Kambing, sebagaimana hewan ternak lainnya, kerap berhadapan dengan masalah kesehatan yang disebabkan oleh parasit di saluran pencernaan. Parasit ini biasanya berupa cacing yang hidup di dalam usus dan lambung, mengambil nutrisi dari tubuh inangnya, sehingga kambing menjadi tidak sehat.
Salah satu parasit yang paling berbahaya bagi kambing adalah Haemonchus contortus, yang sering dikenal sebagai cacing merah perut. Walaupun ukurannya sangat kecil dan sulit dilihat dengan mata telanjang, dampak yang ditimbulkannya bisa sangat besar. Cacing ini menempel pada dinding lambung kambing dan menghisap darah secara terus-menerus. Akibatnya, kambing bisa mengalami anemia (kekurangan darah), tubuh menjadi lemah, pertumbuhan terganggu, dan pada kambing perah bisa menyebabkan produksi susu menurun drastis.
Jika infeksi tidak ditangani, jumlah cacing dalam tubuh kambing bisa terus bertambah hingga mencapai ribuan ekor. Kondisi ini berpotensi menyebabkan kambing kehilangan banyak darah, daya tahan tubuh melemah, dan pada kasus parah bahkan bisa berujung pada kematian. Itulah sebabnya, Haemonchus contortus disebut sebagai salah satu ancaman terbesar dalam beternak kambing di berbagai belahan dunia.
Untuk mengendalikan serangan parasit cacing pada kambing, peternak biasanya menggunakan obat anthelmintik, atau yang lebih dikenal dengan istilah obat cacing. Obat ini bekerja dengan cara membunuh atau melumpuhkan cacing di dalam saluran pencernaan hewan, sehingga kambing bisa kembali sehat dan memperoleh kembali nutrisi yang sebelumnya direbut oleh parasit.
Namun, ada masalah baru yang muncul ketika obat ini digunakan terlalu sering atau tidak sesuai aturan: cacing bisa menjadi resisten. Resistensi berarti cacing-cacing tersebut sudah beradaptasi dan mampu bertahan hidup meski diberi obat. Dengan kata lain, obat yang dulunya sangat manjur lama-kelamaan kehilangan daya kerjanya.
Fenomena resistensi ini mirip dengan kasus bakteri yang kebal antibiotik pada manusia. Jika bakteri terus terpapar antibiotik secara berlebihan, sebagian kecil bakteri yang kebal akan bertahan hidup, berkembang biak, dan akhirnya menghasilkan generasi baru yang tidak bisa lagi dibunuh oleh antibiotik tersebut. Hal serupa juga terjadi pada cacing di tubuh kambing: makin sering terkena obat, makin besar peluang munculnya generasi cacing yang kebal.
Dampaknya bisa serius bagi peternak. Obat cacing yang harganya tidak murah jadi terbuang percuma karena tidak lagi efektif, sementara kesehatan kambing menurun, produksi susu berkurang, bahkan kerugian ekonomi bisa semakin besar. Karena itu, penggunaan obat anthelmintik perlu dilakukan secara bijak dan terukur, bukan sekadar diberikan setiap kali kambing terlihat sakit.
Studi Baru dari Slovakia
Penelitian terbaru yang dilakukan di Slovakia mencoba membandingkan dua cara pemberian obat cacing modern, yaitu:
- Eprinomectin (EPN) pour-on – obat cair yang dioleskan di punggung kambing.
- Ivermectin (IVM) suntik – obat cacing yang diberikan dengan cara disuntikkan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mana yang lebih ampuh mengurangi jumlah telur cacing di kotoran kambing, yang menjadi indikator tingkat infeksi parasit.
Baca juga artikel tentang: Mengapa Warna Cangkang Telur Bisa Berbeda? Ini Jawaban dari Ilmu Genetika
Bagaimana Penelitian Dilakukan?
Penelitian berlangsung antara September–Desember 2023 di delapan peternakan kambing perah. Setiap peternakan memiliki 10 ekor kambing sebagai sampel.
- Pada enam peternakan, kambing dibagi ke dalam dua kelompok.
- Kelompok pertama diberi EPN pour-on sesuai dosis standar untuk domba dan kambing.
- Kelompok kedua diberi IVM suntik dengan dosis 1,5 kali lebih tinggi daripada dosis standar domba.
