Setiap tahunnya, jumlah limbah pertanian di dunia sangatlah besar, diperkirakan lebih dari lima miliar ton. Limbah pertanian adalah sisa-sisa tanaman yang tidak dimanfaatkan setelah proses panen. Contohnya bisa berupa jerami padi (batang padi yang tertinggal setelah bulir padinya diambil), batang jagung, tongkol jagung yang sudah diambil bijinya, kulit kacang, hingga sisa-sisa sayuran yang tidak layak konsumsi.
Secara teori, limbah ini masih memiliki banyak potensi untuk dimanfaatkan kembali, misalnya sebagai pakan ternak, pupuk organik, bahan baku energi terbarukan, atau bahan industri. Namun kenyataannya, di banyak negara berkembang di kawasan Asia, Afrika, dan Timur Tengah, cara paling umum yang dilakukan petani adalah dengan membakar limbah tersebut langsung di lahan terbuka.
Praktik pembakaran terbuka ini memang dianggap cepat dan murah untuk membersihkan lahan. Sayangnya, tindakan tersebut menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, seperti pencemaran udara, pelepasan gas rumah kaca penyebab perubahan iklim, hingga masalah kesehatan pada manusia karena asap yang dihasilkan. Padahal, jika dikelola dengan tepat, limbah pertanian bisa diubah menjadi pakan ternak murah yang bergizi dan ramah lingkungan.
Baca juga artikel tentang: Produktivitas Tinggi Ikan Red Devil: Ancaman atau Sumber Baru untuk Peternak?
Tantangan Pakan Ternak
Di era modern, kebutuhan daging, susu, dan produk hewani terus meningkat seiring pertambahan penduduk dunia. Untuk memenuhi permintaan ini, peternak membutuhkan pakan dalam jumlah besar dan dengan harga terjangkau.
Masalahnya, pakan komersial berbahan dasar biji-bijian (seperti jagung dan kedelai) semakin mahal. Bagi banyak peternak kecil, biaya pakan bisa mencapai 60–70% dari total biaya produksi. Inilah sebabnya, limbah pertanian yang melimpah dan murah sangat menarik untuk dijadikan bahan pakan alternatif.
Namun ada kendala. Sebagian besar limbah pertanian:
- Tinggi serat kasar → sulit dicerna oleh ternak.
- Rendah protein → kurang mampu mendukung pertumbuhan dan produksi.
- Mengandung zat antinutrisi → kadang justru mengganggu kesehatan pencernaan hewan.

Untuk mengatasi kelemahan itu, para ilmuwan mengembangkan teknologi pengolahan biologis. Misalnya dengan memanfaatkan mikroba atau jamur tertentu yang bisa “memakan” serat kasar, lalu mengubahnya menjadi bahan yang lebih mudah dicerna. Proses ini dikenal sebagai biological treatment atau perlakuan biologis.
Contoh sederhana: jerami padi yang awalnya miskin nutrisi bisa diolah dengan jamur Trichoderma atau bakteri tertentu. Hasilnya, seratnya berkurang, kandungan proteinnya naik, dan lebih mudah dicerna oleh sapi atau kambing.
Menurut penelitian, pakan hasil olahan biologis ini mampu:
- Meningkatkan nafsu makan ternak, karena teksturnya lebih lembut dan tidak keras.
- Meningkatkan kecernaan, artinya ternak bisa menyerap lebih banyak energi dan nutrisi dari pakan.
- Meningkatkan produksi susu, daging, atau berat badan dengan biaya lebih rendah.
Alternatif Pengganti Antibiotik
Dulu, antibiotik sering ditambahkan ke pakan untuk memperbaiki pencernaan dan mempercepat pertumbuhan ternak. Tapi kini praktik itu dibatasi, karena memicu munculnya bakteri resisten antibiotik yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Sebagai gantinya, perlakuan biologis terhadap limbah pertanian bisa menjadi solusi alami. Tanpa perlu antibiotik, ternak tetap bisa mencerna pakan dengan lebih baik, sehat, dan produktif.

Meski menjanjikan, penerapan teknologi ini belum sepenuhnya mulus. Ada beberapa kendala nyata:
- Kurangnya agen pengolah: Mikroba atau enzim khusus tidak selalu tersedia di pedesaan.
- Kehilangan bahan kering: Dalam proses fermentasi, bisa terjadi kehilangan hingga 40% bahan kering. Ini membuat jumlah pakan yang dihasilkan lebih sedikit.
- Butuh keterampilan: Peternak harus paham cara membuat, menyimpan, dan memberi pakan biologis agar hasilnya optimal.
Karena itu, penelitian terus dilakukan untuk menemukan cara yang lebih efisien, murah, dan mudah diterapkan di tingkat peternak kecil.
Dampak untuk Lingkungan
Mengubah limbah pertanian jadi pakan ternak bukan hanya membantu peternak, tapi juga lingkungan. Bayangkan jika jerami padi yang biasanya dibakar bisa dimanfaatkan kembali:
- Emisi karbon berkurang, karena tidak ada asap pembakaran.
- Siklus hara terjaga, unsur seperti nitrogen dan fosfor kembali masuk ke dalam rantai pangan melalui ternak.
- Polusi udara menurun, sehingga risiko gangguan pernapasan di desa-desa berkurang.
Dengan kata lain, ini adalah contoh nyata dari pertanian sirkular: limbah dari satu sektor (tanaman) dipakai kembali di sektor lain (ternak), sehingga tidak ada yang terbuang percuma.
Harapan ke Depan
Para peneliti menyimpulkan bahwa kunci masa depan pakan dari limbah pertanian ada pada tiga hal:
- Inovasi teknologi → memperbaiki metode biologis agar lebih efisien dan minim kerugian.
- Edukasi peternak → memberi pelatihan sederhana tentang cara mengolah limbah jadi pakan berkualitas.
- Dukungan kebijakan → pemerintah bisa memberi insentif, regulasi, atau program khusus untuk mendorong pemanfaatan limbah.
Jika tiga hal ini berjalan beriringan, bukan tidak mungkin limbah pertanian yang dulu dianggap sampah bisa menjadi harta karun pakan ternak.
Limbah pertanian adalah masalah sekaligus peluang. Masalah, jika hanya dibakar dan mencemari lingkungan. Peluang, jika diolah menjadi pakan yang murah, sehat, dan ramah lingkungan.
Dengan teknologi pengolahan biologis, sisa-sisa tanaman bisa diubah menjadi pakan berkualitas tinggi untuk sapi, kambing, atau domba. Peternak jadi lebih hemat biaya, ternak lebih sehat, dan lingkungan pun lebih bersih.
Ini bukan sekadar solusi teknis, melainkan langkah menuju sistem pangan yang lebih berkelanjutan dan adil. Dari jerami yang dulu hanya jadi asap, kini bisa lahir segelas susu, sepotong daging, dan harapan baru bagi pertanian dunia.
Baca juga artikel tentang: Inovasi Marikultur: Membawa Lobster, Bawal, dan Abalon ke Puncak Pasar Global
REFERENSI:
Kamal, Mahmoud dkk. 2025. Enhancing the Feed Efficiency of Crop Residues in Ruminants–A Comprehensive Review. Annals of Animal Science 25 (2), 529-545.


