Bayangkan sebuah keramba jaring apung di tengah laut. Biasanya, petani ikan akan menebar pakan, memperhatikan gerak ikan dengan mata telanjang, lalu berharap semuanya berjalan baik. Namun, apa jadinya jika kita bisa “mengintip” kesehatan ikan secara real-time, bahkan tanpa harus masuk ke air? Inilah yang sedang diuji dalam sebuah penelitian terbaru di Eropa, dengan menggunakan teknologi sensor canggih pada ikan laut jenis European sea bass (Dicentrarchus labrax).
Metode ini disebut sebagai precision fish farming atau peternakan ikan presisi. Konsepnya mirip dengan “precision farming” di bidang pertanian, di mana teknologi digunakan untuk memantau kondisi tanaman atau tanah secara detail. Bedanya, kali ini teknologi dibawa ke dunia akuakultur laut.
Budidaya ikan di laut menghadapi tantangan besar. Faktor lingkungan seperti suhu, kadar oksigen, arus, dan bahkan jumlah pakan bisa memengaruhi pertumbuhan hingga tingkat kematian ikan. Selama ini, petani ikan sering hanya mengandalkan pengalaman atau perkiraan. Akibatnya, kesalahan kecil bisa berujung pada kerugian besar, misalnya pakan yang tidak termakan, pertumbuhan lambat, atau kematian massal karena perubahan lingkungan mendadak.
Dengan sensor, semua variabel itu bisa dipantau secara langsung. Misalnya, sensor tekanan dan percepatan dipasang pada ikan. Alat ini bisa mendeteksi kedalaman renang, tingkat aktivitas, hingga energi yang dikeluarkan ikan. Data ini dikirimkan ke sebuah central hub, lalu diterjemahkan ke dalam grafik yang bisa dipantau oleh petani dari jarak jauh.
Baca juga artikel tentang: Pakan Bernutrisi tapi Beracun? Fakta Aflatoksin B1 yang Harus Diketahui Peternak
68 Hari yang Menentukan
Dalam penelitian ini, delapan ekor ikan bass Eropa dipasangi sensor, lalu ditempatkan di keramba jaring laut selama 68 hari. Tujuannya: melihat bagaimana faktor lingkungan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perilaku ikan.
Beberapa temuan penting muncul:
- Suhu air dan kadar oksigen berhubungan erat dengan pertumbuhan ikan. Semakin ideal kondisinya, semakin baik laju pertumbuhan.
- Ikan memiliki ritme harian. Siang hari mereka cenderung berenang di lapisan lebih dalam, sedangkan malam hari naik ke permukaan dengan aktivitas berenang lebih rendah.
- Distribusi pakan memengaruhi perilaku. Saat pakan ditebar, ikan lebih aktif dan bergerak ke area tertentu.
- Tidak ada hubungan jelas antara tingkat kematian dan parameter lingkungan yang dipantau. Artinya, kematian ikan kemungkinan dipicu faktor lain yang lebih kompleks.

Teknologi Telemetri Akustik
Data ini dikumpulkan dengan acoustic telemetry, yaitu sistem komunikasi berbasis suara di dalam air. Sensor yang tertanam pada ikan mengirimkan sinyal akustik ke penerima yang dipasang di jaring. Metode ini memungkinkan peneliti memantau ikan tanpa harus mengganggunya.
Keunggulannya, sistem ini bisa digunakan untuk skala besar. Bayangkan ratusan ikan yang masing-masing memberi tahu petani: “Saya lapar”, “Saya sehat”, atau bahkan “Lingkungan mulai berbahaya”. Semua informasi itu bisa diterima lewat layar komputer atau ponsel pintar.

Manfaat Besar bagi Petani Ikan
Bagi peternak, teknologi sensor ini menjanjikan banyak keuntungan:
- Efisiensi pakan. Pakan adalah biaya terbesar dalam budidaya ikan. Dengan sensor, petani bisa tahu kapan ikan benar-benar lapar sehingga tidak ada pakan terbuang.
- Kesehatan ikan lebih terjaga. Perubahan kecil pada suhu atau oksigen bisa segera diketahui sebelum berdampak fatal.
- Produktivitas meningkat. Data pertumbuhan bisa diprediksi lebih akurat, sehingga petani tahu kapan waktu terbaik panen.
- Mengurangi kerugian. Deteksi dini terhadap stres ikan dapat mencegah kematian massal.
Tantangan dan Keterbatasan
Meski menjanjikan, penelitian ini juga menyoroti beberapa keterbatasan. Pertama, jumlah ikan yang diuji masih sangat sedikit (hanya delapan ekor). Untuk benar-benar bisa diterapkan, perlu uji coba dengan ratusan bahkan ribuan ikan.
Kedua, sistem ini masih mahal. Memasang sensor pada setiap ikan jelas tidak mungkin. Solusinya, cukup beberapa ikan yang dijadikan “perwakilan” untuk mewakili kondisi keseluruhan kolam.
Ketiga, data yang terkumpul sangat banyak dan rumit. Dibutuhkan sistem analisis yang pintar, mungkin berbasis kecerdasan buatan agar peternak bisa langsung mendapatkan rekomendasi praktis, bukan sekadar grafik panjang.
Menuju Masa Depan Peternakan Ikan Cerdas
Meskipun masih tahap awal, precision fish farming adalah gambaran masa depan akuakultur. Dengan teknologi sensor, peternakan ikan bisa menjadi lebih berkelanjutan, efisien, dan ramah lingkungan.
Praktik ini juga bisa menjawab tantangan global: meningkatnya permintaan ikan sebagai sumber protein sehat di tengah perubahan iklim dan keterbatasan lahan. Laut yang dulu sulit dipantau kini bisa menjadi “kolam pintar” raksasa, tempat teknologi dan alam bekerja sama.
Refleksi: Apa Artinya untuk Kita?
Bagi masyarakat umum, penelitian ini menunjukkan bahwa ikan yang kita konsumsi tidak hanya berasal dari jaring atau kolam sederhana. Ada teknologi canggih di baliknya, yang memastikan ikan tumbuh sehat, aman, dan berkualitas.
Bagi petani ikan, ini adalah peluang sekaligus tantangan. Mereka perlu belajar mengoperasikan teknologi baru, tapi hasilnya bisa meningkatkan keuntungan sekaligus menjaga keberlanjutan laut.
Dan bagi ilmuwan, penelitian ini membuka pintu untuk studi lanjutan, mulai dari menguji lebih banyak variabel lingkungan, memperbanyak sampel ikan, hingga mengintegrasikan kecerdasan buatan.
Precision fish farming bukan lagi sekadar impian. Dengan sensor dan telemetri akustik, kita bisa memantau kesehatan dan perilaku ikan di laut secara real-time, tanpa harus mengganggu mereka.
Masa depan peternakan ikan bisa jadi akan mirip dengan dunia pertanian modern: berbasis data, terukur, dan presisi. Hasilnya, ikan lebih sehat, petani lebih untung, dan laut tetap lestari.
Baca juga artikel tentang: Peternakan Gurita: Antara Ambisi Industri dan Peringatan Ilmuwan
REFERENSI:
Toomey, Lola dkk. 2025. Precision fish farming: A sensor-based study on Dicentrarchus labrax in a sea cage environment. Aquaculture Reports 41, 102691.


