Sistem Tanam-Ternak Terpadu: Solusi Cerdas Kurangi Emisi Pertanian hingga 40%

Perubahan iklim saat ini menjadi salah satu tantangan terbesar umat manusia. Salah satu penyebab utamanya adalah meningkatnya emisi gas rumah kaca, khususnya dari sektor pertanian dan peternakan. Menurut penelitian terbaru yang dipublikasikan di Environmental Impact Assessment Review (2025), ada sebuah solusi yang cukup menjanjikan: sistem tanam-ternak terpadu (recoupled crop-livestock system).

Penelitian yang dilakukan oleh Ying Cai, Fan Zhang, dan Xiangzheng Deng menemukan bahwa penerapan sistem ini di Tiongkok dapat menurunkan emisi gas rumah kaca dari sektor pertanian lebih dari 40% dibandingkan dengan praktik tradisional. Bagaimana sistem ini bekerja? Dan mengapa bisa berdampak begitu besar terhadap lingkungan?

Pertanian dan peternakan sering kali dianggap sebagai kegiatan yang hanya menghasilkan pangan, tetapi kenyataannya sektor ini juga merupakan penyumbang utama emisi gas rumah kaca.

  1. Tanaman menghasilkan emisi karena penggunaan pupuk kimia yang melepaskan nitrous oxide (N₂O), gas rumah kaca yang lebih kuat dari karbon dioksida.
  2. Peternakan, khususnya sapi dan kerbau, menghasilkan metana (CH₄) dari proses pencernaan. Selain itu, kotoran ternak juga menjadi sumber emisi besar jika tidak dikelola dengan baik.

Di Tiongkok, yang memiliki populasi manusia dan ternak sangat besar, dampak ini semakin terasa. Jika dibiarkan, sektor pertanian dan peternakan akan terus menyumbang emisi besar yang memperparah pemanasan global.

Baca juga artikel tentang: Lebih dari Sekadar Sawah: Bagaimana Peternakan Itik Membantu Petani Lawan Hama dan Hemat Pupuk

Apa Itu Sistem Tanam-Ternak Terpadu?

Sistem tanam-ternak terpadu adalah pendekatan pertanian yang menghubungkan kembali (recoupling) dua aktivitas utama: menanam tanaman dan memelihara ternak.

Selama beberapa dekade terakhir, pertanian modern cenderung memisahkan keduanya. Lahan tanaman fokus hanya untuk produksi pangan, sementara peternakan menjadi sektor yang terpisah. Akibatnya, limbah dari peternakan sering tidak dimanfaatkan dan justru menjadi sumber polusi.

Dalam sistem terpadu:

  • Kotoran ternak diolah menjadi pupuk alami untuk tanaman.
  • Sisa tanaman (jerami, daun, batang) digunakan kembali sebagai pakan ternak.

Dengan demikian, terbentuklah sebuah siklus tertutup di mana limbah dari satu sektor menjadi sumber daya bagi sektor lainnya.

Distribusi geografis kotoran ternak dan jerami yang dapat dikumpulkan di Tiongkok, dengan diagram yang merinci kontribusi utama dari wilayah dan jenis ternak atau tanaman tertentu terhadap potensi pemanfaatan sumber daya.

Hasil Penelitian di Tiongkok

Penelitian ini menggunakan metode Life Cycle Assessment (LCA), yaitu pendekatan yang menghitung emisi sepanjang siklus hidup suatu sistem, mulai dari produksi, penggunaan, hingga limbah.

Hasilnya cukup mencengangkan:

  • Sistem tanam-ternak terpadu mampu menurunkan emisi gas rumah kaca secara keseluruhan hingga 40%.
  • Jika diterapkan secara luas di Tiongkok, emisi bisa turun sekitar 1667 juta ton CO₂ setara menjadi hanya 1520 juta ton CO₂ setara.
  • Sumber pengurangan terbesar berasal dari pemanfaatan pupuk organik yang menggantikan sebagian besar pupuk kimia, serta berkurangnya limbah pertanian yang biasanya dibakar atau dibuang.
Sistem tanaman dan ternak yang terpisah menghasilkan emisi gas rumah kaca (CO₂, CH₄, N₂O), sedangkan sistem terpadu (recoupled system) dapat saling melengkapi melalui pemanfaatan pakan dan pupuk sehingga mengurangi emisi.

