Bayangkan sebuah lintasan balap logam berdiameter tiga meter, berisi air laut asin, berdiri di atas tiang-tiang kokoh di pinggir fjord (teluk sempit) di Norwegia. Bukan mobil atau manusia yang berputar di lintasan ini, melainkan ikan salmon! Mereka berenang melawan arus buatan, seolah-olah sedang berlatih fisik tanpa henti. Sementara itu, tim peneliti dengan serius menimbang, mengukur, dan mencatat kondisi kesehatan setiap ekor. Semua data kemudian diolah dengan bantuan kecerdasan buatan (AI).
Kedengarannya seperti adegan dari film fiksi ilmiah, bukan? Namun inilah kenyataan terbaru dalam dunia akuakultur modern: penggunaan teknologi AI untuk membantu budidaya ikan menjadi lebih efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.
Akuakultur, atau budidaya ikan, telah berkembang pesat beberapa dekade terakhir. Permintaan ikan dunia melonjak karena dianggap sebagai sumber protein sehat, rendah lemak jenuh, dan kaya omega-3. Namun, seiring meningkatnya permintaan, tantangan juga makin besar.
Beberapa masalah utama dalam budidaya ikan adalah:
- Kesehatan ikan – Sulit untuk memantau satu per satu ikan dalam jumlah ribuan. Jika ada wabah penyakit, kerugian bisa mencapai miliaran rupiah.
- Efisiensi pakan – Pakan adalah biaya terbesar dalam akuakultur (mencapai 50–70% dari total biaya). Salah memberi makan berarti kerugian besar dan pencemaran lingkungan.
- Dampak lingkungan – Kotoran ikan, pakan berlebih, dan penggunaan obat-obatan bisa mencemari laut serta merusak ekosistem.
- Kualitas hasil panen – Konsumen kini tidak hanya peduli rasa, tetapi juga keberlanjutan proses produksinya.
Di sinilah kecerdasan buatan mulai menunjukkan taringnya.
Baca juga artikel tentang: Probiotik dan Herbal, Duo Ajaib Penjaga Kesehatan Ikan Mas
“Fish Run” dan Kecerdasan Buatan
Dalam penelitian yang dipublikasikan di IEEE Spectrum (2025), sebuah tim menggunakan alat bernama fish run, semacam lintasan tertutup untuk ikan. Setiap salmon masuk ke jalur renang buatan ini, kemudian kamera dan sensor canggih memantau gerakan, berat, dan kesehatan tubuhnya.
AI berperan dalam mengolah data tersebut. Alih-alih manusia yang harus mencatat manual, algoritme komputer mampu mengenali pola kesehatan ikan, mendeteksi anomali, bahkan memprediksi kemungkinan penyakit.
Contohnya, AI bisa menganalisis cara ikan berenang. Jika seekor salmon terlihat berenang lebih lambat atau gerakannya tidak wajar, sistem akan memberi peringatan dini. Dengan begitu, peternak bisa segera memeriksa ikan tersebut sebelum masalah menyebar ke seluruh populasi.

Mengapa AI Penting untuk Akuakultur?
1. Monitoring yang Lebih Teliti
Secara tradisional, peternak hanya bisa mengandalkan pengamatan visual dan pengalaman. Namun, dengan ribuan ikan di dalam satu keramba, mustahil mengawasi semuanya. AI memecahkan masalah ini dengan analisis otomatis berbasis data.
2. Efisiensi Pakan
AI dapat menghitung seberapa banyak ikan telah tumbuh dan berapa kebutuhan pakan yang tepat. Jika pakan diberikan berlebihan, selain membuang biaya, sisa pakan akan mencemari laut. Dengan sistem berbasis data, pakan diberikan sesuai kebutuhan, tidak lebih dan tidak kurang.
3. Prediksi Penyakit
Dengan menganalisis perilaku renang, warna tubuh, hingga pola makan, AI dapat mendeteksi tanda-tanda awal penyakit. Pencegahan lebih murah daripada pengobatan, dan tentu lebih baik bagi lingkungan karena mengurangi penggunaan antibiotik.
4. Keberlanjutan
Teknologi ini mendukung akuakultur berkelanjutan, yakni cara beternak ikan yang tetap menjaga kesehatan laut dan ekosistem. Peternakan ikan bisa menghasilkan protein sehat untuk manusia tanpa merusak lingkungan.
Dari Norwegia ke Dunia
Norwegia adalah salah satu pionir akuakultur modern, terutama salmon. Negara ini terus mencari cara untuk meningkatkan kualitas budidaya sekaligus menjaga kelestarian lingkungannya. Tidak heran jika percobaan fish run dengan AI dilakukan di sana.
Namun, manfaat teknologi ini tidak berhenti di Norwegia. Bayangkan jika sistem serupa diterapkan di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, yang punya potensi besar sebagai pusat akuakultur dunia. Dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia dan perairan tropis yang kaya, Indonesia bisa menjadi raksasa akuakultur global, asal teknologi modern ikut diterapkan.
Bagaimana Masa Depan Akuakultur dengan AI?
Mungkin dalam 10–20 tahun mendatang, peternakan ikan akan sangat berbeda dengan yang kita kenal sekarang. Alih-alih peternak mengamati ikan secara langsung, mereka akan lebih banyak memantau layar komputer atau ponsel pintar.
- Kamera bawah air dengan resolusi tinggi akan merekam gerakan ikan 24 jam sehari.
- Sensor lingkungan akan mengukur kualitas air secara real time.
- AI akan menganalisis data, memberi rekomendasi pakan, bahkan menyarankan kapan waktu panen terbaik.
- Robot mungkin akan membantu memberi makan ikan atau membersihkan keramba.
Semua ini membuat akuakultur lebih efisien, transparan, dan ramah lingkungan.
Tantangan Penerapan AI
Meski menjanjikan, ada beberapa tantangan yang harus diatasi:
- Biaya investasi awal – Kamera, sensor, dan sistem AI tentu tidak murah. Peternak kecil mungkin kesulitan membeli teknologi ini tanpa dukungan pemerintah atau investor.
- Keterampilan SDM – Diperlukan pelatihan agar peternak mampu memahami cara kerja teknologi digital.
- Konektivitas internet – Banyak peternakan ikan berada di wilayah pesisir yang koneksi internetnya terbatas.
- Etika dan keberlanjutan – Teknologi harus dipastikan tidak hanya menguntungkan ekonomi, tetapi juga tetap memperhatikan kesejahteraan ikan dan kelestarian laut.
Siapa sangka kecerdasan buatan yang biasanya kita dengar dalam konteks mobil otonom, ponsel pintar, atau robot, kini juga digunakan untuk membesarkan ikan? Percobaan “fish run” di Norwegia menunjukkan bahwa teknologi digital bisa bersinergi dengan alam.
Dengan bantuan AI, ikan bisa tumbuh lebih sehat, peternak lebih efisien, konsumen lebih puas, dan laut tetap terjaga. Ini adalah langkah penting menuju masa depan di mana pangan bergizi diproduksi dengan cara yang ramah lingkungan.
Jika dulu pepatah mengatakan “ada banyak ikan di laut,” kini bisa ditambahkan: “dan AI akan membantu kita merawatnya.”
Baca juga artikel tentang: Kebun di Kubah Bulan: Mimpi Peternakan dan Pertanian Antarplanet
REFERENSI:
Smiley, Kira K dkk. 2025. AI Goes Fishing: An Alphabet Spin-Off is Making Aquaculture More Sustainable. IEEE Spectrum 62 (5), 46-51.


