Selama ini, kita sering mendengar bahwa sumber protein utama dalam pakan ternak berasal dari kedelai dan tepung ikan. Namun, seiring meningkatnya kebutuhan pakan dunia, kedua bahan tersebut menghadapi banyak tantangan: harga mahal, persaingan dengan kebutuhan manusia, hingga isu lingkungan. Karena itu, para peneliti mulai melirik alternatif baru. Salah satu kandidat yang kian populer adalah larva ulat Jerman atau Tenebrio molitor, yang sering juga disebut mealworm.
Ulat Jerman bukanlah hama, melainkan serangga yang bisa diternakkan dan dipanen sebagai sumber protein hewani. Mereka sudah mulai dikenal di industri pangan manusia (misalnya sebagai tepung protein untuk camilan sehat), tetapi kini penelitian juga fokus pada potensi ulat ini sebagai bahan baku pakan ternak yang ramah lingkungan.
Sebuah penelitian terbaru yang dimuat di Journal of Insects as Food and Feed (2025) mencoba memahami bagaimana komposisi nutrisi pakan memengaruhi pertumbuhan, perkembangan, serta kandungan protein dan lemak dalam larva ulat Jerman. Hasilnya membuka jalan baru untuk mengoptimalkan produksi protein berbasis serangga ini.
Baca juga artikel tentang: Ikan Budidaya Lebih Bersih: Peluang Besar untuk Peternak Ikan Masa Depan
Apa yang Diuji Peneliti?
Para peneliti memberi makan ulat Jerman dengan berbagai kombinasi nutrisi:
- Protein (dari kasein, protein susu)
- Lipid/lemak (dari minyak gandum)
- Karbohidrat (dari glukosa)
- Mineral dan vitamin (dari premiks khusus)
Sebagai pembanding, mereka juga menggunakan pakan berbasis gandum (wheat bran), yang umum dipakai dalam pemeliharaan mealworm.
Ulat-ulat tersebut dipelihara selama 24 hari, lalu diteliti pertumbuhan, tingkat metamorfosis (pupa), dan komposisi tubuhnya, khususnya kandungan protein dan lemak.

Temuan Utama Penelitian
- Peran Protein Sangat Penting
Ulat yang hanya diberi selulosa berhenti tumbuh setelah 10 hari dan tidak bisa bermetamorfosis. Penambahan protein (kasein) membantu mereka bertahan hidup, tetapi pertumbuhannya jauh lebih lambat dibanding ulat yang diberi pakan gandum. Artinya, protein mutlak diperlukan, tetapi tidak cukup jika berdiri sendiri. - Kombinasi Nutrisi Lebih Efektif
Saat kasein ditambah mineral dan vitamin, pertumbuhan serta kemampuan ulat untuk bermetamorfosis meningkat. Hasilnya masih belum setara dengan pakan gandum, tetapi jauh lebih baik dibanding hanya protein saja. - Lemak Menambah Nilai Tambah
Penambahan minyak gandum meningkatkan pertumbuhan larva. Namun, jika minyak ini digabung dengan glukosa, justru hasilnya menurun. Hal ini menunjukkan bahwa keseimbangan antara energi (karbohidrat) dan lemak perlu diperhatikan. - Kandungan Protein vs. Lemak Bisa Diatur
Menariknya, kandungan protein dan lemak dalam tubuh larva bisa “dikendalikan” dengan komposisi pakan. Misalnya, larva yang mendapat pakan kaya protein menghasilkan lebih banyak protein tubuh, sedangkan tambahan glukosa meningkatkan simpanan lemak. - Asam Lemak Sehat Meningkat
Ulat yang diberi pakan mengandung glukosa ternyata punya kandungan tinggi asam lemak tak jenuh ganda (PUFA), termasuk linoleat dan alfa-linolenat, asam lemak sehat yang juga penting untuk pakan hewan maupun manusia.

Produksi ulat Jerman sebagai sumber protein alternatif memiliki banyak keuntungan:
- Ramah lingkungan: membutuhkan lahan dan air jauh lebih sedikit dibanding kedelai atau ternak sapi.
- Makanan dari limbah: ulat dapat tumbuh dengan baik pada limbah pertanian seperti dedak gandum.
- Kandungan gizi fleksibel: dengan mengatur pakan, kita bisa “mendesain” komposisi ulat agar lebih kaya protein atau lemak, sesuai kebutuhan pakan ternak tertentu.
- Sirkular ekonomi: limbah pertanian yang sebelumnya tidak bernilai bisa diubah jadi sumber protein bernilai tinggi.
Bagi peternak ayam, ikan, atau babi, ulat Jerman dapat menjadi bahan campuran pakan yang memperbaiki kandungan protein dan asam lemak. Bahkan, dalam skala tertentu, mealworm bisa mengurangi ketergantungan pada tepung ikan yang harganya terus meningkat.
Tantangan dan Masa Depan
Meski hasil penelitian ini menjanjikan, ada beberapa tantangan:
- Skala produksi: beternak ulat dalam jumlah besar butuh sistem khusus, terutama dalam menjaga suhu, kelembapan, dan sanitasi.
- Biaya produksi: meskipun lebih efisien dari daging sapi atau ikan, saat ini harga ulat masih lebih mahal dibanding kedelai.
- Penerimaan masyarakat: sebagian orang masih “geli” dengan ide serangga jadi makanan, meski untuk pakan hewan ini biasanya lebih mudah diterima.
Namun, dengan meningkatnya minat dunia pada pakan berkelanjutan, riset seperti ini membantu kita memahami bagaimana memaksimalkan potensi ulat Jerman. Pengetahuan tentang pengaruh nutrisi terhadap pertumbuhan larva membuat produksi bisa dioptimalkan sesuai target, apakah ingin larva lebih kaya protein untuk pakan ayam pedaging, atau lebih tinggi lemak untuk pakan ikan.
Penelitian ini menegaskan bahwa pakan menentukan kualitas larva ulat Jerman sebagai sumber protein. Kombinasi yang tepat antara protein, lemak, karbohidrat, serta mineral dan vitamin akan menghasilkan mealworm dengan pertumbuhan cepat dan komposisi gizi ideal.
Dengan pendekatan ini, ulat Jerman bisa menjadi bagian penting dari solusi global dalam menyediakan pakan ternak yang lebih murah, sehat, dan ramah lingkungan. Bukan tidak mungkin, di masa depan, ulat ini menjadi bahan utama dalam pakan unggas dan ikan, sekaligus mengurangi tekanan pada sumber daya alam yang terbatas.
Baca juga artikel tentang: Inovasi Marikultur: Membawa Lobster, Bawal, dan Abalon ke Puncak Pasar Global
REFERENSI:
Tamim, B dkk. 2025. Effects of feed nutrients on growth, development and the deposition of protein and fat in Tenebrio molitor larvae. Journal of Insects as Food and Feed 11 (9), 1619-1632.