Selain mengurangi emisi gas rumah kaca, sistem ini juga memberikan manfaat tambahan, baik dari sisi lingkungan maupun ekonomi.

  1. Meningkatkan Kesuburan Tanah
    Pupuk organik dari kotoran ternak memperbaiki struktur tanah, meningkatkan ketersediaan nutrisi, dan mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia yang mahal.
  2. Mengurangi Limbah Pertanian
    Jerami atau sisa panen sering kali dibakar petani, menghasilkan polusi udara. Dengan sistem ini, sisa panen justru dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
  3. Efisiensi Biaya
    Petani dapat menghemat biaya pupuk dan pakan karena kedua kebutuhan itu bisa saling dipenuhi antar-sistem.
  4. Mengurangi Polusi Air
    Kotoran ternak yang tidak dikelola bisa mencemari sungai atau danau. Dalam sistem terpadu, kotoran dimanfaatkan secara produktif, sehingga risiko pencemaran menurun.
  5. Peningkatan Ketahanan Pangan
    Integrasi tanaman dan ternak membuat sistem pertanian lebih stabil. Jika hasil tanaman menurun, petani masih punya hasil dari ternak, begitu pula sebaliknya.

Tantangan dalam Penerapan

Meskipun sangat menjanjikan, penerapan sistem tanam-ternak terpadu juga menghadapi sejumlah tantangan.

  1. Skala Pertanian yang Besar
    Di banyak negara, termasuk Tiongkok, pertanian modern sudah terlanjur terpisah antara tanaman dan ternak. Menyatukan kembali butuh investasi besar.
  2. Teknologi Pengolahan Kotoran
    Tidak semua petani memiliki akses ke teknologi untuk mengolah kotoran ternak menjadi pupuk yang aman dan efisien.
  3. Kebijakan dan Regulasi
    Diperlukan dukungan pemerintah berupa kebijakan, insentif, dan regulasi agar petani mau beralih dari sistem lama ke sistem terpadu.
  4. Edukasi Petani
    Banyak petani mungkin belum memahami manfaat jangka panjang dari sistem ini, sehingga perlu ada program edukasi dan pendampingan.

Solusi dan Harapan ke Depan

Untuk menghadapi tantangan tersebut, ada beberapa langkah strategis yang bisa diambil:

  • Mendorong kebijakan insentif: Pemerintah dapat memberikan subsidi atau keringanan pajak bagi petani yang menerapkan sistem terpadu.
  • Mengembangkan teknologi murah dan sederhana: Agar petani kecil bisa ikut serta tanpa terbebani biaya tinggi.
  • Kolaborasi riset dan lapangan: Peneliti, petani, dan industri perlu bekerja sama untuk menciptakan solusi yang praktis.
  • Kampanye kesadaran publik: Menjelaskan kepada masyarakat bahwa makanan yang dihasilkan dari sistem berkelanjutan lebih sehat bagi lingkungan dan generasi mendatang.

Sistem tanam-ternak terpadu bukanlah hal baru, tetapi penelitian terbaru menunjukkan potensinya yang luar biasa dalam menghadapi krisis iklim. Dengan menghubungkan kembali tanaman dan ternak, sektor pertanian bisa mengurangi emisi gas rumah kaca hingga lebih dari 40%, sekaligus meningkatkan efisiensi sumber daya dan keberlanjutan.

Tantangan tentu masih ada, mulai dari biaya, teknologi, hingga kebijakan. Namun, jika langkah-langkah strategis diambil, sistem ini bisa menjadi kunci untuk membangun pertanian yang ramah lingkungan, efisien, dan berkelanjutan.

Pada akhirnya, keberhasilan sistem ini tidak hanya bermanfaat bagi petani dan ternak, tetapi juga bagi bumi yang kita tinggali bersama.

Baca juga artikel tentang: Peternakan Kelinci Berkelanjutan: Manfaat Allicin, Likopen, Vitamin E & C

REFERENSI:

Cai, Ying dkk. 2025. Recoupled crop-livestock system can potentially reduce agricultural greenhouse gas emissions by over 40% in China. Environmental Impact Assessment Review 112, 107756.

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top