Saat Mastitis dan Antibiotik Mengintai Susu: Apa yang Bisa Dilakukan Peternak?

Susu adalah salah satu produk peternakan yang paling penting di dunia. Setiap hari, jutaan liter susu dihasilkan dari peternakan besar maupun kecil, lalu diproses menjadi berbagai produk seperti yoghurt, keju, dan mentega. Namun, tahukah Anda bahwa kualitas susu sangat dipengaruhi oleh cara peternakan dikelola?

Sebuah penelitian terbaru di Rwanda, Afrika, mencoba menjawab pertanyaan penting ini: faktor apa saja dalam manajemen peternakan kecil (smallholder dairy farms) yang menentukan hasil produksi susu, komposisinya, dan kualitasnya? Hasilnya cukup mengejutkan, terutama terkait rendahnya produksi, tingginya risiko mastitis, hingga adanya residu antibiotik yang bisa berbahaya bagi kesehatan konsumen. Mari kita bahas lebih dalam.

Mengapa Peternakan Kecil Penting?

Di banyak negara berkembang, termasuk Rwanda, sebagian besar susu tidak berasal dari peternakan besar modern, melainkan dari peternakan kecil skala keluarga. Sapi biasanya dipelihara di kandang sempit (zero-grazing system), di mana mereka tidak dilepas di padang rumput, melainkan diberi pakan langsung oleh peternak.

Sistem ini memiliki kelebihan karena efisien dalam penggunaan lahan, tapi juga punya tantangan besar: peternak sering kekurangan pengalaman, akses ke pakan berkualitas terbatas, dan layanan kesehatan hewan kurang memadai.

Penelitian ini melibatkan 156 peternakan kecil di Rwanda, dengan cara mengumpulkan data dari kuesioner, uji laboratorium susu, hingga analisis residu antibiotik.

Baca juga artikel tentang: Mengurangi Gas Rumah Kaca dari Sapi: Solusi Mengejutkan dari Ampas Kopi

Produksi Susu: Mengapa Masih Rendah?

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi susu rata-rata di peternakan kecil masih rendah, yaitu hanya sekitar 3,9 liter per ekor per hari. Bandingkan dengan sapi perah di peternakan modern yang bisa menghasilkan 15–25 liter per hari.

Ada beberapa faktor yang memengaruhi rendahnya hasil:

  1. Jenis sapi (breed) – Beberapa jenis sapi lokal menghasilkan lebih sedikit susu dibandingkan sapi perah impor seperti Friesian atau Jersey.
  2. Pengalaman peternak – Menariknya, sebagian besar peternak (sekitar 78%) relatif baru atau kurang berpengalaman dalam beternak sapi perah.
  3. Penyakit mastitis – Infeksi ambing yang cukup umum ini menyebabkan penurunan produksi dan kualitas susu.

Dengan kata lain, bukan hanya soal memberi makan sapi, tapi juga bagaimana manajemen kesehatan, jenis ternak, dan pengalaman peternak ikut menentukan hasil.

Komposisi Susu: Apa yang Terkandung di Dalamnya?

Susu yang baik bukan hanya banyak jumlahnya, tetapi juga kaya gizi. Penelitian ini menggunakan alat canggih bernama Lactoscan (Milk Analyzer) untuk mengukur kandungan susu.

Hasilnya, rata-rata kandungan protein, lemak, dan padatan non-lemak (solid non-fat) tergolong normal. Artinya, dari sisi gizi dasar, susu dari peternakan kecil masih bisa diterima.

Rata-rata produksi susu harian yang berhubungan dengan jenis, frekuensi pemerahan, paritas, dan BCS ( p  < 0,05).

Namun, ada satu masalah lain yang lebih mengkhawatirkan: somatic cell count (SCC) atau jumlah sel somatik. SCC adalah indikator kesehatan ambing; jika terlalu tinggi, biasanya menandakan sapi mengalami mastitis.

  • Sebanyak 65,8% sampel susu memiliki SCC < 300.000 sel/mL, artinya masih layak diterima oleh pusat pengumpulan susu.
  • Namun, sisanya memiliki SCC lebih tinggi, yang menunjukkan adanya masalah kesehatan ambing yang perlu segera diatasi.

