Ketika mendengar kata aspartam, mungkin pikiran kita langsung tertuju pada minuman ringan diet atau permen bebas gula. Aspartam memang sudah lama digunakan sebagai pemanis buatan pengganti gula, karena rendah kalori dan manisnya kuat. Namun, meski populer di industri makanan, penggunaan aspartam masih menimbulkan pertanyaan besar: Apakah aman jika masuk ke tubuh hewan, termasuk ikan yang kita konsumsi?
Sebuah penelitian terbaru yang terbit tahun 2025 di jurnal Animal Feed Science and Technology mencoba menjawab pertanyaan itu. Para ilmuwan menggunakan ikan bass mulut besar (Micropterus salmoides) sebagai hewan model untuk menilai efek toksik aspartam terhadap tubuh hewan. Hasilnya cukup menarik sekaligus memberi peringatan penting tentang penggunaan zat aditif dalam pakan.
Baca juga artikel tentang: Ikan Budidaya Lebih Bersih: Peluang Besar untuk Peternak Ikan Masa Depan
Kenapa Ikan Jadi Bahan Uji?
Dalam riset toksikologi makanan, ikan sering dipakai sebagai indikator awal untuk melihat dampak suatu zat terhadap kesehatan. Bass mulut besar dipilih karena hewan ini peka terhadap perubahan kualitas air dan nutrisi, serta memiliki sistem tubuh yang mirip dengan vertebrata lain, termasuk manusia. Dengan kata lain, reaksi ikan terhadap suatu zat bisa memberi gambaran awal tentang potensi dampaknya pada hewan lain.
Selain itu, ikan juga memiliki nilai ekonomi tinggi dalam akuakultur (budidaya perikanan). Jika ada bahan tambahan pakan yang berbahaya, tentu bisa memengaruhi kesehatan ikan, kualitas daging, dan keamanan pangan bagi konsumen.

Apa yang Diteliti?
Para peneliti ingin melihat tiga hal utama pada ikan bass yang diberi pakan mengandung aspartam:
- Kapasitas antioksidan tubuh – apakah tubuh ikan masih mampu melawan radikal bebas yang merusak sel?
- Histologi hati – bagaimana kondisi jaringan hati, organ vital yang bertugas mendetoksifikasi racun.
- Mikrobiota usus – apakah bakteri baik di usus terganggu, yang bisa memengaruhi pencernaan dan daya tahan tubuh?
Dengan mempelajari tiga aspek ini, ilmuwan bisa menilai apakah aspartam hanya “numpang lewat” dalam tubuh ikan, atau justru memengaruhi kesehatannya secara serius.
Hasil Utama: Tidak Seindah Rasanya yang Manis
Penelitian menemukan beberapa dampak penting:
- Pertumbuhan Ikan Terganggu
Ikan yang diberi pakan mengandung aspartam makan lebih sedikit dibanding kelompok kontrol. Ini berarti aspartam berpotensi menurunkan nafsu makan, sehingga pertumbuhan ikan tidak optimal. - Hati Mengalami Perubahan
Analisis histologi (pengamatan jaringan di bawah mikroskop) menunjukkan adanya perubahan pada struktur hati ikan. Hati adalah organ kunci untuk menyaring racun, sehingga perubahan ini memberi sinyal adanya beban kerja berlebih akibat aspartam. - Kapasitas Antioksidan Menurun
Tubuh ikan memiliki sistem alami untuk melawan radikal bebas, salah satunya lewat enzim antioksidan. Namun, ikan yang mengonsumsi aspartam mengalami penurunan kemampuan antioksidan, sehingga sel lebih rentan terhadap kerusakan. - Mikrobiota Usus Terganggu
Komunitas bakteri baik di usus ikut berubah. Padahal, keseimbangan mikrobiota sangat penting untuk mencerna makanan, menyerap nutrisi, dan menjaga daya tahan tubuh. Ketidakseimbangan ini bisa berakibat pada kesehatan jangka panjang.

Kenapa Ini Penting untuk Peternakan dan Perikanan?
Hasil ini bukan hanya soal ikan bass di laboratorium, tetapi juga punya implikasi luas bagi dunia peternakan dan perikanan:
- Keamanan Pakan: Jika aspartam atau bahan aditif lain digunakan dalam pakan ikan atau ternak, harus ada pengawasan ketat. Bahan yang aman untuk manusia dalam jumlah kecil belum tentu aman untuk hewan budidaya.
- Kualitas Produk: Perubahan pada hati atau usus ikan bisa berdampak pada kualitas dagingnya. Konsumen tentu ingin mengonsumsi ikan sehat, bukan ikan yang mengalami stres metabolik.
- Keseimbangan Ekosistem Usus: Sama seperti manusia, kesehatan hewan ternak dan ikan sangat dipengaruhi oleh mikrobiota usus. Gangguan pada komunitas bakteri usus bisa membuat hewan lebih mudah sakit.
Pelajaran untuk Industri Pangan dan Konsumen
Penelitian ini memberi pesan penting:
- Aditif buatan perlu diteliti lebih lanjut sebelum masuk ke rantai pakan hewan.
- Efek jangka panjang harus jadi fokus, bukan hanya dampak instan.
- Kesehatan hewan = kesehatan manusia. Jika hewan yang kita konsumsi terganggu kesehatannya, dampaknya bisa sampai ke meja makan kita.
Aspartam memang masih banyak diperdebatkan, terutama soal hubungannya dengan risiko kanker, gangguan saraf, atau masalah metabolik pada manusia. Kini, dengan bukti adanya dampak negatif pada ikan, semakin jelas bahwa kita perlu lebih hati-hati dalam penggunaan pemanis buatan ini, baik di industri makanan maupun pakan.
Ke Mana Arah Penelitian Selanjutnya?
Para ilmuwan menyarankan beberapa langkah lanjutan:
- Meneliti batas aman aspartam untuk hewan budidaya.
- Menguji efeknya pada hewan lain, seperti ayam, sapi, atau ikan konsumsi populer (lele, nila, salmon).
- Mencari alternatif aditif alami yang bisa meningkatkan cita rasa atau kualitas pakan tanpa merusak kesehatan hewan.
Aspartam, yang selama ini dianggap sekadar pemanis buatan di minuman ringan, ternyata bisa memberikan dampak negatif pada ikan bass mulut besar. Mulai dari menurunkan nafsu makan, melemahkan sistem antioksidan, merusak jaringan hati, hingga mengganggu mikrobiota usus.
Bagi dunia perikanan dan peternakan, temuan ini jadi pengingat penting: tidak semua bahan tambahan yang aman bagi manusia otomatis aman bagi hewan. Kesehatan hewan harus dijaga, bukan hanya demi kesejahteraan mereka, tapi juga demi keamanan pangan kita sebagai konsumen.
Di masa depan, penelitian seperti ini bisa membantu kita membangun sistem pangan yang lebih sehat, aman, dan berkelanjutan baik untuk hewan, manusia, maupun lingkungan.
Baca juga artikel tentang: Inovasi Marikultur: Membawa Lobster, Bawal, dan Abalon ke Puncak Pasar Global
REFERENSI:
Su, Qiuwen dkk. 2025. Toxicology of aspartame to largemouth bass (Micropterus salmoides) on the basis of antioxidant capacity, liver histology and the intestinal microbiota. Animal Feed Science and Technology 320, 116225.


