Peternakan Sapi dan Risiko Bakteri Super: Saat Antibiotik Tak Lagi Manjur

Bayangkan sebuah peternakan sapi modern yang tampak biasa saja. Dari luar, kita melihat sapi-sapi sedang merumput, pekerja memberi pakan, dan rutinitas sehari-hari berjalan normal. Namun, di balik itu semua, ada masalah besar yang tak kasat mata: bakteri berbahaya yang sudah kebal terhadap antibiotik. Fenomena ini tidak hanya menjadi perhatian peternak, tapi juga ancaman global yang bisa berdampak langsung pada kesehatan manusia.

Sebuah studi terbaru yang dipublikasikan di Journal of Hazardous Materials tahun 2025 mengungkap bagaimana gen resisten antibiotik berisiko tinggi muncul dan menyebar di sebuah peternakan sapi. Penelitian ini memperlihatkan bahwa peternakan bisa menjadi tempat berkembang biaknya “bakteri super” yang sulit dikendalikan.

Baca juga artikel tentang: Mengurangi Gas Rumah Kaca dari Sapi: Solusi Mengejutkan dari Ampas Kopi

Apa Itu Gen Resistensi Antibiotik?

Untuk memahami masalah ini, mari kita mulai dari dasarnya. Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri penyebab penyakit. Namun, ketika antibiotik digunakan terlalu sering atau tidak tepat, sebagian bakteri bisa “belajar” bertahan hidup. Kemampuan bertahan hidup inilah yang kemudian diwariskan ke generasi bakteri berikutnya dalam bentuk gen resistensi antibiotik.

Beberapa gen ini tergolong sangat berbahaya karena bisa membuat bakteri kebal terhadap hampir semua antibiotik yang biasa digunakan manusia. Misalnya:

  • blaCTX-M → gen yang membuat bakteri menghasilkan enzim khusus (ESBL) sehingga kebal terhadap banyak jenis antibiotik golongan beta-lactam.
  • blaNDM → gen yang menghasilkan enzim karbapenemase, membuat bakteri kebal terhadap antibiotik “pamungkas” yang biasanya digunakan sebagai pilihan terakhir.

Temuan Penting di Peternakan Sapi

Peneliti mengumpulkan 1.288 sampel dari berbagai sumber di peternakan sapi: sapi itu sendiri, lingkungan, pakan, air, bahkan vektor biologis seperti burung liar. Hasilnya cukup mengejutkan:

  • 48,8% sampel mengandung bakteri Enterobacterales dengan gen blaCTX-M.
  • Varian paling dominan adalah blaCTX-M-55 dengan tingkat deteksi 76,4%.
  • Gen blaNDM-5 yang lebih berbahaya muncul pada tahun 2022, dengan tingkat deteksi 1,9%.

Artinya, hampir separuh dari semua sampel di peternakan ini membawa bakteri dengan gen kebal antibiotik. Lebih parah lagi, gen tersebut bisa menyebar secara horizontal antar bakteri, bukan hanya melalui reproduksi, sehingga penyebarannya sangat cepat.

Bagaimana Gen Ini Bisa Menyebar?

Ada beberapa faktor utama penyebab muncul dan menyebarnya gen resisten antibiotik di peternakan sapi:

  1. Penggunaan Antibiotik Berlebihan
    Antibiotik sering digunakan di peternakan, tidak hanya untuk mengobati penyakit, tetapi juga sebagai pencegah infeksi atau bahkan untuk mempercepat pertumbuhan sapi. Penggunaan yang tidak tepat ini memberi kesempatan bakteri untuk “beradaptasi”.
  2. Burung Liar dan Lingkungan
    Penelitian menemukan kemungkinan kuat bahwa burung liar membawa gen ini masuk ke peternakan. Burung bisa menjadi “kendaraan alami” penyebaran bakteri dari satu tempat ke tempat lain.
  3. Kurangnya Biosekuriti
    Biosekuriti adalah langkah-langkah pencegahan agar penyakit tidak masuk atau keluar dari peternakan. Jika kebersihan kandang, pakan, air, dan peralatan tidak dijaga dengan baik, bakteri berbahaya lebih mudah berkembang biak.
  4. Perdagangan Internasional
    Gen resisten antibiotik bisa menyebar lintas daerah bahkan lintas negara melalui perdagangan hewan, produk hewani, atau interaksi rantai pasok global.
Impor, persistensi, dan penyebaran gen di dalam dan di luar peternakan diperparah oleh praktik biosekuriti yang kurang optimal dan pengelolaan antibiotik yang tidak memadai.

Mengapa kita harus peduli dengan temuan ini? Karena bakteri yang kebal antibiotik di peternakan bisa masuk ke tubuh manusia melalui berbagai jalur:

  • Makanan: daging atau susu yang tercemar bakteri kebal.
  • Lingkungan: air dan tanah di sekitar peternakan yang terkontaminasi.
  • Kontak langsung: pekerja kandang bisa menjadi perantara tanpa sadar.

Jika manusia terinfeksi bakteri ini, pengobatan menjadi sangat sulit. Bahkan, beberapa jenis infeksi bisa menjadi tak bisa diobati dengan antibiotik yang ada saat ini. WHO menyebut fenomena ini sebagai “silent pandemic” atau pandemi diam-diam, karena jumlah kasusnya meningkat tapi sering luput dari perhatian publik.

Pentingnya Pendekatan One Health

Peneliti menekankan bahwa masalah ini tidak bisa diselesaikan hanya dari sisi peternakan saja. Dibutuhkan pendekatan One Health, yaitu kerjasama lintas sektor antara kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan kesehatan lingkungan.

Beberapa langkah yang direkomendasikan:

  1. Penggunaan Antibiotik yang Bijak
    Antibiotik hanya boleh digunakan dengan resep dokter hewan, bukan sebagai pakan rutin atau suplemen pertumbuhan.
  2. Peningkatan Biosekuriti di Peternakan
    Termasuk sanitasi kandang, pengelolaan limbah, dan pencegahan masuknya burung liar atau hewan lain yang bisa membawa bakteri.
  3. Pemantauan dan Riset Jangka Panjang
    Pemerintah dan lembaga penelitian perlu melakukan pemantauan rutin terhadap keberadaan gen resisten di peternakan.
  4. Edukasi Publik dan Peternak
    Konsumen perlu lebih sadar tentang pentingnya memilih produk hewan dari sumber yang sehat, sementara peternak perlu mendapatkan dukungan agar bisa menerapkan praktik peternakan yang aman dan berkelanjutan.

Masalah resistensi antibiotik di peternakan sapi bukan sekadar isu kesehatan hewan, tapi juga masalah global yang bisa memengaruhi manusia secara langsung. Studi terbaru ini menunjukkan betapa seriusnya ancaman yang tersembunyi di balik piring makan kita.

Kita perlu melihat daging dan susu bukan hanya sebagai produk pangan, tetapi juga sebagai hasil dari sebuah sistem yang harus dikelola dengan bijak. Dengan pengawasan ketat, penggunaan antibiotik yang tepat, serta kolaborasi lintas sektor, kita bisa memperlambat penyebaran bakteri kebal antibiotik dan melindungi kesehatan generasi mendatang.

Baca juga artikel tentang: Mengapa Warna Cangkang Telur Bisa Berbeda? Ini Jawaban dari Ilmu Genetika

REFERENSI:

Jiao, Yanxiang dkk. 2025. Drivers of the emergence and dissemination of high-risk resistance genes in cattle farm. Journal of Hazardous Materials 488, 137415.

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top