- Pada dua peternakan lainnya, semua kambing hanya mendapat EPN pour-on.
Efektivitas obat diukur dengan menghitung penurunan jumlah telur cacing dalam feses (faecal egg count reduction test) serta mengamati perkembangan larva cacing di laboratorium (larval development test).
Hasil yang Ditemukan
Hasilnya cukup mengejutkan:
- Ivermectin suntik menunjukkan efektivitas antara 80,8% hingga 93,6%, dengan beberapa peternakan mencapai hampir 97%.
- Eprinomectin pour-on hanya efektif sekitar 51% hingga 96,6%, dengan beberapa kasus jauh lebih rendah.
Menariknya, pada tiga peternakan, pengurangan jumlah telur cacing dengan IVM suntik mencapai tambahan 20–30% lebih tinggi dibandingkan EPN pour-on.

Namun, di peternakan lain, hasilnya relatif serupa. Artinya, efektivitas kedua obat ini tidak selalu konsisten di semua lokasi.
Apa Artinya untuk Peternak?
Hasil penelitian ini menegaskan bahwa cara pemberian obat memengaruhi efektivitas pengendalian cacing. Suntikan IVM cenderung lebih efektif dibandingkan EPN oles, terutama pada peternakan dengan tingkat infeksi tinggi.
Namun, bukan berarti suntikan selalu lebih baik. Ada beberapa pertimbangan:
- Kemudahan penggunaan: obat oles lebih praktis dan tidak memerlukan keahlian medis.
- Risiko stres pada hewan: kambing bisa lebih stres bila harus disuntik berkali-kali.
- Residu obat: beberapa obat suntik memerlukan waktu penarikan susu lebih lama sebelum aman dikonsumsi manusia.
Tantangan Resistensi
Studi ini juga mengingatkan tentang masalah resistensi obat cacing. Meski efektif, penggunaan berlebihan ivermectin bisa menyebabkan cacing semakin kebal. Oleh karena itu, peternak perlu mengombinasikan beberapa strategi:
- Rotasi obat cacing: bergantian menggunakan jenis obat yang berbeda.
- Manajemen pakan dan padang rumput: mencegah kambing terus-menerus makan di tempat yang sama untuk mengurangi paparan telur cacing.
- Seleksi ternak tahan parasit: memilih kambing yang secara genetik lebih tahan terhadap infeksi.
Mengapa Penelitian Ini Penting?
Parasit usus menyebabkan kerugian ekonomi besar dalam industri kambing perah. Penurunan produksi susu, biaya pengobatan, hingga kematian ternak dapat merugikan peternak dalam jumlah besar.

Dengan memahami kelebihan dan kekurangan tiap metode pemberian obat, peternak bisa membuat keputusan lebih tepat. Penelitian ini adalah yang pertama di Slovakia yang secara langsung membandingkan efektivitas EPN pour-on dengan IVM suntik pada kambing.
Pesan untuk Peternak Kambing
- Pantau kesehatan kambing secara rutin. Periksa feses untuk mendeteksi telur cacing, jangan hanya mengandalkan gejala.
- Gunakan obat cacing dengan bijak. Jangan terlalu sering atau sembarangan mengganti dosis.
- Diskusikan dengan dokter hewan. Pilih metode yang sesuai kondisi peternakan dan tujuan produksi (susu atau daging).
- Jangan lupakan pencegahan. Manajemen padang rumput dan kebersihan kandang sama pentingnya dengan obat.
Penelitian terbaru di Slovakia menunjukkan bahwa Ivermectin suntik cenderung lebih efektif dibandingkan Eprinomectin oles dalam mengurangi infeksi cacing pada kambing perah. Meski begitu, efektivitasnya bisa berbeda di tiap peternakan.
Kunci keberhasilan bukan hanya pada pilihan obat, tetapi juga pada pengelolaan peternakan secara menyeluruh. Dengan pemahaman ini, peternak dapat melindungi kesehatan kambing, meningkatkan produktivitas susu, dan mengurangi kerugian ekonomi akibat parasit.
Baca juga artikel tentang: Mengurangi Gas Rumah Kaca dari Sapi: Solusi Mengejutkan dari Ampas Kopi
REFERENSI:
Babják, Michal dkk. 2025. In vivo efficacy of macrocyclic lactones on goat farms–pour-on vs injectable application. Journal of Veterinary Research 69 (2), 293-298.


