Peternakan yang berada di wilayah lahan kering (drylands) menghadapi tantangan yang sangat berat. Salah satu masalah utama adalah keterbatasan air dan ketersediaan hijauan pakan untuk ternak. Hijauan pakan biasanya berupa rumput atau tanaman leguminosa (seperti kacang-kacangan) yang menjadi sumber makanan utama bagi sapi, kambing, atau domba. Namun, di daerah kering, tanaman-tanaman tersebut sering sulit tumbuh, apalagi jika musim kemarau berlangsung lama.
Ketika rumput mengering dan pasokan air terbatas, peternak sering kali kesulitan menyediakan makanan yang cukup bagi hewan mereka. Kekurangan pakan bukan hanya membuat ternak kurus, tetapi juga bisa menurunkan produktivitas, misalnya sapi menghasilkan lebih sedikit susu atau domba menghasilkan bulu lebih sedikit dan berkualitas rendah.
Oleh karena itu, peternak di lahan kering perlu mencari alternatif pakan yang mampu bertahan di kondisi ekstrem. Alternatif ini bisa berupa tanaman pakan tahan kering (misalnya sorgum atau lamtoro), atau memanfaatkan limbah pertanian seperti jerami yang diolah kembali agar lebih bergizi. Tantangannya adalah menemukan pakan yang tidak hanya tahan terhadap iklim kering, tetapi juga tetap mengandung nutrisi yang cukup untuk menjaga kesehatan dan produktivitas ternak.
Salah satu pilihan populer adalah sorghum (Sorghum bicolor). Tanaman ini mirip jagung dan tahan kekeringan, sehingga sering dipakai untuk pakan ternak dalam bentuk hijauan segar atau silase (pakan yang diawetkan melalui fermentasi). Namun, sorghum punya kelemahan: kandungan karbohidrat larut airnya tinggi, sehingga saat difermentasi cepat berubah menjadi asam laktat.
Akibatnya, pH silase turun drastis, lalu muncul fermentasi alkoholik yang merugikan, serta silase jadi cepat membusuk saat terkena udara. Meski peternak bisa menambahkan bahan kimia atau mikroba khusus, hasilnya sering tidak konsisten.
Baca juga artikel tentang: Produktivitas Tinggi Ikan Red Devil: Ancaman atau Sumber Baru untuk Peternak?
Kaktus: Bukan Sekadar Tanaman Gurun
Di sinilah kaktus pear (Nopalea cochenillifera) masuk sebagai penyelamat. Kaktus ini terkenal tahan hidup di daerah kering dengan sedikit air. Bagian batangnya yang berdaging (cladode) kaya akan air, serat, dan karbohidrat non-serat.
Ketika dicampur dengan sorghum, kaktus ternyata bisa menyeimbangkan proses fermentasi silase. Ia bekerja layaknya “penstabil alami” yang membuat silase lebih tahan lama, tidak cepat rusak, dan lebih mudah disimpan. Dengan begitu, peternak bisa memiliki cadangan pakan berkualitas, bahkan di musim kemarau sekalipun.
Hasil Penelitian: Berapa Banyak Kaktus yang Ideal?
Sebuah penelitian terbaru di Chili mencoba mencampur sorghum dengan berbagai level kaktus pear: 0%, 25%, 50%, 75%, hingga 100%. Setiap perlakuan diuji empat kali untuk memastikan hasilnya konsisten.
Berikut beberapa temuan penting:
- Pertumbuhan bakteri asam laktat optimal.
Pada campuran dengan sekitar 51,8% kaktus, jumlah bakteri asam laktat tertinggi tercatat. Bakteri ini penting untuk fermentasi silase yang sehat. - Kadar bahan kering (DM recovery) meningkat.
Silase dengan campuran 33,5% kaktus menunjukkan hasil pemulihan bahan kering terbaik. Artinya, nutrisi dalam silase lebih sedikit yang hilang. - Gas berlebih berkurang.
Pada campuran 37,9% kaktus, produksi gas selama fermentasi paling rendah. Ini berarti kualitas silase lebih stabil dan tidak mudah rusak. - Stabilitas aerobik lebih baik.
Saat silase dibuka dan terkena udara, campuran dengan kaktus menunjukkan ketahanan lebih lama sebelum membusuk.

Dari hasil ini, para peneliti merekomendasikan 50% kaktus pear dalam campuran silase sorghum. Komposisi ini terbukti paling seimbang untuk menjaga kualitas nutrisi sekaligus daya simpan pakan.
Mengapa Campuran Ini Efektif?
Kombinasi sorghum dan kaktus bekerja seperti tim yang saling melengkapi:
- Sorghum menyediakan karbohidrat larut air yang cepat difermentasi menjadi energi.
- Kaktus memberikan air alami dan karbohidrat non-serat, sehingga menyeimbangkan fermentasi dan mencegah keasaman berlebihan.
- Serat dan senyawa lain dari kaktus membantu menekan pertumbuhan mikroba merugikan.
Hasilnya, silase lebih tahan lama, bergizi seimbang, dan tidak mudah busuk.
Manfaat untuk Peternak
Menggunakan kaktus sebagai campuran pakan silase memberi banyak keuntungan praktis:
- Cadangan pakan terjamin. Ternak tetap punya makanan berkualitas bahkan di musim kering.
- Hemat biaya. Peternak bisa mengurangi penggunaan aditif kimia atau mikroba impor.
- Ramah lingkungan. Kaktus butuh sedikit air untuk tumbuh, sehingga tidak menambah beban sumber daya alam.
- Meningkatkan produktivitas ternak. Silase yang stabil membantu ternak mendapatkan nutrisi optimal, sehingga produksi susu dan daging tetap tinggi.
Peternakan di Lahan Kering: Harapan Baru
Studi ini memberikan harapan besar untuk peternakan di daerah kering, tidak hanya di Amerika Latin, tetapi juga di wilayah lain seperti Afrika, Timur Tengah, dan bahkan sebagian Indonesia yang rawan kekeringan.
Dengan memanfaatkan tanaman lokal seperti kaktus pear, peternakan bisa menjadi lebih berkelanjutan dan tahan terhadap perubahan iklim.
Kaktus selama ini identik dengan tanaman gurun yang penuh duri. Namun, di tangan para peneliti dan peternak, kaktus justru bisa menjadi penyelamat dunia peternakan.
Ketika dicampur dengan sorghum, kaktus tidak hanya meningkatkan kualitas silase, tetapi juga memberikan solusi praktis untuk menjaga ketahanan pangan ternak di daerah kering.
Peternakan masa depan mungkin tidak lagi hanya mengandalkan rumput hijau atau jagung, tetapi juga tanaman-tanaman “tangguh” seperti kaktus, yang mampu bertahan hidup di tempat-tempat paling keras di bumi dan tetap memberi manfaat besar bagi hewan maupun manusia.
Baca juga artikel tentang: Inovasi Marikultur: Membawa Lobster, Bawal, dan Abalon ke Puncak Pasar Global
REFERENSI:
Marte-Pereira, Danillo dkk. 2025. Forage cactus as a modulator of forage sorghum silage fermentation: An alternative for animal feed in drylands. Chilean journal of agricultural research 85 (1), 47-56.


