Mineral Esensial yang Berbalik Jadi Ancaman: Kasus Copper Toxicity pada Ternak

Tembaga atau copper adalah salah satu mineral penting bagi kehidupan. Dalam jumlah kecil, mineral ini berperan vital dalam menjaga kesehatan hewan maupun manusia. Ia berfungsi dalam pembentukan enzim, produksi energi di dalam sel, hingga mendukung sistem kekebalan tubuh. Namun, seperti pepatah lama “yang berlebihan itu tidak baik”, terlalu banyak tembaga justru bisa berbalik menjadi racun.

Fenomena inilah yang dalam dunia peternakan dikenal dengan istilah copper toxicity atau keracunan tembaga. Artikel ini akan mengulas bagaimana tembaga yang seharusnya bermanfaat bisa berubah menjadi ancaman bagi hewan ternak, apa penyebabnya, gejalanya, hingga strategi pencegahannya.

Baca juga artikel tentang: Ikan Budidaya Lebih Bersih: Peluang Besar untuk Peternak Ikan Masa Depan

Mengapa Tembaga Penting Bagi Hewan?

Tembaga adalah unsur jejak (trace element) yang artinya dibutuhkan dalam jumlah kecil, tapi sangat penting. Hewan membutuhkan tembaga untuk:

  • Metabolisme energi: tembaga menjadi bagian dari enzim yang membantu sel “membakar” makanan menjadi energi.
  • Pembentukan jaringan ikat: tembaga terlibat dalam pembentukan kolagen dan elastin, protein penting untuk kesehatan kulit, tulang, dan pembuluh darah.
  • Sistem saraf: tembaga membantu pembentukan zat kimia penghantar pesan saraf.
  • Pigmentasi bulu: pada beberapa hewan, kekurangan tembaga bisa menyebabkan warna bulu memudar.

Dengan kata lain, tembaga adalah nutrisi esensial. Namun, yang esensial bisa berubah menjadi berbahaya bila masuk ke tubuh dalam dosis berlebihan.

Mekanisme transportasi tembaga (Cu) dalam hepatosit melalui transporter (CTR1, DMT1), protein chaperone (ATOX, COX17, COMMD1, MT, GSH), serta ATPase (ATP7A/ATP7B) untuk distribusi, penyimpanan, dan detoksifikasi di hati.

Apa Itu Copper Toxicity?

Copper toxicity adalah kondisi ketika terlalu banyak ion tembaga menumpuk dalam jaringan dan organ tubuh hewan. Akumulasi ini bisa merusak sel dan menyebabkan berbagai gangguan kesehatan.

Menurut kajian terbaru yang dipublikasikan di Biological Trace Element Research (2025), tembaga berlebih dapat memicu dua mekanisme berbahaya di tingkat sel:

  1. Stres oksidatif dan kerusakan mitokondria
    Mitokondria dikenal sebagai “pembangkit listrik” sel. Jika tembaga berlebih, ia bisa menghasilkan radikal bebas beracun yang merusak mitokondria, sehingga sel tidak bisa lagi menghasilkan energi dengan baik.
  2. Proptosis (kematian sel karena tembaga)
    Tembaga dapat mengikat protein tertentu di jalur metabolisme sel, lalu memicu kematian sel secara terprogram.

Efeknya tidak hanya pada satu organ, tapi bisa menyebar ke hati, ginjal, hingga sistem saraf.

Mekanisme penyerapan, transportasi, dan distribusi tembaga (Cu) dari usus halus ke hati melalui protein transporter (CTR1, DMT1), chaperone (Atox-1, CCS, COX17), serta enzim mitokondria (SOD1), yang mengatur pemanfaatan dan penyimpanan Cu dalam tubuh.

Mengapa Kasus Copper Toxicity Meningkat?

Dalam beberapa tahun terakhir, laporan kasus keracunan tembaga pada hewan meningkat. Ada dua faktor utama:

  1. Polusi lingkungan
    Limbah industri atau pertambangan bisa mencemari air dan pakan dengan kandungan tembaga tinggi. Ternak yang mengonsumsi pakan atau air tercemar otomatis menumpuk tembaga di tubuhnya.
  2. Suplemen pakan berlebih
    Di peternakan modern, tembaga sering ditambahkan ke pakan dalam bentuk copper feed supplements. Tujuannya untuk mencegah defisiensi (kekurangan) mineral dan meningkatkan produktivitas. Namun, bila dosis tidak terkontrol, justru menyebabkan akumulasi berbahaya.

