Kerugian Pasca Panen: Tantangan Tersembunyi di Balik Sukses Produksi Ikan

Bangladesh adalah salah satu negara penghasil ikan terbesar di dunia. Ikan bukan hanya sumber makanan utama bagi masyarakatnya, tetapi juga menjadi penyumbang penting bagi perekonomian nasional. Namun, di balik angka produksi yang besar, ada masalah serius yang sering terabaikan: kerugian pasca panen (post-harvest losses).

Kerugian pasca panen adalah kehilangan hasil setelah ikan ditangkap atau dipanen, baik karena rusak, menurun kualitasnya, atau tidak bisa dijual dengan harga pantas. Masalah ini bukan hanya membuat petani dan pedagang merugi, tetapi juga mengancam ketersediaan pangan, pendapatan keluarga, hingga keberlanjutan sektor perikanan.

Sebuah penelitian terbaru yang dipublikasikan di jurnal Marine Policy (2025) berjudul “Post-harvest fish losses by the fish farmers in Hoar areas of Bangladesh” mengupas secara mendalam persoalan ini. Studi ini melibatkan 450 petani ikan dan 150 pedagang di daerah hoar, wilayah rawa banjir musiman di Bangladesh yang menjadi pusat produksi ikan.

Bagi orang awam, istilah hoar mungkin terdengar asing. Hoar adalah hamparan lahan basah yang luas di Bangladesh, yang tergenang air pada musim hujan dan berubah menjadi ladang pada musim kemarau. Saat banjir tiba, daerah ini menjelma menjadi surga ikan air tawar, sehingga banyak petani menggantungkan hidup dari budidaya dan penangkapan ikan di sana.

Namun, kondisi geografis yang unik ini juga membawa tantangan besar. Transportasi sulit, penyimpanan terbatas, dan infrastruktur pasar kurang memadai. Semua itu membuat ikan yang dipanen sering kali tidak sampai ke konsumen dalam kondisi baik.

Baca juga artikel tentang: Pakan Bernutrisi tapi Beracun? Fakta Aflatoksin B1 yang Harus Diketahui Peternak

Seberapa Besar Kerugiannya?

Hasil penelitian menunjukkan angka kerugian yang mengejutkan. Di distrik Netrokona, tercatat 34% ikan hilang secara fisik, artinya ikan rusak atau mati sebelum sempat dijual. Di distrik lain, masalah utama justru ada di kekuatan pasar: Kishoreganj mengalami kerugian hingga 50% karena harga pasar yang merosot, sementara Sunamganj menghadapi kerugian sekitar 40% akibat tekanan pasar yang serupa.

Jika dilihat dari jenis pelaku pasar, kerugian pun berbeda-beda:

  • Bepari (pedagang kecil) melaporkan kerugian fisik sebesar 41%.
  • Paikar (pedagang menengah) menekankan kerugian kualitas hingga 38%.
  • Retailer (penjual akhir) menghadapi kerugian ganda: sekitar 40% dari sisi harga pasar dan 30% dari sisi kualitas.

Bayangkan, hampir separuh ikan yang dipanen tidak memberikan keuntungan maksimal, entah karena rusak, kualitas turun, atau harganya terlalu rendah.

Grafik persentase kerugian pascapanen ikan di tiga wilayah Haor (Netrokona, Kishoregang, dan Sunamgong), dengan nilai tertinggi tercatat di Netrokona (42,64%).

Mengapa Bisa Terjadi?

Ada banyak faktor yang berkontribusi terhadap kerugian pasca panen. Dari sisi petani, masalah utamanya adalah:

  • Suhu tinggi yang membuat ikan cepat rusak.
  • Praktik penangkapan yang merusak, misalnya penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.

Sementara dari sisi pedagang, masalah yang paling sering muncul adalah:

  • Penyimpanan yang tidak memadai (tidak ada pendingin, wadah kurang higienis).
  • Transportasi buruk, karena akses jalan di daerah hoar sulit, terutama saat musim hujan.

Selain itu, penelitian ini menemukan hal menarik: semakin banyak tenaga kerja yang tersedia justru bisa meningkatkan kerugian, mungkin karena koordinasi yang kurang baik dalam penanganan ikan.

