Setiap tahun, populasi manusia di dunia terus meningkat. Bersamaan dengan itu, kebutuhan akan makanan juga melonjak drastis. Untuk memenuhi permintaan ini, lahan pertanian semakin diperluas. Namun, perluasan lahan tersebut sering kali mengorbankan habitat alami satwa liar. Akibatnya, hewan-hewan yang kehilangan tempat tinggal terpaksa mendekati area pertanian untuk mencari makan.
Masalahnya, hewan-hewan seperti gajah, rusa, monyet, atau babi hutan sering merusak ladang dan tanaman. Petani mengalami kerugian, sementara hewan-hewan tersebut kerap dianggap sebagai hama. Konflik pun tak terhindarkan: manusia ingin melindungi tanamannya, sementara satwa liar hanya berusaha bertahan hidup.
Situasi ini bukan hanya mengancam keberlangsungan pertanian, tetapi juga membahayakan kelestarian satwa liar. Jika dibiarkan, konflik ini dapat merusak rantai ekosistem dan memperburuk masalah ketahanan pangan global.

Selama ini, banyak petani menggunakan cara-cara sederhana untuk mengusir hewan liar, seperti pagar, jebakan, bunyi-bunyian keras, hingga penggunaan bahan kimia tertentu. Namun, metode ini memiliki kelemahan besar:
- Tidak ramah lingkungan, karena bisa merusak biodiversitas.
- Kurang efektif jangka panjang, karena hewan sering terbiasa dan tidak lagi takut.
- Mahal dan sulit diterapkan di area yang luas.
Selain itu, metode tradisional hanya fokus pada “mengusir” hewan, bukan mencari solusi damai agar manusia dan satwa liar bisa berbagi ruang hidup.
Baca juga artikel tentang: Lebih dari Sekadar Sawah: Bagaimana Peternakan Itik Membantu Petani Lawan Hama dan Hemat Pupuk
Solusi Baru: Teknologi IoT dan Kecerdasan Buatan (AI)
Perkembangan teknologi pertanian modern memberikan harapan baru. Dua teknologi utama yang kini mulai digunakan adalah Internet of Things (IoT) dan Artificial Intelligence (AI).
- IoT dalam Pertanian
IoT adalah sistem perangkat pintar yang saling terhubung dan bisa mengumpulkan serta bertukar data secara otomatis. Dalam konteks konflik satwa liar, IoT bisa dipakai dengan cara:- Sensor gerak yang dipasang di sekitar ladang untuk mendeteksi kedatangan hewan.
- Kamera pintar yang bisa mengenali jenis hewan berdasarkan bentuk tubuh atau suara.
- Drone yang dapat berpatroli dan mengirimkan peringatan secara real time kepada petani.
- AI sebagai Otak Cerdas
Data yang dikumpulkan IoT kemudian diproses oleh AI. Sistem AI mampu:- Mengidentifikasi apakah hewan yang mendekat adalah ancaman nyata atau bukan.
- Menganalisis pola pergerakan hewan untuk memprediksi jalur migrasi mereka.
- Memberikan rekomendasi solusi, misalnya kapan petani harus menyalakan alarm suara, kapan cukup dengan cahaya, atau kapan perlu intervensi manual.
Dengan teknologi ini, konflik bisa diminimalisir tanpa harus melukai hewan atau merusak lingkungan.

Contoh Penerapan di Lapangan
Beberapa contoh penerapan teknologi IoT dan AI dalam menyelesaikan konflik manusia-satwa:
- Di Afrika, sensor dan drone digunakan untuk memantau gajah agar tidak masuk ke ladang jagung. Jika terdeteksi, sistem secara otomatis menyalakan suara lebah yang terbukti ditakuti gajah, sehingga mereka menjauh tanpa harus disakiti.
- Di India, kamera AI dipasang untuk mendeteksi harimau yang mendekati desa. Sistem kemudian memberi peringatan dini kepada warga agar lebih waspada dan tidak terjadi serangan mendadak.
- Di Eropa, peternakan menggunakan pagar listrik pintar yang hanya aktif ketika sensor mendeteksi keberadaan serigala, sehingga tidak membahayakan hewan lain atau manusia.

Penggunaan IoT dan AI membawa berbagai keuntungan:
- Meningkatkan keamanan pangan: tanaman lebih terlindungi sehingga produksi pertanian stabil.
- Melestarikan satwa liar: hewan tidak lagi dianggap musuh yang harus dibasmi.
- Mengurangi kerugian ekonomi: petani tidak perlu mengeluarkan biaya besar untuk memperbaiki kerusakan ladang.
- Mendukung pertanian berkelanjutan: teknologi ini ramah lingkungan dan sejalan dengan tujuan global menjaga biodiversitas.

Meski menjanjikan, penerapan teknologi ini bukan tanpa hambatan:
- Biaya tinggi – perangkat IoT, drone, dan AI membutuhkan investasi besar yang sulit dijangkau petani kecil.
- Infrastruktur terbatas – jaringan internet di pedesaan belum selalu memadai.
- Pengetahuan teknologi – tidak semua petani terbiasa dengan penggunaan aplikasi digital.
- Perawatan dan keberlanjutan – perangkat pintar membutuhkan energi, pemeliharaan, dan upgrade berkala.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa integrasi IoT dan AI dalam pertanian akan semakin berkembang. Dengan kemajuan teknologi, biaya bisa lebih murah, perangkat lebih tahan lama, dan sistem lebih mudah digunakan.
Kolaborasi antara pemerintah, akademisi, perusahaan teknologi, dan komunitas petani sangat penting untuk memperluas penerapan ini. Jika berhasil, pertanian masa depan tidak hanya mampu memberi makan populasi dunia yang terus tumbuh, tetapi juga bisa hidup berdampingan harmonis dengan satwa liar.
Konflik antara manusia dan satwa liar adalah masalah nyata yang semakin meningkat akibat ekspansi pertanian dan pertumbuhan penduduk. Cara-cara tradisional terbukti tidak cukup efektif dan bahkan bisa merusak lingkungan.
Namun, dengan hadirnya teknologi modern seperti IoT dan AI, kita bisa menemukan jalan tengah. Pertanian bisa berkembang tanpa mengorbankan satwa liar, dan satwa liar bisa tetap hidup di habitatnya tanpa dianggap sebagai ancaman.
Dengan kata lain, teknologi ini bukan hanya tentang melindungi tanaman, tetapi juga tentang menjaga keseimbangan ekosistem bumi. Masa depan pertanian adalah masa depan yang damai, cerdas, dan berkelanjutan untuk manusia dan semua makhluk hidup.
Baca juga artikel tentang: Mengurangi Gas Rumah Kaca dari Sapi: Solusi Mengejutkan dari Ampas Kopi
REFERENSI:
Abed, Niloofar dkk. 2025. IoT and AI-driven solutions for human-wildlife conflict: Advancing sustainable agriculture and biodiversity conservation. Smart Agricultural Technology 10, 100829.


