Pernahkah Anda membayangkan bagaimana rasanya menjadi seekor ayam guinea (Guinea fowl) yang harus hidup di dalam kandang bersama ratusan ekor lainnya? Ayam guinea adalah sejenis unggas yang berasal dari Afrika, mirip dengan ayam biasa tetapi memiliki bulu bercorak khas. Ketika hewan-hewan ini ditempatkan dalam kandang tertutup dengan jumlah yang sangat banyak, kenyamanan mereka tentu sangat dipengaruhi oleh kepadatan kandang.
Kondisi kandang tidak hanya soal ruang gerak. Ia juga berkaitan dengan kesehatan fisik, perilaku, dan produktivitas hewan. Misalnya, jika terlalu padat, ayam bisa stres, lebih mudah terjangkit penyakit, atau cenderung berperilaku agresif terhadap sesamanya. Sebaliknya, jika ruangnya cukup, ayam lebih tenang, sehat, dan bisa tumbuh optimal.
Inilah alasan mengapa para ilmuwan di bidang peternakan terus melakukan penelitian untuk mencari tahu berapa jumlah ideal ayam guinea yang bisa dipelihara dalam satu meter persegi kandang. Tujuannya bukan hanya untuk meningkatkan hasil produksi telur atau daging, tetapi juga untuk memastikan kesejahteraan hewan (animal welfare) tetap terjaga. Konsep kesejahteraan hewan ini mencakup lima kebebasan dasar: bebas dari lapar dan haus, bebas dari rasa tidak nyaman, bebas dari rasa sakit atau penyakit, bebas mengekspresikan perilaku alaminya, serta bebas dari rasa takut dan stres.
Dengan kata lain, kepadatan kandang bukan hanya soal efisiensi ruang bagi peternak, tetapi juga menyangkut etika, kesehatan, dan keberlanjutan dalam praktik peternakan modern.
Sebuah penelitian terbaru yang dipublikasikan di Applied Animal Behaviour Science (2025) meneliti dampak kepadatan kandang terhadap profil perilaku dan tingkat ketakutan ayam guinea (Numida meleagris). Hasil penelitian ini penting, bukan hanya bagi ilmuwan, tapi juga bagi para peternak yang ingin meningkatkan efisiensi sekaligus tetap menjaga kesejahteraan ternaknya.
Baca juga artikel tentang: Mengapa Warna Cangkang Telur Bisa Berbeda? Ini Jawaban dari Ilmu Genetika
Apa itu Ayam Guinea?
Ayam guinea adalah sejenis unggas asal Afrika yang kini banyak diternakkan di berbagai belahan dunia. Mereka terkenal tangguh, tahan penyakit, dan dagingnya dianggap lebih sehat karena rendah lemak. Dalam sistem peternakan modern, ayam guinea sering dipelihara di kandang tertutup (closed-barn system) agar lebih mudah diawasi.
Namun, ada satu pertanyaan besar: berapa jumlah ideal ayam guinea yang bisa dipelihara dalam satu ruang terbatas? Terlalu sedikit bisa boros biaya, tapi terlalu banyak berisiko menyebabkan stres, perkelahian, bahkan menurunkan kualitas daging.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini melibatkan 252 ekor anak ayam guinea berusia satu hari. Mereka dipelihara dalam tiga kelompok kepadatan berbeda:
- Kepadatan rendah: 6,6 ekor/m²
- Kepadatan sedang: 9,3 ekor/m²
- Kepadatan tinggi: 12 ekor/m²
Setiap kelompok diamati secara rutin untuk memantau perilaku harian seperti:
- Makan dan minum
- Berlari
- Mencari makan (foraging)
- Mematuk bulu sesama (feather pecking)
- Beristirahat atau berdiri
- Mengepakkan sayap
- Merapikan bulu (preening)
Selain itu, peneliti juga mengukur tingkat ketakutan ayam, misalnya dengan mengamati respons mereka terhadap rangsangan mendadak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan kandang berpengaruh besar terhadap perilaku ayam guinea.
- Kepadatan rendah (6,6 ekor/m²)
- Ayam lebih aktif mencari makan.
- Lebih banyak ruang untuk berlari dan mengepakkan sayap.
- Tingkat stres relatif rendah.
