Ketika kita membeli ayam di pasar atau supermarket, jarang sekali kita memikirkan perjalanan panjang yang ditempuh ayam itu: mulai dari peternakan, pakan, lingkungan kandang, hingga akhirnya sampai ke meja makan. Namun, di balik rantai produksi unggas ini, ada ancaman serius yang bisa membahayakan kesehatan manusia, yaitu bakteri Salmonella enterica serotipe Infantis (sering disingkat S. Infantis).
Bakteri ini dikenal sebagai salah satu penyebab utama penyakit bawaan makanan (foodborne disease). Lebih mengkhawatirkan lagi, penelitian terbaru dari Peru menemukan bahwa S. Infantis di peternakan unggas lokal sudah menunjukkan kemampuan resisten terhadap berbagai jenis antibiotik. Artinya, jika manusia terinfeksi bakteri ini, pengobatan menjadi lebih sulit karena antibiotik yang biasanya efektif tidak lagi bekerja.
Baca juga artikel tentang: Mengapa Warna Cangkang Telur Bisa Berbeda? Ini Jawaban dari Ilmu Genetika
Apa Itu Salmonella?
Salmonella adalah genus bakteri yang sering ditemukan pada unggas, sapi, dan juga lingkungan peternakan. Jika makanan yang terkontaminasi Salmonella dikonsumsi manusia, dapat menyebabkan salmonellosis, penyakit yang menimbulkan gejala seperti diare, demam, sakit perut, dan mual. Pada kasus berat, infeksi bisa berakibat fatal, terutama pada anak kecil, lansia, atau orang dengan sistem imun lemah.
Serotipe Infantis adalah salah satu varian yang semakin sering dilaporkan di berbagai negara. Tidak hanya berbahaya karena bisa menular lewat makanan, tetapi juga karena sifatnya yang makin kebal terhadap obat-obatan.
Bagaimana Penelitian Ini Dilakukan?
Penelitian di Peru yang dipublikasikan tahun 2025 ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar masalah resistensi antibiotik pada S. Infantis di rantai produksi ayam pedaging.
Para peneliti mengambil sampel dari:
- Hati ayam (tempat bakteri bisa bertahan hidup),
- Litter atau alas kandang (campuran kotoran, pakan, dan bahan alas),
- Karkas ayam (daging yang sudah dipotong).
Sampel dikumpulkan dari beberapa peternakan ayam di sekitar Lima, Peru, selama periode 2022–2023. Total ada ratusan sampel yang dianalisis di laboratorium.
Hasilnya cukup mengkhawatirkan:
- 10,1% dari sampel burung hidup mengandung S. Infantis,
- 4,7% dari litter kandang positif,
- 8% dari daging ayam yang diuji juga terdeteksi bakteri ini.
Lebih parahnya lagi, hampir semua isolat yang diperoleh menunjukkan multi-resistensi terhadap berbagai jenis antibiotik, termasuk obat umum yang sering digunakan dalam dunia kedokteran hewan maupun manusia.

Hasil penelitian ini menegaskan betapa erat kaitannya kesehatan hewan, lingkungan peternakan, dan kesehatan manusia. Ayam yang terinfeksi S. Infantis mungkin tidak selalu terlihat sakit. Namun, bakteri tersebut bisa menyebar melalui kotoran, mencemari kandang, peralatan, hingga pekerja yang menangani unggas.
Ketika ayam dipotong, bakteri bisa berpindah ke daging. Jika daging tidak dimasak dengan benar atau terjadi kontaminasi silang di dapur, risiko infeksi bagi manusia meningkat drastis.
Dengan kata lain, apa yang terjadi di peternakan ayam tidak berhenti di sana—tetapi bisa berdampak langsung pada masyarakat luas.
Mengapa Resistensi Antibiotik Itu Bahaya?
Antibiotik adalah salah satu penemuan terbesar dalam dunia kedokteran. Obat ini menyelamatkan jutaan nyawa sejak pertama kali digunakan pada abad ke-20. Namun, penggunaan antibiotik yang berlebihan, baik pada manusia maupun hewan ternak, membuat banyak bakteri belajar untuk “melawan”.

