Pernahkah Anda mendengar bahwa sapi berkontribusi pada perubahan iklim? Bukan karena mereka sengaja, melainkan akibat proses pencernaan alami mereka. Hewan ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing, dan domba menghasilkan gas metana (CH₄) saat mencerna rumput dan pakan berserat. Gas ini dilepaskan terutama melalui sendawa, bukan kentut seperti yang sering disalahpahami.
Metana adalah gas rumah kaca yang sangat kuat, bahkan 25 kali lebih berbahaya daripada karbon dioksida dalam menjebak panas di atmosfer. Karena itu, mengurangi metana dari peternakan menjadi salah satu kunci penting dalam upaya menekan pemanasan global.
Baca juga artikel tentang: Ikan Budidaya Lebih Bersih: Peluang Besar untuk Peternak Ikan Masa Depan
Aditif Pakan: Jalan Baru Mengurangi Emisi
Para ilmuwan kini menaruh perhatian pada aditif pakan (feed additives) yang bisa membantu mengurangi produksi metana di dalam rumen (perut khusus ruminansia tempat fermentasi berlangsung). Aditif pakan ini bekerja dengan berbagai cara:
- Menghambat mikroba penghasil metana (metanogen).
- Mengalihkan jalur fermentasi agar menghasilkan senyawa lain selain metana.
- Mengubah kondisi rumen sehingga mikroba tidak bisa menghasilkan metana sebanyak biasanya.
Secara sederhana, aditif ini seperti “bumbu tambahan” dalam pakan yang tidak hanya menambah nutrisi, tetapi juga membuat proses pencernaan lebih ramah lingkungan.

Tantangan: Bagaimana Mengukur Efektivitasnya?
Meskipun hasil laboratorium menunjukkan potensi besar, pertanyaan penting muncul: Bagaimana cara menghitung seberapa banyak metana benar-benar berhasil ditekan?
Menghitung emisi metana tidaklah mudah. Ada beberapa tingkat pengukuran yang bisa dilakukan:
- Level individu hewan – Mengukur langsung dari sapi dengan alat khusus, misalnya sistem respirasi atau “masker hijau” yang mendeteksi gas.
- Level peternakan – Melihat total emisi dari satu usaha peternakan, termasuk jumlah hewan, jenis pakan, dan kondisi lingkungan.
- Level nasional atau global – Menggabungkan data dari banyak peternakan untuk memperkirakan kontribusi sektor peternakan terhadap emisi metana dunia.
Metode ini bisa sesederhana menghitung rata-rata emisi dari satu sapi, hingga serumit pemodelan komputer yang mempertimbangkan siklus hidup ternak, rantai pasok pakan, sampai ke perdagangan karbon.
Efikasi vs Efektivitas
Penelitian terbaru menekankan pentingnya membedakan antara efikasi dan efektivitas.
- Efikasi berarti seberapa baik aditif bekerja dalam kondisi ideal (misalnya di laboratorium atau uji coba terkontrol).
- Efektivitas berarti seberapa baik aditif bekerja dalam kondisi nyata di lapangan, di mana banyak faktor bisa memengaruhi hasil—seperti jenis pakan, kesehatan ternak, manajemen peternakan, hingga iklim.
Contohnya, suatu aditif bisa menekan metana sampai 30% di laboratorium, tetapi hanya 10–15% di peternakan nyata. Inilah sebabnya para peneliti menekankan perlunya standar uji yang konsisten, agar hasil bisa dibandingkan dengan adil.
Pertimbangan Ekonomi dan Sosial
Selain soal sains, ada juga faktor ekonomi dan sosial yang menentukan apakah aditif pakan bisa diadopsi secara luas:
- Biaya – Apakah peternak mampu membeli aditif ini secara rutin?
- Produktivitas – Jangan sampai aditif mengurangi nafsu makan atau pertumbuhan hewan. Tujuannya tetap menjaga hasil daging dan susu.
- Keamanan pangan – Aditif harus aman, tidak meninggalkan residu berbahaya di produk hewani.
- Penerimaan masyarakat – Konsumen cenderung skeptis dengan kata “bahan tambahan”. Oleh karena itu, transparansi informasi sangat penting.
Jika semua faktor ini bisa diatasi, aditif pakan berpotensi menjadi salah satu senjata utama dalam mengurangi emisi peternakan.
Perdagangan Karbon dan Peluang bagi Peternak
Menariknya, upaya ini juga terkait dengan mekanisme perdagangan karbon. Peternak yang mampu menurunkan emisi bisa mendapat insentif dalam bentuk kredit karbon. Kredit ini bisa dijual atau ditukar, sehingga bukan hanya membantu bumi, tetapi juga menambah keuntungan ekonomi.
Bayangkan, di masa depan peternakan bukan hanya menghasilkan daging dan susu, tetapi juga “menghasilkan” pengurangan emisi yang bisa dihargai secara finansial.
Kombinasi Strategi
Tentu, aditif pakan bukanlah satu-satunya solusi. Untuk hasil maksimal, strategi ini bisa digabung dengan:
- Pemilihan pakan yang lebih efisien (misalnya rumput berkualitas tinggi).
- Perbaikan manajemen peternakan.
- Penggunaan teknologi pengolahan limbah kotoran (manure management).
Gabungan langkah-langkah ini bisa menciptakan sistem peternakan yang lebih produktif, berkelanjutan, dan ramah lingkungan.
Masa Depan Peternakan Hijau
Penelitian seperti yang dibahas dalam Journal of Dairy Science (2025) memberi gambaran jelas bahwa masa depan peternakan tidak hanya soal menghasilkan pangan, tetapi juga soal mengurangi dampak lingkungan.
Dengan standar pengukuran yang tepat, aditif pakan bisa menjadi salah satu inovasi paling menjanjikan untuk menekan gas rumah kaca dari sektor peternakan. Jika penelitian terus dikembangkan dan peternak didukung dalam penerapannya, kita bisa membayangkan dunia di mana sapi tetap menjadi sumber pangan penting—tanpa harus membebani bumi dengan gas metana berlebih.
Gas metana dari ternak memang tantangan besar, tetapi juga peluang emas. Aditif pakan menawarkan jalan keluar inovatif yang bisa mengubah wajah peternakan modern. Pertanyaannya bukan lagi “apakah ini mungkin?”, melainkan “bagaimana kita bisa menerapkannya secara luas dan adil?”
Dengan riset yang berkelanjutan, kebijakan yang mendukung, serta kesadaran masyarakat, peternakan masa depan bisa tetap memberi makan dunia sekaligus menjaga bumi tetap hijau.
Baca juga artikel tentang: Inovasi Marikultur: Membawa Lobster, Bawal, dan Abalon ke Puncak Pasar Global
REFERENSI:
Prado, Agustin Del dkk. 2025. Feed additives for methane mitigation: Assessment of feed additives as a strategy to mitigate enteric methane from ruminants—Accounting; How to quantify the mitigating potential of using antimethanogenic feed additives. Journal of Dairy Science 108 (1), 411-429.


