Dalam kehidupan sehari-hari, banyak dari kita yang mengonsumsi makanan hewani, mulai dari daging sapi, ayam, dan babi, hingga susu, telur, dan ikan. Semua makanan ini digolongkan sebagai animal-derived foods (ADF) atau makanan yang berasal dari hewan. Keberadaan ADF sangat penting karena menjadi sumber utama zat gizi esensial yang sulit didapatkan dari makanan nabati saja, seperti protein lengkap, zat besi heme, vitamin B12, dan asam lemak tertentu.
Namun, konsumsi makanan hewani juga membawa perdebatan besar. Di satu sisi, ADF berperan penting dalam mengatasi stunting (pertumbuhan terhambat), anemia, serta kekurangan gizi pada anak-anak dan orang dewasa di berbagai belahan dunia. Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa pola makan yang terlalu tinggi produk hewani bisa meningkatkan risiko penyakit kronis, menambah beban lingkungan, bahkan menimbulkan persoalan etika terkait kesejahteraan hewan.
Baca juga artikel tentang: Inovasi Hijau: Dari Cangkang Udang ke Pakan Akuakultur Bernutrisi Tinggi
Mengapa Makanan Hewani Penting?
Protein dari sumber hewani dikenal sebagai protein berkualitas tinggi karena mengandung semua asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh. Asam amino ini adalah “batu bata” pembangun sel, otot, dan jaringan. Kekurangan asupan protein hewani sering dikaitkan dengan gangguan tumbuh kembang pada anak.
Selain protein, ADF juga kaya akan zat besi heme (jenis zat besi yang mudah diserap tubuh), seng, kalsium (dari susu), dan vitamin B12. Zat gizi ini sangat penting untuk fungsi otak, produksi sel darah merah, serta menjaga daya tahan tubuh.
Penelitian yang dikutip dalam artikel Frontiers in Animal Science (2025) menunjukkan bahwa masyarakat yang kekurangan asupan makanan hewani berisiko lebih tinggi mengalami stunting, gangguan perkembangan tulang, dan anemia. Dengan kata lain, produk hewani masih memegang peranan vital dalam memerangi masalah gizi global, terutama di negara-negara berkembang.
Risiko Kesehatan dari Konsumsi Berlebihan
Walaupun bermanfaat, konsumsi makanan hewani secara berlebihan juga bisa menjadi pedang bermata dua. Misalnya, daging merah berlemak tinggi jika dikonsumsi terlalu banyak dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, obesitas, dan diabetes tipe 2.
Beberapa penelitian dalam laporan tersebut menyoroti bahwa pola makan kaya daging olahan (seperti sosis, ham, dan kornet) berhubungan dengan peningkatan risiko kanker tertentu, terutama kanker usus besar. Kandungan lemak jenuh yang tinggi dalam susu penuh lemak atau daging berlemak juga dikaitkan dengan peningkatan kadar kolesterol.
Namun, penting digarisbawahi bahwa tidak semua ADF sama. Misalnya, ikan laut kaya akan asam lemak omega-3 yang justru menyehatkan jantung. Demikian pula, produk susu rendah lemak bisa menjadi sumber kalsium yang aman untuk tulang tanpa menambah risiko obesitas.

Salah satu kritik terbesar terhadap konsumsi ADF adalah dampaknya terhadap lingkungan. Produksi daging sapi, misalnya, menghasilkan emisi gas rumah kaca yang lebih tinggi dibandingkan dengan produksi makanan nabati. Laporan dari artikel ini menyebutkan bahwa ruminansia (seperti sapi dan kambing) adalah penyumbang utama emisi metana, gas rumah kaca yang berkontribusi pada perubahan iklim.
Selain itu, budidaya hewan membutuhkan lahan yang luas dan banyak air. Perbandingan sederhana: untuk menghasilkan 1 kg protein dari daging sapi, dibutuhkan lahan dan air jauh lebih banyak daripada untuk menghasilkan 1 kg protein dari kacang-kacangan.
Namun, ada juga sisi positifnya. Beberapa peneliti berpendapat bahwa dengan teknologi pakan yang lebih efisien, penggunaan produk samping pertanian, dan praktik peternakan berkelanjutan, jejak lingkungan dari ADF dapat ditekan. Misalnya, memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan ternak atau meningkatkan produktivitas susu per ekor sapi.
Dimensi Sosial dan Budaya
Tidak bisa dipungkiri, konsumsi makanan hewani juga sangat dipengaruhi oleh budaya, tradisi, dan ekonomi. Di beberapa negara, daging adalah simbol status sosial dan bagian penting dari perayaan. Sementara di negara lain, ada tradisi panjang yang lebih mengutamakan makanan nabati.
Menariknya, perubahan pola makan juga bisa dipicu oleh peristiwa tertentu. Misalnya, penelitian yang dikutip dalam artikel ini menunjukkan bahwa wabah African Swine Fever di Korea Selatan membuat masyarakat mengurangi konsumsi daging babi. Hasilnya, emisi karbon rumah tangga ikut menurun. Hal ini menunjukkan bahwa pola makan masyarakat bisa berubah dengan cepat ketika ada tekanan sosial atau kesehatan.
Di sisi lain, muncul juga tren baru berupa produk nabati alternatif yang dirancang untuk menggantikan daging dan susu. Namun, tantangannya adalah bagaimana menjaga agar produk tersebut memiliki nilai gizi setara dengan produk hewani, sekaligus diterima oleh konsumen dari berbagai latar belakang budaya.
Menuju Pola Konsumsi Seimbang
Jadi, bagaimana sebaiknya kita bersikap terhadap makanan hewani? Jawaban yang ditawarkan para peneliti adalah keseimbangan.
- Konsumsi secukupnya – ADF sebaiknya dikonsumsi dalam jumlah yang sesuai kebutuhan, tidak berlebihan.
- Pilih yang lebih sehat – Mengutamakan ikan, daging tanpa lemak, dan produk susu rendah lemak bisa menurunkan risiko penyakit.
- Peternakan berkelanjutan – Mendukung produk yang dihasilkan dari sistem peternakan ramah lingkungan dapat mengurangi dampak negatif pada bumi.
- Diversifikasi protein – Mengombinasikan protein hewani dan nabati membantu menjaga asupan gizi seimbang sekaligus mengurangi ketergantungan pada ADF.
Makanan hewani jelas memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan gizi global. Namun, tantangan besar yang menyertainya, mulai dari risiko kesehatan, dampak lingkungan, hingga persoalan sosial-budaya tidak bisa diabaikan.
Kuncinya adalah menemukan titik tengah: memanfaatkan keunggulan gizi dari produk hewani, sambil mengendalikan dampak negatifnya lewat konsumsi bijak, inovasi teknologi, dan pola makan yang lebih beragam.
Dengan begitu, kita bisa menjaga kesehatan manusia sekaligus bumi tempat kita tinggal.
Baca juga artikel tentang: Budidaya Walet: Cara Baru Desa Mengubah Alam Jadi Peluang Ekonomi yang Menjanjikan
REFERENSI:
Wood, Jeff dkk. 2025. Animal-derived foods in our diets: nutrition, health and social implications. Frontiers in Animal Science 6, 1561770.