Fenomena ini disebut resistensi antibiotik. Begitu bakteri kebal, obat yang dulunya manjur tidak lagi efektif. Dampaknya serius:
- Infeksi jadi lebih sulit disembuhkan,
- Biaya perawatan medis meningkat,
- Risiko kematian pasien bertambah.
WHO bahkan menyebut resistensi antibiotik sebagai salah satu ancaman kesehatan global terbesar abad ini.
Apa Penyebabnya di Peternakan?
Ada beberapa faktor utama yang membuat bakteri resisten berkembang pesat di peternakan unggas:
- Penggunaan antibiotik sebagai pencegahan (profilaksis), bukan hanya untuk mengobati ayam sakit, tetapi juga untuk mencegah penyakit.
- Antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan, di beberapa negara masih digunakan untuk mempercepat pertambahan bobot ayam.
- Kondisi kandang yang padat, sehingga penyakit mudah menyebar, dan peternak bergantung pada antibiotik.
- Kurangnya pengawasan ketat terkait jenis dan dosis antibiotik yang digunakan.
Dalam jangka panjang, praktik ini membuat bakteri seperti S. Infantis semakin kebal.
Apa yang Bisa Dilakukan?
Untungnya, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mengurangi risiko:
- Manajemen kandang yang baik – menjaga kebersihan litter, ventilasi, dan kepadatan ayam agar penyakit tidak mudah menyebar.
- Vaksinasi unggas – beberapa vaksin bisa menurunkan risiko infeksi Salmonella.
- Penggunaan antibiotik yang bijak – hanya dipakai ketika benar-benar dibutuhkan, sesuai anjuran dokter hewan.
- Alternatif alami – penelitian terbaru mengeksplorasi probiotik, prebiotik, dan fitogenik (ekstrak tumbuhan) sebagai pengganti antibiotik.
- Pengawasan ketat dalam rantai pasok – mulai dari peternakan, rumah potong, hingga distribusi daging ke pasar.
- Edukasi konsumen – masyarakat perlu tahu pentingnya memasak daging ayam hingga matang sempurna dan menjaga kebersihan dapur untuk mencegah kontaminasi silang.
Pesan untuk Peternak dan Konsumen
Bagi peternak, hasil penelitian ini bisa menjadi peringatan keras bahwa ketergantungan pada antibiotik bukanlah solusi jangka panjang. Justru, hal itu bisa menjadi bumerang karena memunculkan bakteri super yang sulit dikendalikan.
Bagi konsumen, ada beberapa hal sederhana yang bisa dilakukan:
- Masak daging ayam hingga matang (minimal 74°C di bagian dalam).
- Cuci tangan, talenan, dan peralatan dapur setelah kontak dengan daging mentah.
- Jangan mencuci ayam mentah dengan air, karena bisa menyebarkan bakteri ke permukaan lain.
Penelitian di Peru ini membuka mata kita bahwa persoalan resistensi antibiotik bukan sekadar masalah medis, tetapi juga masalah peternakan, lingkungan, dan rantai pangan global. Seekor ayam di kandang bisa jadi titik awal bagi penyebaran bakteri yang kebal obat ke seluruh dunia.
Dengan kolaborasi antara peternak, peneliti, pemerintah, dan konsumen, kita bisa memperlambat laju resistensi antibiotik. Sebab jika tidak, masa depan bisa dipenuhi bakteri yang tak lagi mempan dilawan obat apa pun—sebuah ancaman yang jauh lebih menakutkan daripada ayam sakit di kandang.
Baca juga artikel tentang: Mengurangi Gas Rumah Kaca dari Sapi: Solusi Mengejutkan dari Ampas Kopi
REFERENSI:
Davalos, Sebastian dkk. 2025. Multiple antibiotic resistance of Salmonella Infantis in the Peruvian poultry production chain: Detection in birds, the farming environment, and chicken carcasses. Preventive Veterinary Medicine 234, 106364.

