Ketika berbicara soal daging, sebagian besar orang hanya mengenal ayam, sapi, kambing, atau ikan. Namun, ada satu sumber protein hewani yang sebenarnya punya potensi besar, tapi jarang dilirik: daging kelinci.
Dalam peternakan modern, kelinci mulai diperhitungkan sebagai salah satu alternatif pangan masa depan. Penelitian terbaru di jurnal Meat Science (2025) mengulas bagaimana kualitas dan penerimaan konsumen terhadap daging kelinci bisa ditingkatkan, sekaligus menyoroti tantangan yang dihadapi industri ini.
Nilai Gizi yang Mengungguli
Banyak orang mungkin kaget mengetahui bahwa daging kelinci memiliki profil nutrisi yang sangat baik. Beberapa kelebihannya antara lain:
- Protein tinggi: setara bahkan bisa lebih baik daripada daging ayam atau sapi.
- Lemak rendah: kandungan lemak jenuh lebih sedikit, cocok untuk diet sehat.
- Asam lemak esensial: baik untuk kesehatan jantung.
- Vitamin dan mineral: kaya vitamin B12, zat besi, kalsium, serta fosfor.
Artinya, dari sisi gizi, daging kelinci bisa jadi pilihan sempurna untuk memenuhi kebutuhan protein harian, sekaligus mendukung gaya hidup sehat.
Baca juga artikel tentang: Mengapa Warna Cangkang Telur Bisa Berbeda? Ini Jawaban dari Ilmu Genetika
Mengapa Belum Populer?
Meski gizinya unggul, daging kelinci masih sulit menembus pasar luas. Ada beberapa faktor penyebabnya:
- Status ganda kelinci
Kelinci sering dianggap sebagai hewan peliharaan yang lucu, bukan ternak. Hal ini membuat sebagian orang merasa tidak nyaman mengonsumsinya. - Kurangnya pengetahuan
Banyak konsumen belum tahu manfaat gizi daging kelinci, sehingga lebih memilih daging yang sudah umum. - Isu etika dan kesejahteraan hewan
Semakin banyak orang peduli bagaimana hewan dipelihara dan disembelih. Jika standar kesejahteraan kelinci tidak dijaga, penerimaan masyarakat bisa turun. - Pemasaran lemah
Tidak banyak produk olahan kelinci di pasaran. Konsumen jarang melihatnya di rak supermarket, apalagi restoran cepat saji. - Harga dan persaingan
Daging kelinci relatif lebih mahal dibanding ayam. Ditambah lagi, protein nabati semakin populer sebagai alternatif murah dan praktis.

Peluang Besar untuk Peternakan Masa Depan
Meski ada hambatan, kelinci punya potensi luar biasa.
- Efisiensi pakan
Kelinci mampu mengubah pakan menjadi daging dengan lebih cepat dibanding sapi atau kambing. Ini membuat biaya produksi bisa ditekan dalam jangka panjang. - Ramah lingkungan
Peternakan kelinci menghasilkan jejak karbon lebih rendah daripada ternak besar. Hal ini sejalan dengan kebutuhan global akan pangan berkelanjutan. - Produksi daging cepat
Kelinci punya masa reproduksi singkat. Seekor induk bisa menghasilkan banyak keturunan dalam setahun, sehingga pasokan daging bisa cepat ditingkatkan. - Produk olahan inovatif
Dengan pengolahan modern, daging kelinci bisa diubah menjadi nugget, sosis, bakso, atau kornet. Produk-produk ini lebih mudah diterima konsumen dibanding daging segar.
Strategi untuk Meningkatkan Penerimaan
Peneliti menyarankan beberapa langkah agar daging kelinci lebih diterima masyarakat:
- Edukasi konsumen
Melalui kampanye gizi, daging kelinci bisa dipasarkan sebagai alternatif sehat. - Perbaikan rantai pasok
Distribusi perlu diperluas agar daging kelinci mudah ditemukan di pasar modern. - Diversifikasi produk
Tidak hanya dijual mentah, tapi juga dalam bentuk olahan siap saji. - Kesejahteraan hewan
Menjamin kelinci dibesarkan dengan baik dapat meningkatkan kepercayaan konsumen. - Dukungan kebijakan
Pemerintah bisa mendorong diversifikasi protein hewani untuk mengurangi ketergantungan pada ayam dan sapi.
Perspektif Konsumen: Antara Emosi dan Logika
Banyak orang sulit mengonsumsi daging kelinci karena melihatnya sebagai hewan imut atau peliharaan. Namun, di sisi lain, jika masyarakat semakin peduli pada kesehatan dan lingkungan, logika bisa mengalahkan faktor emosional.
Contohnya, ayam dulu hanya dianggap hewan kampung sebelum menjadi sumber daging utama dunia. Dengan strategi yang tepat, kelinci bisa mengikuti jejak serupa.
Masa Depan Daging Kelinci
Dengan pertumbuhan populasi dunia yang terus meningkat, kebutuhan protein juga makin tinggi. Mengandalkan daging sapi atau ayam saja tidak cukup, apalagi dengan isu perubahan iklim dan keterbatasan lahan.
Daging kelinci menawarkan jalan keluar: sehat, efisien, ramah lingkungan, dan berpotensi diproduksi dalam skala besar. Tantangannya memang ada, terutama soal persepsi konsumen. Tapi dengan riset, inovasi, dan edukasi, kelinci bisa menjadi salah satu bintang baru dalam dunia peternakan masa depan.
Daging kelinci adalah sumber protein berkualitas tinggi yang masih kurang dimanfaatkan. Hambatan utamanya terletak pada persepsi konsumen, isu etika, dan lemahnya pemasaran.
Namun, peluangnya besar: dari gizi unggul, jejak karbon rendah, hingga potensi pasar yang luas. Jika strategi peningkatan kualitas dan edukasi konsumen dilakukan secara konsisten, kelinci bisa menjadi salah satu pilar penting dalam sistem pangan global yang berkelanjutan.
Jadi, jangan kaget kalau suatu hari nanti, di samping ayam goreng dan sate kambing, kita juga menemukan sate kelinci sebagai pilihan protein sehat dan ramah lingkungan di meja makan dunia.
Baca juga artikel tentang: Mengurangi Gas Rumah Kaca dari Sapi: Solusi Mengejutkan dari Ampas Kopi
REFERENSI:
Kumar, Pavan dkk. 2025. Improving quality and consumer acceptance of rabbit meat: Prospects and challenges. Meat science 219, 109660. https://doi.org/10.1016/j.meatsci.2024.109660