Gen pengangkut seperti BCRP dan HRG1 juga memainkan peran: BCRP tinggi pada ayam cokelat, sementara HRG1 lebih aktif pada ayam putih.
  • Dua gen lain (SLCO1A2 dan SLCO1C1) yang membantu mengendapkan pigmen di uterus juga lebih tinggi pada ayam yang menghasilkan telur cokelat.

Apa Artinya Temuan Ini?

Penelitian ini menunjukkan bahwa warna cangkang telur bukanlah hasil dari satu gen saja, melainkan kombinasi ekspresi beberapa gen di jaringan yang berbeda. Yang menarik, warna telur bukan hanya tergantung pada seberapa banyak pigmen yang dihasilkan, tetapi juga bagaimana pigmen itu diproses, diangkut, dan disimpan di cangkang.

Temuan ini memiliki beberapa implikasi praktis:

  • Peternakan dan pembiakan: Peternak bisa menggunakan informasi ini untuk menyilangkan ayam dengan ekspresi gen tertentu untuk menghasilkan warna telur yang disukai pasar.
  • Preferensi konsumen: Di banyak negara, konsumen memiliki preferensi kuat terhadap warna telur. Misalnya, telur cokelat lebih disukai di Eropa, sedangkan telur putih umum di Amerika Serikat. Penelitian ini membantu menjelaskan asal muasal preferensi ini dari sisi biologi.
  • Keamanan dan kualitas telur: Meski warna tidak memengaruhi kandungan gizi, pemahaman tentang jalur genetik ini bisa membantu mendeteksi gangguan metabolik pada ayam.

Telur Bukan Sekadar Makanan, Tapi Juga Cerita Genetika

Melalui pendekatan molekuler, para ilmuwan telah membuka tabir di balik keanekaragaman warna telur. Dengan menganalisis ekspresi gen dan jaringan tempat pigmen diproduksi dan disimpan, kita kini tahu bahwa “warna” adalah hasil orkestrasi biologis yang rapi.

Di masa depan, dengan teknologi seperti rekayasa genetika dan seleksi molekuler, kita mungkin bisa menciptakan ayam dengan telur berwarna khusus — bukan hanya cokelat atau putih, tapi mungkin biru, hijau, atau bahkan dengan pola tertentu.

Namun, hingga saat itu tiba, Anda bisa tetap menikmati telur favorit Anda — kini dengan pemahaman baru bahwa di balik warna cangkangnya, tersimpan kisah genetik yang kompleks dan menarik.


Referensi

Zheng, C., Li, Z., Yang, N., & Ning, Z. (2014). Quantitative expression of candidate genes affecting eggshell color. Animal Science Journal, 85(5), 506–510. https://doi.org/10.1111/asj.12182

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top