Peran Pendidikan dan Teknologi

Tidak semua hasil penelitian suram. Ada sisi optimis yang bisa ditangkap. Analisis menunjukkan bahwa usia, pendidikan, dan pelatihan petani ikan berhubungan positif dengan berkurangnya kerugian. Petani yang lebih terlatih cenderung lebih hati-hati menangani ikan, menggunakan wadah yang lebih baik, dan mencari strategi penjualan yang lebih menguntungkan.

Selain itu, keterlibatan dalam pasar sekunder atau tersier (misalnya menjual ke pedagang besar atau pengolah ikan) terbukti membantu mengurangi kerugian. Hal ini karena ada lebih banyak pilihan pasar, sehingga ikan tidak harus dijual buru-buru dengan harga rendah.

Mengapa Masalah Ini Penting?

Jika kita berpikir sekadar soal “ikan busuk di jalan”, masalah ini mungkin terdengar kecil. Namun, dampaknya besar sekali. Kerugian pasca panen berarti:

  1. Kerugian ekonomi bagi petani dan pedagang.
  2. Pemborosan sumber daya pakan, tenaga, dan biaya produksi hilang percuma.
  3. Ancaman ketahanan pangan, karena ikan yang seharusnya bisa dikonsumsi malah terbuang.
  4. Dampak lingkungan, sebab produksi ikan baru harus terus digenjot untuk menggantikan yang hilang, yang berarti tekanan tambahan pada ekosistem.

Apa yang Bisa Dilakukan?

Penelitian ini menekankan perlunya strategi yang lebih tepat sasaran dari pemerintah dan pemangku kebijakan. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:

  • Meningkatkan fasilitas penyimpanan dan rantai dingin agar ikan lebih tahan lama.
  • Memperbaiki transportasi dan infrastruktur pasar di daerah hoar.
  • Memberikan pelatihan bagi petani ikan tentang cara penanganan pasca panen yang lebih higienis dan efisien.
  • Mendorong akses ke pasar yang lebih luas agar petani tidak tergantung pada satu jalur penjualan.

Dengan langkah-langkah ini, Bangladesh bisa mengurangi kerugian besar yang dialami petani dan pedagang, sekaligus memperkuat posisinya sebagai salah satu produsen ikan terbesar dunia.

Pelajaran untuk Indonesia

Meskipun penelitian ini dilakukan di Bangladesh, isu yang sama sebenarnya juga dihadapi oleh banyak negara lain, termasuk Indonesia. Sebagai negara kepulauan dengan ribuan pembudidaya ikan, kita juga berhadapan dengan masalah transportasi, penyimpanan, dan pasar yang tidak selalu berpihak pada petani kecil.

Belajar dari penelitian ini, kita bisa menyadari bahwa meningkatkan produksi saja tidak cukup. Menjaga agar hasil panen tidak hilang di tengah jalan sama pentingnya dengan meningkatkan jumlah produksi.

Kerugian pasca panen ikan adalah masalah nyata yang sering tersembunyi di balik data produksi besar. Studi di Bangladesh menunjukkan bahwa hampir separuh hasil panen bisa hilang karena kualitas turun atau harga jatuh, dengan penyebab mulai dari suhu tinggi hingga buruknya infrastruktur.

Namun, ada harapan. Melalui pendidikan, teknologi, dan perbaikan rantai pasok, kerugian bisa ditekan. Ini bukan hanya tentang keuntungan petani dan pedagang, tetapi juga tentang pangan, ekonomi, dan keberlanjutan lingkungan.

Jadi, lain kali ketika kita menikmati seporsi ikan goreng atau gulai ikan, ingatlah: perjalanan ikan dari kolam ke piring sangat panjang, dan mengurangi kerugian di sepanjang jalan adalah kunci untuk masa depan perikanan yang lebih adil dan berkelanjutan.

Baca juga artikel tentang: Peternakan Gurita: Antara Ambisi Industri dan Peringatan Ilmuwan

REFERENSI:

Acharjee, Debasish Chandra dkk. 2025. Post-harvest fish losses by the fish farmers in Hoar areas of Bangladesh. Marine Policy 176, 106638.

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top