Residu Antibiotik: Ancaman Tersembunyi

Salah satu temuan paling serius dari penelitian ini adalah adanya residu antibiotik dalam susu. Dengan menggunakan kit uji khusus, para peneliti menemukan bahwa 12,9% sampel susu mengandung residu antibiotik.

Mengapa ini berbahaya?

  1. Bagi kesehatan manusia – Konsumen yang meminum susu dengan residu antibiotik bisa berisiko mengalami alergi, gangguan pencernaan, atau dalam jangka panjang berkontribusi pada resistensi antibiotik (superbug).
  2. Bagi industri susu – Susu dengan antibiotik bisa mengganggu proses fermentasi dalam produksi yoghurt atau keju, menyebabkan kegagalan produksi.
  3. Bagi peternakan itu sendiri – Kehilangan kepercayaan konsumen dapat merugikan pasar susu lokal.

Residu antibiotik biasanya muncul karena peternak tidak mematuhi masa withdrawal (periode waktu setelah sapi diberi antibiotik hingga susunya aman untuk diperah kembali). Banyak peternak yang langsung menjual susu tanpa menunggu masa ini, biasanya karena alasan ekonomi.

Implikasi bagi Peternakan dan Konsumen

Penelitian ini memberikan beberapa pelajaran penting:

  1. Kesehatan sapi harus jadi prioritas
    Mastitis adalah masalah besar di peternakan kecil. Perlu edukasi dan layanan kesehatan hewan agar peternak bisa mencegah dan menangani penyakit ini sejak dini.
  2. Pelatihan manajemen ternak sangat penting
    Kurangnya pengalaman peternak membuat banyak kesalahan terjadi, dari cara memerah susu, pemberian pakan, hingga penggunaan obat. Pelatihan praktis bisa meningkatkan kualitas produksi secara signifikan.
  3. Pengawasan kualitas susu harus ketat
    Pusat pengumpulan susu (Milk Collection Centre/MCC) sebaiknya rutin melakukan tes SCC dan residu antibiotik agar susu yang sampai ke konsumen benar-benar aman.
  4. Konsumen perlu lebih sadar
    Masyarakat juga harus tahu bahwa susu yang mereka minum tidak hanya soal rasa, tapi juga keamanan pangan. Kesadaran ini bisa mendorong industri untuk memperbaiki standar kualitas.

Menuju Susu yang Lebih Berkualitas

Meski hasil penelitian ini menunjukkan banyak tantangan, kabar baiknya adalah semua masalah ini bisa diperbaiki. Dengan dukungan pelatihan, akses ke teknologi, serta regulasi yang jelas soal penggunaan antibiotik, peternakan kecil bisa meningkatkan produksi sekaligus menjaga kualitas susu.

Tabel Penentuan ukuran efek faktor manajemen yang berhubungan dengan produksi susu melalui analisis perbandingan beberapa kelompok.

Bayangkan jika setiap peternakan kecil mampu menghasilkan susu sehat, bebas residu obat, dengan kualitas yang konsisten. Bukan hanya peternak yang untung, tetapi juga konsumen dan industri pangan secara keseluruhan.

Susu adalah simbol kesehatan, tapi kualitasnya sangat bergantung pada cara sapi dipelihara. Penelitian di Rwanda ini mengingatkan kita bahwa di balik segelas susu ada cerita panjang tentang manajemen peternakan, kesehatan hewan, dan tanggung jawab terhadap konsumen.

Peternakan kecil mungkin masih menghadapi banyak tantangan, tetapi dengan pengetahuan, pelatihan, dan dukungan yang tepat, mereka bisa menjadi tulang punggung produksi susu yang aman, sehat, dan berkelanjutan.

Baca juga artikel tentang: Silase: Solusi Pakan Ternak Masa Depan untuk Menyongsong Kemandirian Pangan

REFERENSI:

Mukasafari, Marie Anne dkk. 2025. Management factors affecting milk yield, composition, and quality on smallholder dairy farms. Tropical Animal Health and Production 57 (2), 41.

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top