Dengan kata lain, niat baik untuk meningkatkan kesehatan hewan bisa berbalik jadi bumerang.

Gejala Copper Toxicity pada Hewan

Keracunan tembaga sering kali sulit dideteksi pada tahap awal karena tidak langsung menimbulkan tanda jelas. Hewan tampak normal sampai suatu saat terjadi “copper crisis”, yaitu ketika cadangan tembaga dalam hati dilepaskan ke darah dalam jumlah besar.

Gejala yang biasa muncul antara lain:

  • Nafsu makan menurun.
  • Lemas atau mudah lelah.
  • Warna urin kemerahan akibat kerusakan sel darah merah.
  • Kulit atau mata tampak kekuningan (tanda kerusakan hati).
  • Dalam kasus berat, bisa menyebabkan kematian mendadak.

Bagi peternak, kerugian tidak hanya berupa kematian hewan, tetapi juga penurunan produktivitas, seperti menurunnya pertambahan bobot badan atau kualitas susu.

Studi dan Temuan Terbaru

Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Yudong Wang dan rekan-rekannya (2025) menyoroti beberapa hal penting:

  • Kerusakan sel: Tembaga berlebih bisa menyebabkan sel hewan mengalami apoptosis (bunuh diri sel) dan autophagy (penguraian diri sel) akibat stres oksidatif.
  • Organ target: Hati menjadi organ paling rentan, karena berfungsi menyimpan dan mengatur kadar tembaga. Jika kelebihan, hati bisa rusak permanen.
  • Kasus meningkat: Lonjakan kasus terutama disebabkan oleh overdosis dari suplemen pakan.
  • Pencegahan penting: Memahami metabolisme tembaga di tubuh hewan sangat penting untuk devising strategi pencegahan.

Strategi Pencegahan dan Penanganan

Mencegah tentu lebih baik daripada mengobati. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan:

  1. Kontrol dosis suplemen pakan
    Produsen dan peternak harus mengikuti standar rekomendasi internasional untuk dosis mineral dalam pakan.
  2. Monitoring kadar tembaga
    Pemeriksaan darah atau jaringan hati hewan secara rutin dapat membantu mendeteksi potensi akumulasi sebelum terlambat.
  3. Diversifikasi sumber pakan
    Tidak hanya bergantung pada suplemen, tetapi juga memanfaatkan bahan pakan alami yang kaya mineral seimbang.
  4. Pengobatan darurat
    Pada hewan yang sudah keracunan, dokter hewan bisa memberikan zat pengikat logam (chelating agents) untuk membantu mengeluarkan tembaga dari tubuh.

Tantangan ke Depan

Meski sudah banyak penelitian, masih ada tantangan besar:

  • Variasi spesies: Sensitivitas terhadap tembaga berbeda-beda antar hewan. Misalnya, domba lebih rentan terhadap keracunan tembaga dibanding sapi.
  • Pengaruh lingkungan: Polusi industri yang mencemari rantai makanan sulit dikendalikan.
  • Kurangnya data lapangan: Masih dibutuhkan lebih banyak penelitian klinis untuk mengetahui dosis aman di kondisi peternakan nyata.

Dengan pemahaman yang lebih baik, diharapkan risiko copper toxicity bisa ditekan, sehingga hewan ternak tetap sehat dan produktif tanpa harus mengorbankan kesejahteraan mereka.

Tembaga adalah mineral penting yang ibarat “pedang bermata dua”. Dalam jumlah cukup, ia menjaga kesehatan hewan dan mendukung produktivitas. Namun, dalam jumlah berlebih, ia berubah menjadi racun yang merusak organ vital, menurunkan performa, bahkan bisa mematikan.

Fenomena copper toxicity mengingatkan kita bahwa nutrisi dalam peternakan modern harus dikelola dengan hati-hati. Suplemen pakan yang awalnya dimaksudkan untuk memperkuat justru bisa menjadi ancaman jika tidak dikontrol dengan benar.

Dengan pemantauan yang baik, pemahaman ilmiah yang semakin maju, serta penerapan strategi pencegahan, kasus keracunan tembaga dapat diminimalisasi. Pada akhirnya, tujuan utama kita adalah menjaga keseimbangan: hewan yang sehat, peternakan yang produktif, dan lingkungan yang lestari.

Baca juga artikel tentang: Inovasi Marikultur: Membawa Lobster, Bawal, dan Abalon ke Puncak Pasar Global

REFERENSI:

Wang, Yudong dkk. 2025. Copper Toxicity in Animals: A Review: Y. Wang et al. Biological trace element research 203 (5), 2675-2686.

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top