Saat ini dunia menghadapi tantangan besar: bagaimana memberi makan populasi manusia yang terus bertambah, sekaligus mencukupi kebutuhan pakan ternak. Masalah muncul karena manusia dan hewan sama-sama mengandalkan sumber pakan dari biji-bijian, seperti jagung, gandum, atau kedelai. Akibatnya, terjadi persaingan ketat antara kebutuhan pangan manusia dan pakan hewan.
Harga bahan pakan terus meningkat, sementara lahan pertanian tidak bertambah banyak. Dalam kondisi seperti ini, para ilmuwan mencari alternatif bahan baku pakan yang tidak bersaing langsung dengan pangan manusia. Salah satu jawabannya adalah non-grain feed (NGF) atau pakan non-biji-bijian.
Baca juga artikel tentang: Ikan Budidaya Lebih Bersih: Peluang Besar untuk Peternak Ikan Masa Depan
Apa Itu Pakan Non-Biji-Bijian?
Pakan non-biji-bijian (NGF) merujuk pada bahan-bahan dari biomassa selain gandum, jagung, atau kedelai. Misalnya: limbah pertanian, sisa industri makanan, dedaunan tertentu, rumput, hingga produk sampingan dari perkebunan.
Keunggulan NGF adalah:
- Nutrisi tinggi → kaya protein, vitamin, dan mineral.
- Ketersediaan melimpah → mudah didapat, termasuk dari limbah pertanian.
- Biaya lebih murah → bisa menekan ongkos produksi.
- Ramah lingkungan → mengurangi sampah organik dan menekan emisi karbon.
Namun, NGF juga punya kelemahan. Banyak bahan ini mengandung anti-nutrisi (zat yang menghambat penyerapan gizi), beraroma kurang sedap, serta tidak selalu disukai hewan karena palatabilitas (tingkat kesukaan) rendah.

Solusi: Fermentasi Sinergis dengan Probiotik dan Enzim
Para peneliti kini menawarkan solusi inovatif: fermentasi sinergis dengan probiotik dan enzim. Istilah ini mungkin terdengar rumit, tapi sederhananya begini:
- Fermentasi adalah proses memanfaatkan mikroba (seperti bakteri baik atau ragi) untuk mengubah bahan mentah menjadi lebih berguna.
- Probiotik adalah mikroba baik yang mendukung kesehatan usus dan membantu pencernaan.
- Enzim adalah protein khusus yang mempercepat proses pemecahan makanan menjadi bentuk yang lebih mudah diserap tubuh.
Dengan menggabungkan probiotik dan enzim, bahan pakan NGF yang semula kurang bergizi atau sulit dicerna bisa “ditingkatkan kualitasnya”. Zat anti-nutrisi berkurang, aroma tidak sedap bisa ditekan, dan nutrisi yang terkandung menjadi lebih mudah diserap oleh tubuh ternak.
Bagaimana Cara Kerjanya?
Bayangkan NGF seperti “beras merah mentah” yang masih keras. Sulit dimakan, butuh tenaga lebih untuk mencernanya. Proses fermentasi dengan probiotik dan enzim ibarat “memasak” bahan tersebut, sehingga menjadi nasi pulen yang lezat dan bergizi.
Beberapa hal yang terjadi dalam proses ini:
- Pecahnya serat kasar → membuat pakan lebih mudah dicerna.
- Turunnya senyawa penghambat → misalnya tanin atau zat pahit yang membuat hewan enggan makan.
- Meningkatnya ketersediaan nutrisi → vitamin, mineral, dan protein lebih siap diserap.
- Rasa dan aroma lebih baik → hewan jadi lebih lahap makan.

Manfaat untuk Peternak
- Biaya pakan lebih murah
Karena bisa memanfaatkan bahan lokal atau limbah pertanian, peternak tidak harus selalu membeli pakan berbasis jagung atau kedelai yang mahal. - Produktivitas ternak meningkat
Dengan gizi yang lebih mudah diserap, hewan tumbuh lebih cepat, lebih sehat, dan hasil produksinya (daging, susu, telur) lebih baik. - Mengurangi dampak lingkungan
Fermentasi membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dari kotoran ternak, sekaligus memanfaatkan limbah pertanian yang biasanya terbuang sia-sia. - Ketahanan pangan terjaga
Karena manusia dan hewan tidak lagi berebut biji-bijian, stok pangan untuk manusia bisa lebih aman.
Contoh Aplikasi di Lapangan
- Limbah perkebunan sawit seperti bungkil inti sawit bisa difermentasi untuk dijadikan pakan sapi.
- Ampas singkong yang tadinya rendah gizi bisa diubah menjadi sumber energi ternak unggas.
- Jerami padi yang biasanya hanya dibakar dapat diolah menjadi pakan bernutrisi tinggi untuk sapi perah.
Dengan teknologi fermentasi sinergis, bahan-bahan sederhana ini berubah menjadi pakan bernilai tinggi.
Tantangan yang Masih Ada
Tentu saja, inovasi ini belum sepenuhnya tanpa kendala. Beberapa tantangan yang masih dihadapi antara lain:
- Biaya awal untuk menyiapkan fasilitas fermentasi.
- Pemilihan strain probiotik dan enzim yang tepat untuk tiap jenis bahan pakan.
- Skala produksi → bagaimana teknologi ini bisa diterapkan bukan hanya di laboratorium, tapi juga di peternakan rakyat dengan biaya terjangkau.
Masa Depan Pakan Ternak
Para ahli yakin bahwa fermentasi probiotik-enzim akan menjadi bagian penting dari masa depan peternakan. Selain menjawab tantangan pakan, teknologi ini sejalan dengan prinsip ekonomi sirkular dan keberlanjutan. Artinya, sumber daya dimanfaatkan semaksimal mungkin, limbah dikurangi, dan hasil ternak tetap optimal.
Dalam 10–20 tahun ke depan, bisa jadi pakan berbasis biji-bijian hanya menjadi pelengkap. Sebaliknya, NGF hasil fermentasi justru akan mendominasi peternakan, terutama di negara berkembang yang kaya bahan baku lokal.
Pakan non-biji-bijian yang diformulasikan dengan bantuan probiotik dan enzim bukan sekadar alternatif, tapi solusi nyata bagi masalah pangan global. Dengan teknologi ini, peternak bisa menghemat biaya, hewan ternak lebih sehat, dan bumi lebih lestari.
Dari jerami padi hingga ampas singkong, dari limbah sawit hingga dedaunan liar—semua berpotensi menjadi pakan emas berkat sentuhan fermentasi. Inovasi ini bukan hanya menyelamatkan dompet peternak, tapi juga membantu kita menjaga keseimbangan antara memberi makan manusia dan hewan di masa depan.
Baca juga artikel tentang: Inovasi Marikultur: Membawa Lobster, Bawal, dan Abalon ke Puncak Pasar Global
REFERENSI:
Deng, Xiangrong dkk. 2025. Advancements in synergistic fermentation of probiotics and enzymes for non‐grain feed raw materials. Animal Research and One Health 3 (1), 31-42.


