Di balik gurihnya ikan goreng dan lezatnya udang di meja makan, ada cerita panjang dari kolam budidaya. Pakan ikan dan udang merupakan salah satu faktor utama yang menentukan kesehatan, pertumbuhan, serta kualitas produk yang akhirnya sampai ke konsumen. Namun, sebuah studi terbaru di Bangladesh mengungkapkan masalah serius: pakan lokal ternyata mengandung racun jamur (aflatoksin) dan logam berat berbahaya seperti timbal (Pb), kromium (Cr), dan kadmium (Cd).
Penelitian ini menguji 48 sampel pakan dari dua wilayah besar (Dhaka dan Sathkhira) dan hasilnya cukup mengejutkan. Konsentrasi aflatoksin dan logam berat di pakan berada pada tingkat yang bisa membahayakan ikan, udang, bahkan manusia yang mengonsumsinya.
Aflatoksin adalah racun yang diproduksi oleh jamur Aspergillus, biasanya tumbuh pada bahan pangan atau pakan yang disimpan dalam kondisi lembap dan panas. Racun ini sudah lama dikenal sebagai salah satu karsinogen (pemicu kanker) paling berbahaya.
Dalam penelitian ini, kadar total aflatoksin pada pakan ikan ditemukan mencapai 196,25 mg/kg, angka yang sangat tinggi. Bagi ikan, kadar setinggi ini bisa mengganggu fungsi hati, menurunkan sistem imun, dan memperlambat pertumbuhan. Bagi manusia, risiko lebih besar lagi, mulai dari gangguan hati, kanker, hingga keracunan akut bila terakumulasi dalam jangka panjang.
Baca juga artikel tentang: Inovasi Hijau: Dari Cangkang Udang ke Pakan Akuakultur Bernutrisi Tinggi
Logam Berat: Racun yang Tidak Bisa Hancur
Selain aflatoksin, pakan juga tercemar logam berat. Hasil penelitian menunjukkan:
- Timbal (Pb) pada pakan udang mencapai 3,324 mg/kg
- Kromium (Cr) pada pakan udang mencapai 174,6 mg/kg
- Kadmium (Cd) pada pakan ikan mencapai 0,398 mg/kg
Berbeda dengan racun biologis, logam berat tidak bisa diuraikan tubuh. Sekali masuk, mereka cenderung menumpuk di organ penting seperti hati, ginjal, dan tulang. Timbal bisa merusak sistem saraf, kromium dapat menimbulkan kanker, dan kadmium berdampak buruk pada ginjal serta sistem reproduksi.
Dampak bagi Peternak dan Lingkungan
Bagi peternak ikan dan udang, kualitas pakan sangat menentukan keberhasilan usaha. Pakan yang tercemar racun bukan hanya menurunkan produktivitas, tetapi juga meningkatkan angka kematian. Bayangkan biaya yang harus dikeluarkan untuk pakan mahal, tapi hasil panen justru turun drastis.
Selain itu, pakan yang terkontaminasi juga bisa memengaruhi kualitas air di kolam. Logam berat dan sisa aflatoksin dapat larut ke lingkungan, mencemari tanah dan air sekitar tambak. Pada akhirnya, pencemaran ini bukan hanya masalah peternak, tetapi juga masalah lingkungan yang lebih luas.

Kekhawatiran terbesar tentu ada pada konsumen. Ikan dan udang yang sehari-hari kita konsumsi bisa menjadi “pintu masuk” racun ke tubuh manusia. Walaupun tubuh punya kemampuan detoksifikasi alami, paparan berulang dalam jangka panjang bisa berakibat fatal.
Kandungan aflatoksin yang tinggi dapat meningkatkan risiko kanker hati, terutama di negara-negara dengan konsumsi ikan yang tinggi. Sementara itu, logam berat yang menumpuk di jaringan ikan dan udang bisa menimbulkan gangguan kesehatan pada anak-anak (gangguan tumbuh kembang), orang dewasa (kerusakan organ), hingga ibu hamil (gangguan janin).
Mengapa Ini Terjadi?
Ada beberapa faktor penyebab pakan ikan dan udang di Bangladesh tercemar:
- Penyimpanan yang buruk – Suhu tinggi dan kelembapan memicu pertumbuhan jamur penghasil aflatoksin.
- Bahan baku tidak terkendali – Sumber pakan lokal mungkin mengandung sisa limbah atau bahan murah yang tidak melalui uji kualitas.
- Kurangnya pengawasan – Belum ada regulasi ketat untuk memantau kandungan racun dan logam berat dalam pakan hewan air.
- Polusi lingkungan – Sungai dan tambak yang sudah tercemar logam berat bisa menjadi jalur masuk ke bahan baku pakan.
Apa Solusinya?
Meski masalah ini terdengar mengkhawatirkan, masih ada jalan keluar:
- Peningkatan standar penyimpanan pakan
Peternak perlu memastikan pakan disimpan di tempat kering, sejuk, dan terlindung dari kelembapan. - Pengawasan ketat bahan baku
Pemerintah dan industri pakan harus menetapkan standar maksimal kandungan aflatoksin dan logam berat yang diizinkan. - Pemantauan rutin
Pakan perlu diuji secara rutin menggunakan teknologi modern seperti HPLC (untuk aflatoksin) dan AAS (untuk logam berat). - Penggunaan bahan alternatif
Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan aditif alami (seperti tanah liat bentonit atau ragi tertentu) bisa membantu mengikat aflatoksin dan mengurangi dampaknya pada ikan. - Kesadaran konsumen
Masyarakat juga perlu didorong untuk lebih kritis terhadap asal-usul produk ikan dan udang yang mereka beli. Labelisasi dan sertifikasi bisa membantu.
Kasus di Bangladesh ini menjadi pengingat keras bagi kita semua. Pakan bukan sekadar makanan untuk hewan, tapi juga mata rantai pertama yang menentukan keamanan pangan manusia. Jika pakan terkontaminasi, maka ikan dan udang yang kita makan juga tidak aman.
Dengan meningkatnya permintaan global akan ikan dan udang sebagai sumber protein, kualitas pakan harus mendapat perhatian serius. Tanpa langkah cepat, masalah ini bisa menjadi ancaman besar bagi kesehatan masyarakat, peternakan, dan lingkungan.
Menjaga keamanan pakan berarti menjaga masa depan pangan dunia.
Baca juga artikel tentang: Budidaya Walet: Cara Baru Desa Mengubah Alam Jadi Peluang Ekonomi yang Menjanjikan
REFERENSI:
Tabassum, Anika dkk. 2025. Evaluation of Aflatoxins and Heavy Metals Exposure in the Local Feeds of Fish and Shrimp in Bangladesh. Biological Trace Element Research 203 (2), 1129-1141.


