Susu dan produk olahannya seperti keju, yoghurt, dan mentega sudah lama menjadi bagian penting dari pola makan manusia. Dari anak-anak hingga orang tua, susu dianggap sebagai sumber kalsium, protein, dan vitamin yang mendukung kesehatan tulang, pertumbuhan, serta imunitas. Namun, di balik manfaatnya, penelitian terbaru menunjukkan adanya ancaman baru yang perlu kita waspadai: kontaminasi susu oleh PFAS, atau per- dan polyfluoroalkyl substances.
PFAS adalah kelompok bahan kimia buatan manusia yang dikenal dengan julukan “forever chemicals” atau “bahan kimia abadi”. Julukan ini muncul karena sifatnya yang sangat stabil dan sulit terurai di alam. PFAS tahan panas, air, dan minyak, sehingga banyak digunakan dalam produk sehari-hari, mulai dari wajan anti lengket, kemasan makanan, tekstil tahan air, hingga busa pemadam kebakaran.
Sayangnya, sifat “tahan banting” ini membuat PFAS tidak mudah rusak di lingkungan. Akibatnya, senyawa ini dapat menumpuk di tanah, air, udara, bahkan tubuh makhluk hidup, termasuk hewan ternak dan manusia.
Baca juga artikel tentang: Inovasi Hijau: Dari Cangkang Udang ke Pakan Akuakultur Bernutrisi Tinggi
Bagaimana PFAS Masuk ke Susu?
Menurut penelitian terbaru yang dibahas dalam Food Additives & Contaminants (2025), PFAS bisa mencemari susu dan produk olahannya melalui berbagai jalur:
- Air dan Pakan Ternak
Sapi perah yang minum air atau makan hijauan yang sudah terkontaminasi PFAS dapat menyerap zat ini ke dalam tubuhnya. Lama-kelamaan, PFAS bisa berpindah ke susu yang dihasilkan. - Lingkungan Sekitar Peternakan
Daerah industri yang banyak menggunakan atau membuang PFAS berpotensi mencemari tanah dan sumber air di sekitarnya. Hal ini tentu berisiko besar bagi peternakan sapi perah yang berada di wilayah tersebut. - Kemasan dan Proses Produksi
Produk olahan susu seperti keju atau mentega bisa terkontaminasi PFAS dari kemasan tahan minyak atau dari peralatan produksi yang menggunakan bahan mengandung PFAS.

Bahaya PFAS bukan hanya karena ia sulit terurai, tapi juga karena dampaknya terhadap kesehatan. Beberapa risiko yang sudah terbukti antara lain:
- Gangguan Hormonal (Endocrine Disruption): PFAS bisa meniru atau mengacaukan kerja hormon tubuh, mengganggu metabolisme dan reproduksi.
- Penurunan Imunitas: Beberapa studi menunjukkan PFAS bisa melemahkan sistem kekebalan, membuat tubuh lebih rentan terhadap infeksi.
- Risiko Kanker: Badan internasional seperti EPA (Environmental Protection Agency) menyebut PFAS tertentu sebagai karsinogen potensial.
- Dampak Jangka Panjang: Karena sulit terurai, PFAS bisa menumpuk di tubuh manusia seumur hidup, bahkan bisa diwariskan ke generasi berikutnya melalui kehamilan dan ASI.
Gambaran Global Kontaminasi PFAS pada Susu
Hasil tinjauan literatur menunjukkan bahwa pola kontaminasi PFAS sangat beragam di berbagai negara. Faktor yang memengaruhi antara lain:
- Aktivitas industri lokal – Semakin banyak industri yang menggunakan PFAS, semakin besar potensi kontaminasi.
- Praktik pertanian dan peternakan – Penggunaan air irigasi, kualitas pakan, serta lokasi kandang sangat menentukan.
- Kebijakan regulasi – Negara dengan regulasi ketat cenderung memiliki kadar PFAS lebih rendah pada produk pangan.
Beberapa penelitian menemukan kadar PFAS cukup signifikan di susu yang diproduksi dekat area industri, sementara di daerah dengan kontrol lingkungan ketat, kadarnya jauh lebih rendah.
Ancaman Bagi Peternak dan Konsumen
Bagi peternak, kontaminasi PFAS bukan sekadar isu kesehatan masyarakat, tetapi juga ancaman ekonomi. Jika susu terbukti terkontaminasi, produk bisa ditolak pasar, menurunkan kepercayaan konsumen, dan merugikan usaha peternakan.
Sementara bagi konsumen, risiko terbesar adalah akumulasi PFAS dalam tubuh dari konsumsi susu dan produk olahannya dalam jangka panjang. Hal ini menimbulkan kekhawatiran serius, terutama bagi anak-anak yang sangat bergantung pada susu sebagai sumber gizi utama.
Apa yang Bisa Dilakukan?
- Pengawasan Lebih Ketat
Pemerintah perlu memperketat regulasi terkait emisi industri, penggunaan PFAS dalam pertanian, serta kualitas air dan pakan ternak. - Edukasi Peternak
Peternak harus diberi informasi tentang sumber potensial PFAS, cara mencegah kontaminasi, dan pentingnya uji kualitas pakan serta air minum ternak. - Inovasi Pakan dan Teknologi
Pengembangan pakan yang bebas kontaminan, serta teknologi filtrasi air yang lebih efektif bisa membantu mengurangi risiko masuknya PFAS ke dalam rantai pangan. - Kesadaran Konsumen
Konsumen perlu memahami isu ini agar lebih peduli terhadap asal-usul susu yang mereka konsumsi, termasuk memilih produk dari peternakan dengan standar tinggi.
Harapan ke Depan
Meskipun PFAS dikenal sebagai “bahan kimia abadi”, bukan berarti masalah ini tidak bisa diatasi. Penelitian terbaru membuka jalan untuk perbaikan sistem produksi pangan, mulai dari regulasi hingga inovasi di tingkat peternakan.
Jika pemerintah, ilmuwan, peternak, dan konsumen bekerja sama, kita bisa mengurangi risiko PFAS dalam rantai pangan. Dengan demikian, susu tetap menjadi sumber gizi yang aman dan menyehatkan, tanpa ancaman tersembunyi.
Susu adalah bagian penting dari gizi manusia, namun kini kita menghadapi tantangan baru dari kontaminasi PFAS. Senyawa kimia buatan ini bisa masuk ke susu melalui air, pakan, dan lingkungan industri, serta menimbulkan risiko serius bagi kesehatan dan keberlanjutan peternakan.
Namun, dengan regulasi ketat, edukasi, serta inovasi teknologi, ancaman ini bisa ditekan. Kita perlu melihat PFAS bukan hanya sebagai masalah kimia, tetapi sebagai alarm untuk membangun sistem pangan yang lebih aman dan berkelanjutan di masa depan.
Baca juga artikel tentang: Budidaya Walet: Cara Baru Desa Mengubah Alam Jadi Peluang Ekonomi yang Menjanjikan
REFERENSI:
Hossini, Hooshyar dkk. 2025. Per-and polyfluoroalkyl substances (PFAS) in milk and dairy products: a literature review of the occurrence, contamination sources, and health risks. Food Additives & Contaminants: Part A 42 (9), 1284-1296.


