Mengubah Masalah Jadi Solusi: Evolusi Kebijakan Limbah Ternak di Negeri Tirai Bambu

Ketika kita membicarakan peternakan, biasanya yang terlintas adalah daging, susu, atau telur. Namun, ada satu “produk sampingan” yang jumlahnya luar biasa besar tetapi sering terlupakan: kotoran ternak.

Di Tiongkok, dengan populasi ternak yang sangat besar, limbah peternakan menjadi persoalan serius. Jika tidak dikelola dengan baik, kotoran ini bisa mencemari air, tanah, dan udara. Kandungan nitrogen, fosfor, serta sisa obat-obatan seperti antibiotik di dalamnya dapat merusak ekosistem dan bahkan membahayakan kesehatan manusia. Namun di sisi lain, jika dikelola dengan benar, kotoran ternak bisa berubah menjadi pupuk organik atau sumber energi yang sangat bermanfaat.

Di sinilah kebijakan pemerintah memainkan peran penting: bagaimana mengubah masalah besar ini menjadi peluang emas bagi pertanian berkelanjutan.

Baca juga artikel tentang: Daging Kelinci: Potensi Tersembunyi di Dunia Peternakan

Perjalanan Kebijakan dari Masa ke Masa

Penelitian terbaru yang terbit di jurnal Agriculture tahun 2025 menelusuri bagaimana kebijakan di Tiongkok berevolusi dalam menangani limbah peternakan.

  1. Masa Awal (1949–1980-an):
    Pada tahap ini, Tiongkok masih berfokus pada peningkatan produksi pangan. Pengelolaan kotoran ternak belum menjadi perhatian utama. Peternakan skala kecil lebih banyak mengandalkan sistem tradisional, di mana kotoran langsung digunakan di lahan pertanian.
  2. Era Modernisasi (1990–2000-an):
    Ketika peternakan mulai beralih ke skala industri, volume limbah meningkat drastis. Sayangnya, infrastruktur pengolahan limbah tidak ikut berkembang. Akibatnya, pencemaran sungai dan udara meningkat, bahkan beberapa wilayah mengalami “krisis bau” akibat amonia dan gas metana dari kotoran.
  3. Kebijakan Ramah Lingkungan (2010 ke atas):
    Pemerintah mulai memperketat aturan. Muncul regulasi tentang pembangunan instalasi pengolahan kotoran, larangan pembuangan langsung ke sungai, dan dorongan penggunaan pupuk organik dari limbah ternak.
  4. Era Hijau dan Sirkular (2020–sekarang):
    Fokus bergeser ke pertanian berkelanjutan. Kebijakan diarahkan pada daur ulang nutrien, seperti memanfaatkan kotoran sebagai pupuk organik, bahan bakar biogas, hingga bahan baku pakan serangga. Pemerintah juga mendorong integrasi antara peternakan dan pertanian, misalnya menghubungkan peternakan ayam atau sapi dengan perkebunan sayuran yang membutuhkan pupuk organik.
Diagram lingkaran perubahan sumber emisi dari 2011 hingga 2022, di mana sektor domestik selalu mendominasi, sementara kontribusi pertanian, industri, dan fasilitas terpusat berfluktuasi dengan total emisi yang cenderung menurun dari tahun ke tahun.

Mengapa Kebijakan Ini Penting?

Ada beberapa alasan mengapa pengelolaan limbah peternakan tidak bisa dianggap remeh:

  • Lingkungan: Tanpa pengolahan, kotoran ternak bisa mencemari air tanah, menghasilkan emisi gas rumah kaca (seperti metana), dan merusak kualitas udara.
  • Kesehatan: Kandungan bakteri, logam berat, dan sisa antibiotik dalam limbah bisa memicu penyakit dan memperburuk masalah resistensi antibiotik.
  • Ekonomi: Padahal, jika dimanfaatkan, kotoran bisa mengurangi biaya pupuk, menghasilkan energi biogas, dan meningkatkan kesuburan tanah.
  • Energi Hijau: Biogas dari kotoran bisa menggantikan bahan bakar fosil, mendukung transisi energi bersih.
Grafik peningkatan konsumsi daging, telur, dan susu per penduduk pedesaan sejak 1980-an, dengan daging babi sebagai konsumsi utama, diikuti oleh kenaikan signifikan pada daging unggas, telur, dan susu setelah tahun 2000.

