Setiap kali kita mendengar kata industri minuman beralkohol, yang terbayang mungkin botol-botol minuman di pasaran. Namun, ada sisi lain yang jarang kita pikirkan: limbah padat hasil penyulingan atau dikenal sebagai Chinese distillers’ grains (CDGs). Limbah ini jumlahnya sangat banyak karena setiap produksi minuman keras menghasilkan sisa butiran biji-bijian yang sudah diekstraksi alkoholnya.
Sayangnya, CDGs tidak ideal untuk langsung dijadikan pakan ternak. Kandungan proteinnya rendah, seratnya sangat tinggi, dan kadar asam laktat maupun alkoholnya berlebihan. Kondisi ini membuat CDGs sulit dicerna oleh ternak, sehingga manfaat nutrisinya terbatas. Jika dibiarkan menumpuk, CDGs bahkan bisa menjadi beban lingkungan, mencemari tanah maupun air.
Inilah masalah klasik di dunia peternakan dan lingkungan: limbah melimpah, tapi nilai gizi rendah. Lalu, bagaimana kalau limbah ini bisa diubah jadi superfeed alias pakan super yang kaya protein?
Baca juga artikel tentang: Produktivitas Tinggi Ikan Red Devil: Ancaman atau Sumber Baru untuk Peternak?
Fermentasi Padat dengan “Tim Mikrobioma Sintetis”
Jawabannya datang dari inovasi yang terdengar cukup futuristik: fermentasi padat menggunakan mikrobioma sintetis.
Mikrobioma sintetis di sini bukan sekadar ragi atau bakteri tunggal, melainkan “tim kerja mikroba” yang dipilih sesuai fungsi masing-masing:
- Candida utilis → spesialis meningkatkan kadar protein.
- Trichoderma viride → ahli mengurangi kadar serat agar pakan lebih mudah dicerna.
- Bacillus subtilis → berperan sebagai detoksifikasi, mengurangi zat beracun.
- Lactobacillus casei → meningkatkan manfaat fungsional, termasuk menambah keseimbangan asam amino.
Dengan bekerja sama, mikroba-mikroba ini memfermentasi CDGs dalam kondisi padat. Hasilnya? Kandungan gizinya berubah drastis. Protein kasar naik hingga 23,61%, protein murni tembus 20,45%, sementara kadar serat dan asam laktat justru menurun.
Bayangkan seperti mengolah ampas tahu yang tadinya hambar dan sulit dimakan, lalu melalui proses fermentasi berubah jadi makanan bergizi tinggi dan mudah dikonsumsi.

Tidak hanya menaikkan kadar protein, fermentasi ini juga meningkatkan kualitas nutrisi lain:
- Asam amino (penyusun utama protein) meningkat hingga 23,8%.
- Senyawa perasa alami (flavor compounds) naik lebih dari 140%, membuat pakan lebih palatabel alias disukai ternak.
- Toksin berbahaya seperti aflatoksin B1 atau ochratoksin A tidak terdeteksi, sehingga aman.
Bagi peternak, ini kabar gembira. Hewan ternak yang mau makan dengan lahap tentu akan tumbuh lebih cepat dan sehat. Ditambah lagi, risiko keracunan pakan bisa ditekan.
Hasil Uji: Lebih Efisien dan Lebih Ramah Lingkungan
Ketika diuji skala laboratorium dan percobaan lapangan (pilot scale), hasilnya sangat menjanjikan:
- Daya cerna bahan kering naik hampir 98,36%.
- Produksi protein meningkat hingga 1,42 kali lipat.
- Efisiensi pemanfaatan CDGs jauh lebih tinggi, artinya limbah yang tadinya tak bernilai kini bisa menjadi sumber pakan murah.
Dari sisi lingkungan, pemanfaatan CDGs juga membantu mengurangi beban limbah pertanian. Alih-alih dibuang, residu ini masuk kembali ke rantai pangan sebagai pakan kaya protein. Ini sejalan dengan konsep circular economy: tidak ada yang benar-benar terbuang, semua bisa dimanfaatkan kembali.

Biaya pakan adalah komponen terbesar dalam usaha peternakan, bisa mencapai 60–70% dari total biaya produksi. Jika peternak dapat mengakses pakan alternatif yang lebih murah namun tetap bergizi, otomatis margin keuntungan meningkat.
Di negara dengan industri minuman keras besar seperti Tiongkok, pasokan CDGs sangat melimpah. Dengan teknologi fermentasi ini, limbah yang tadinya dianggap masalah bisa diubah menjadi aset bernilai tinggi. Artinya, peternak tidak hanya mendapat pakan berkualitas, tetapi juga lebih terjangkau.
Tantangan ke Depan
Meski hasil penelitian ini sangat menjanjikan, ada beberapa tantangan untuk penerapan luas di lapangan:
- Skalabilitas produksi – teknologi fermentasi harus bisa diterapkan dalam jumlah besar tanpa mengurangi kualitas.
- Standar keamanan – meski uji coba menunjukkan toksin berbahaya tidak terdeteksi, tetap dibutuhkan regulasi ketat agar produk aman bagi ternak dan manusia (melalui produk daging/susu).
- Penerimaan industri – peternak perlu diyakinkan bahwa pakan dari limbah fermentasi benar-benar aman, bergizi, dan ekonomis.
- Infrastruktur – tidak semua daerah memiliki fasilitas fermentasi modern, sehingga perlu investasi awal.
Namun, seiring meningkatnya kebutuhan protein hewani global, solusi seperti ini menjadi semakin relevan.
Menuju Peternakan Berkelanjutan
Kisah CDGs ini menunjukkan bahwa inovasi sains mampu mengubah masalah menjadi peluang. Limbah industri minuman keras yang biasanya hanya jadi beban lingkungan kini bisa menjadi pakan ternak bergizi tinggi, berkat kolaborasi “tim mikroba pintar”.
Bagi dunia peternakan modern, teknologi seperti ini bukan sekadar cara hemat biaya, tapi juga langkah penting menuju keberlanjutan. Dengan mengurangi limbah, meningkatkan efisiensi, dan menjaga kesehatan ternak, kita bisa menghasilkan daging, susu, dan telur dengan jejak lingkungan yang lebih kecil.
Di masa depan, mungkin semakin banyak limbah pertanian dan industri pangan yang bisa diubah menjadi pakan berkualitas. Dari ampas kelapa sawit, kulit buah, hingga residu biji-bijian, semuanya berpotensi untuk diolah kembali dengan sentuhan bioteknologi.
Peternakan dunia menghadapi tantangan besar: memberi makan populasi global yang terus bertambah tanpa merusak lingkungan. Fermentasi padat dengan mikrobioma sintetis untuk mengolah limbah CDGs adalah contoh nyata bahwa jawaban atas tantangan itu bisa ditemukan di laboratorium, lalu diaplikasikan di kandang ternak.
Dengan kata lain, sains modern sedang mengajarkan kita satu hal: bahwa tidak ada limbah, hanya sumber daya yang menunggu untuk dimanfaatkan kembali.
Baca juga artikel tentang: Inovasi Marikultur: Membawa Lobster, Bawal, dan Abalon ke Puncak Pasar Global
REFERENSI:
Chen, Jinmeng dkk. 2025. Solid-state fermentation through synthetic microbiome: An effective strategy for converting Chinese distillers’ grains into functional protein feed. International Journal of Food Microbiology 435, 111154.


