Tahukah Anda bahwa sapi, meskipun tampak jinak dan bersahabat, adalah salah satu penyumbang gas rumah kaca terbesar di dunia? Bukan karena perilaku mereka, melainkan karena sistem pencernaannya yang unik. Sapi adalah hewan ruminansia, artinya mereka mencerna makanan melalui proses fermentasi di dalam rumen (perut khusus yang penuh mikroba).
Proses ini memang membuat sapi bisa mengolah rumput dan serat kasar yang tidak bisa dicerna manusia. Namun, ada “efek samping” yang cukup serius: sapi menghasilkan metana (CH₄), salah satu gas rumah kaca paling kuat yang bisa memerangkap panas hingga 28 kali lebih besar daripada karbon dioksida. Setiap sendawa sapi ternyata menyumbang pada pemanasan global.
Bagi peternakan modern, tantangannya jelas: bagaimana memberi pakan sapi agar mereka tetap sehat, produktif menghasilkan susu atau daging, tetapi dengan emisi metana yang lebih rendah.
Baca juga artikel tentang: Inovasi Marikultur: Membawa Lobster, Bawal, dan Abalon ke Puncak Pasar Global
Solusi dari Fermentasi Pakan
Sebuah penelitian terbaru yang dipublikasikan di Animal Feed Science and Technology (2025) mencoba menjawab pertanyaan ini. Para peneliti meneliti efek dari pakan konsentrat tinggi yang difermentasi menggunakan selulase (enzim yang memecah serat) dan bakteri asam laktat (LABs).
Apa maksudnya?
- Selulase membantu memecah serat kasar dalam pakan, sehingga lebih mudah dicerna.
- Bakteri asam laktat (seperti yang juga ada pada yoghurt atau tempe) membantu proses fermentasi, menjaga kestabilan pakan, dan mendukung mikroba baik dalam rumen.
Dengan memadukan keduanya, pakan sapi tidak hanya menjadi lebih bergizi, tapi juga berpotensi mengurangi produksi gas metana di perut sapi.
Bagaimana Penelitian Ini Dilakukan?
Para peneliti menggunakan metode in vitro (simulasi laboratorium) untuk meniru kondisi di dalam rumen sapi. Mereka menyiapkan total mixed ration (TMR), yaitu campuran pakan yang terdiri dari konsentrat (biji-bijian kaya energi) dan forages (rumput atau hijauan). Perbandingannya 60:40, yang disebut sebagai diet konsentrat tinggi.
Lalu, pakan ini difermentasi dengan kombinasi selulase dan LABs. Selanjutnya, para peneliti mengukur:
- Fermentasi di dalam rumen,
- Produksi gas metana,
- Komposisi mikroba rumen,
- Potensi produksi susu berdasarkan nilai energi dan protein dari pakan.
Hasilnya kemudian dibandingkan dengan model produksi susu (Cornell-Penn Miner Dairy Model) untuk memprediksi berapa liter susu yang mungkin dihasilkan sapi.

Penelitian menemukan bahwa pakan konsentrat tinggi yang difermentasi dengan selulase dan LABs mampu:
- Meningkatkan efisiensi fermentasi rumen – artinya sapi lebih banyak menyerap nutrisi dari pakan yang sama.
- Mengurangi emisi metana – mikroba dalam rumen menghasilkan lebih sedikit gas rumah kaca.
- Menyeimbangkan mikroba rumen – jumlah bakteri baik meningkat, sementara mikroba penghasil metana ditekan.
- Meningkatkan potensi produksi susu – berdasarkan perhitungan, sapi yang diberi pakan fermentasi ini bisa menghasilkan sekitar 36–37 liter susu per hari, jumlah yang cukup tinggi untuk standar internasional.
Dengan kata lain, metode ini bukan hanya ramah lingkungan, tetapi juga menguntungkan peternak karena meningkatkan hasil produksi.
Kenapa Ini Penting?
Di era sekarang, konsumen tidak hanya peduli dengan harga dan kualitas susu, tetapi juga dengan jejak lingkungan dari produk peternakan. Konsep “susu hijau” atau daging yang ramah lingkungan semakin diminati pasar global.
Jika teknologi fermentasi pakan ini diterapkan secara luas, maka industri sapi perah bisa berkontribusi dalam:
- Mengurangi emisi gas rumah kaca,
- Menghemat biaya pakan dengan memaksimalkan pemanfaatan nutrisi,
- Menjaga kesehatan sapi karena sistem pencernaan lebih stabil,
- Memberikan nilai tambah bagi peternak melalui produksi susu yang lebih tinggi.
Tantangan yang Masih Ada
Meski menjanjikan, tentu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
- Biaya produksi pakan fermentasi – Apakah peternak kecil mampu mengadopsinya?
- Skala industri – Penelitian ini masih berbasis laboratorium (in vitro), sehingga perlu diuji di lapangan dengan ribuan sapi.
- Penerimaan pasar – Konsumen mungkin perlu edukasi tentang bagaimana teknologi ini bekerja agar mereka percaya bahwa produk yang dihasilkan aman dan sehat.
Menuju Peternakan Ramah Lingkungan
Peternakan masa depan bukan hanya soal memberi makan ternak, tetapi juga menjaga bumi tetap lestari. Dengan populasi manusia yang terus bertambah, kebutuhan susu dan daging akan semakin tinggi. Namun, kita tidak bisa menutup mata terhadap dampak lingkungan.
Fermentasi pakan dengan bantuan enzim dan mikroba adalah salah satu langkah inovatif menuju pertanian berkelanjutan. Bayangkan jika semua peternakan sapi perah di dunia menggunakan metode ini—kita bisa memangkas jutaan ton emisi metana setiap tahunnya!
Selain itu, ada peluang besar untuk menggabungkan teknologi ini dengan pendekatan lain, misalnya penggunaan aditif pakan pengurang metana, manajemen kotoran yang lebih efisien, hingga integrasi energi terbarukan di peternakan.
Studi dari Ma dkk. (2025) ini menunjukkan bahwa perubahan kecil dalam cara kita menyiapkan pakan sapi bisa berdampak besar pada lingkungan dan produktivitas. Dengan fermentasi pakan konsentrat tinggi menggunakan selulase dan bakteri asam laktat, kita dapat menghasilkan susu lebih banyak, sapi lebih sehat, dan bumi yang lebih hijau.
Bagi para peternak, ini adalah kabar baik: inovasi yang ramah lingkungan ternyata bisa berjalan seiring dengan keuntungan ekonomi. Dan bagi kita sebagai konsumen, mungkin suatu hari nanti segelas susu yang kita minum bukan hanya menyehatkan tubuh, tetapi juga menyehatkan bumi.
Baca juga artikel tentang: Ikan Budidaya Lebih Bersih: Peluang Besar untuk Peternak Ikan Masa Depan
REFERENSI:
Ma, Haokai dkk. 2025. Regulatory effects of high concentrate diet synergistically fermented with cellulase and lactic acid bacteria: In vitro ruminal fermentation, methane production, and rumen microbiome. Animal Feed Science and Technology 319, 116194.



Pingback: Fuzzy Logic untuk Peternak Ikan: Hemat Pakan, Air Tetap Sehat - Solusi Peternakan Indonesia