- Kepadatan sedang (9,3 ekor/m²)
- Masih ada keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
- Beberapa interaksi sosial mulai meningkat, misalnya saling mematuk bulu.
- Kepadatan tinggi (12 ekor/m²)
- Aktivitas fisik menurun karena ruang terbatas.
- Lebih banyak perilaku negatif seperti mematuk bulu sesama.
- Tingkat ketakutan lebih tinggi, hewan lebih mudah panik.
Mengapa Perilaku Ini Penting?
Perilaku sehari-hari ayam guinea adalah indikator langsung dari kesejahteraan hewan. Misalnya:
- Jika ayam sering mencari makan, itu tanda mereka aktif dan sehat.
- Jika banyak yang hanya berdiri diam atau sering menunjukkan agresi, itu bisa menandakan stres.
- Jika terlalu takut terhadap gangguan kecil, berarti mereka tidak merasa aman di lingkungannya.
Dengan kata lain, kepadatan kandang bukan hanya soal angka, melainkan juga tentang kualitas hidup hewan.
Implikasi untuk Peternakan
Penelitian ini memberi pesan jelas: semakin padat kandang, semakin besar risiko gangguan perilaku dan stres. Bagi peternak, keseimbangan perlu dicapai antara efisiensi ruang dan kesejahteraan hewan.
Jika terlalu padat, meski jumlah ayam yang dipelihara lebih banyak, kerugiannya bisa muncul dalam bentuk:
- Pertumbuhan lebih lambat.
- Kualitas daging menurun.
- Risiko penyakit lebih tinggi.
- Mortalitas meningkat akibat perkelahian atau stres.
Sebaliknya, jika terlalu longgar, biaya produksi naik karena butuh kandang lebih luas untuk jumlah hewan yang sama.
Kesejahteraan Hewan dan Konsumen
Menariknya, penelitian semacam ini tidak hanya penting untuk peternak, tetapi juga untuk konsumen. Saat hewan dipelihara dengan baik, produk daging yang dihasilkan biasanya lebih sehat, lebih aman, dan lebih berkualitas.
Di banyak negara, tren animal welfare (kesejahteraan hewan) sudah menjadi standar. Konsumen mulai peduli apakah ayam, sapi, atau kambing yang mereka makan dipelihara dalam kondisi layak. Peternakan yang memperhatikan kepadatan kandang bisa lebih mudah masuk ke pasar premium, termasuk ekspor.
Studi ini menegaskan bahwa ilmu pengetahuan dapat membantu peternak membuat keputusan yang lebih baik. Dengan memahami hubungan antara kepadatan kandang, perilaku, dan kesejahteraan ayam guinea, sistem pemeliharaan bisa dirancang lebih bijak.
Bahkan, ke depan, teknologi seperti sensor otomatis atau kamera berbasis AI mungkin bisa digunakan untuk memantau perilaku hewan secara real-time. Dengan begitu, tanda-tanda stres bisa terdeteksi lebih cepat dan tindakan bisa segera diambil.
Penelitian terbaru ini membuktikan bahwa kepadatan kandang sangat memengaruhi perilaku dan rasa takut ayam guinea. Semakin tinggi kepadatan, semakin besar risiko perilaku negatif dan stres.
Bagi peternak, menjaga keseimbangan antara efisiensi produksi dan kesejahteraan hewan adalah kunci. Sementara bagi konsumen, hasil penelitian ini memberi keyakinan bahwa memilih produk dari peternakan yang memperhatikan kesejahteraan hewan bukan hanya etis, tetapi juga berdampak pada kualitas makanan yang kita konsumsi.
Sains menunjukkan bahwa hewan yang diperlakukan dengan baik akan memberi hasil yang lebih baik pula, sebuah pelajaran penting bagi masa depan peternakan berkelanjutan.
Baca juga artikel tentang: Mengurangi Gas Rumah Kaca dari Sapi: Solusi Mengejutkan dari Ampas Kopi
REFERENSI:
Erensoy, Kadir. 2025. The effects of varying stocking densities on Guinea fowls (Numida meleagris) reared in a closed-barn system. I. On-farm behavioral profile and fearfulness. Applied Animal Behaviour Science 283, 106530.