Penelitian ini menyoroti berbagai strategi yang kini sedang digalakkan di Tiongkok:

  1. Pembangunan Fasilitas Pengolahan Modern
    Banyak peternakan kini diwajibkan membangun instalasi pengolahan kotoran, seperti biodigester yang mengubah limbah menjadi biogas.
  2. Integrasi Tanaman-Ternak
    Sistem pertanian terpadu didorong agar kotoran ternak langsung dimanfaatkan untuk lahan pertanian. Misalnya, peternakan babi dipadukan dengan perkebunan jagung, di mana kotoran menjadi pupuk organik.
  3. Teknologi Nutrient Recycling
    Inovasi baru memungkinkan pemisahan nutrien penting dari limbah, seperti nitrogen dan fosfor, sehingga bisa dimanfaatkan lebih efisien untuk pupuk.
  4. Kebijakan yang Lebih Ketat
    Pemerintah memperkuat aturan mengenai pembuangan limbah, memberi insentif bagi peternakan hijau, dan menindak pelanggar yang menyebabkan pencemaran.
Grafik tingkat pemanfaatan kotoran ternak meningkat stabil dari sekitar 60% pada 2016 menjadi hampir 80% pada 2022.

Meski banyak kemajuan, masih ada beberapa kendala besar:

  • Biaya Tinggi: Tidak semua peternak mampu membangun fasilitas pengolahan modern.
  • Kesenjangan Wilayah: Daerah maju lebih cepat beradaptasi, sementara wilayah pedesaan tertinggal.
  • Pengawasan Lemah: Aturan seringkali tidak ditegakkan dengan ketat.
  • Kesadaran Peternak: Sebagian peternak masih menganggap kotoran ternak sebagai beban, bukan sumber daya.

Peluang Masa Depan

Jika tantangan ini bisa diatasi, masa depan peternakan Tiongkok bisa jauh lebih hijau. Beberapa peluang yang menjanjikan antara lain:

  • Energi Terbarukan: Biogas dari limbah ternak bisa menjadi sumber energi listrik desa-desa.
  • Ekonomi Sirkular: Limbah ternak bisa menjadi bahan baku industri pupuk, pakan serangga, hingga bioplastik.
  • Pertanian Berkelanjutan: Dengan pupuk organik dari limbah, ketergantungan pada pupuk kimia bisa berkurang drastis.
  • Inovasi Teknologi: Pemanfaatan sensor dan Internet of Things (IoT) bisa memantau kualitas limbah dan efisiensi pengolahan secara real-time.

Kebijakan pengelolaan limbah ternak di Tiongkok menunjukkan bagaimana sebuah masalah besar bisa berubah menjadi peluang berharga melalui strategi yang tepat. Dari era di mana kotoran dianggap sekadar sampah, kini ia dipandang sebagai sumber daya berharga untuk energi, pupuk, dan ekonomi hijau.

Namun, perjalanan ini belum selesai. Tantangan biaya, kesadaran peternak, dan pengawasan hukum masih harus terus diperbaiki. Dengan kombinasi inovasi teknologi, dukungan kebijakan, dan perubahan pola pikir peternak, kotoran ternak bisa menjadi kunci menuju peternakan berkelanjutan yang tidak hanya memberi makan jutaan orang, tetapi juga menjaga bumi tetap sehat.

Baca juga artikel tentang: Lebih dari Sekadar Sawah: Bagaimana Peternakan Itik Membantu Petani Lawan Hama dan Hemat Pupuk

REFERENSI:

Lin, Haoyu dkk. 2025. The evolution of policies for the resource utilization of livestock manure in China. Agriculture 15 (2), 153.

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top