Jika Anda pernah melihat ikan berwarna cerah dengan tubuh besar dan bibir tebal di akuarium, itulah yang dikenal sebagai ikan red devil (Amphilophus citrinellus). Ikan asal Amerika Tengah ini awalnya populer sebagai ikan hias. Namun, keberadaannya di alam bebas, seperti di Danau Batur, Bali menjadi persoalan serius.
Mengapa? Karena red devil punya sifat reproduksi yang sangat cepat. Dalam waktu singkat, populasinya bisa melonjak drastis, bahkan menggeser ikan-ikan asli dan merugikan petani ikan.
Penelitian di Danau Batur
Penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti dari Universitas Udayana (2025) mencoba memahami lebih dalam bagaimana perilaku reproduksi red devil di Danau Batur. Dengan memahami pola berkembang biaknya, kita bisa merumuskan strategi untuk mengendalikan populasinya.
Mereka meneliti beberapa aspek penting, yakni:
- Rasio jenis kelamin (sex ratio)
- Tingkat kematangan gonad (TKG) → tahap kematangan organ reproduksi.
- Indeks kematangan gonad (IKG) → ukuran seberapa siap ikan memproduksi sel telur atau sperma.
- Fekunditas → jumlah telur yang bisa dihasilkan betina.
Bagaimana Penelitian Dilakukan?
Sampel ikan diambil dari tiga lokasi stasiun sampling di Danau Batur. Proses pengambilan dilakukan tiga kali, dengan jeda dua minggu antar sampling.
Alat tangkap yang digunakan berupa jaring insang (gill net) dengan ukuran mata jaring 2,5 inci, panjang 100 meter, dan tinggi 1 meter. Setelah ditangkap, ikan-ikan red devil dibawa ke laboratorium untuk diteliti lebih lanjut, terutama organ reproduksinya.
Hasil yang Mengejutkan
Penelitian menemukan bahwa populasi red devil di Danau Batur mengalami ketidakseimbangan rasio jenis kelamin. Jumlah jantan lebih banyak dibandingkan betina.
- Ikan jantan: sebagian besar ditemukan pada tingkat kematangan gonad II dan III, artinya mereka siap bereproduksi atau sedang dalam fase aktif.
- Ikan betina: didominasi oleh TKG IV, yakni fase matang penuh, siap bertelur.
Rata-rata indeks kematangan gonad (IKG) menunjukkan perbedaan mencolok:
- Jantan: 0,25 – 0,65
- Betina: 1,58 – 2,32
Artinya, betina memiliki organ reproduksi yang jauh lebih berkembang.
Lebih mengejutkan lagi, fekunditas betina red devil mencapai 582 hingga 790 butir telur dalam sekali pemijahan. Angka ini cukup tinggi dan menjelaskan mengapa populasinya bisa meledak.

Dampak bagi Ekosistem dan Peternak Ikan
Ledakan populasi red devil bukan kabar baik. Beberapa dampak yang sudah terlihat di Danau Batur antara lain:
- Persaingan dengan ikan lokal
Red devil memakan berbagai jenis pakan alami, dari plankton, serangga, hingga ikan kecil. Ini membuat ikan-ikan asli sulit bersaing. - Predator bagi ikan budidaya
Bagi petani ikan yang memelihara nila atau mujair di keramba, red devil bisa menjadi hama karena memangsa larva atau benih. - Gangguan keseimbangan ekosistem
Jumlah yang terlalu banyak membuat rantai makanan terganggu. Jika dibiarkan, bisa mengancam keberadaan ikan lokal yang punya nilai budaya dan ekonomi bagi masyarakat Bali.
Mengapa Ikan Ini Sulit Dikendalikan?
Sifat reproduksi red devil sangat mendukung invasinya:
- Cepat matang secara seksual → sehingga bisa bereproduksi di usia muda.
- Jumlah telur tinggi → sekali bertelur bisa ratusan butir.
- Perilaku menjaga anak → induk red devil dikenal agresif melindungi telur dan larvanya, sehingga tingkat kelangsungan hidup anak tinggi.
- Toleran terhadap lingkungan → mampu hidup di berbagai kondisi air, termasuk di danau dengan kualitas air yang berfluktuasi.
Lalu Apa Solusinya?
Mengendalikan populasi red devil di Danau Batur tidak mudah, tapi bukan mustahil. Beberapa strategi yang bisa diterapkan yaitu:
- Penangkapan intensif
Menggalakkan penangkapan red devil untuk konsumsi atau produk olahan (meski butuh edukasi, karena sebagian orang enggan memakannya). - Pemanfaatan ekonomi
Mengolah red devil menjadi produk seperti ikan asap, abon, atau pakan hewan bisa memberi nilai tambah dan sekaligus mengurangi populasinya. - Edukasi masyarakat
Masyarakat perlu paham bahaya melepas ikan hias ke alam bebas. Red devil awalnya juga ikan akuarium, tapi ketika dilepas, ia menjadi ancaman besar. - Pengendalian biologis
Penelitian lanjutan bisa mengeksplorasi predator alami atau metode selektif untuk mengurangi jumlah red devil tanpa merusak ikan lokal.
Pelajaran Penting dari Danau Batur
Kisah red devil di Danau Batur memberi kita pelajaran berharga:
- Spesies asing yang tampak indah bisa berubah jadi ancaman ekologi bila lepas ke alam.
- Penelitian aspek reproduksi sangat penting untuk merumuskan strategi pengendalian.
- Masyarakat, peneliti, dan pemerintah harus bekerja sama agar danau tetap lestari sekaligus memberi manfaat ekonomi.
Menatap ke Depan
Jika tidak segera dikendalikan, red devil bisa terus mendominasi Danau Batur. Namun, di balik ancaman ini juga ada peluang. Dengan pengelolaan yang tepat, ikan ini bisa dijadikan sumber pangan alternatif atau bahan produk olahan bernilai ekonomi.
Dengan kata lain, dari masalah bisa muncul solusi baru, asal dikelola dengan bijak.
Ikan red devil di Danau Batur menunjukkan bagaimana satu spesies pendatang bisa mengubah ekosistem hanya karena sifat reproduksinya yang luar biasa. Jantan yang lebih banyak, betina yang sangat produktif, serta fekunditas tinggi menjadikan populasinya sulit dibendung.
Tantangan yang kita hadapi bukan sekadar menyingkirkan ikan red devil (spesies ikan invasif yang dikenal rakus dan agresif) tetapi bagaimana melakukannya tanpa merusak keseimbangan ekosistem dan tetap menjaga kehidupan masyarakat yang menggantungkan diri pada danau. Ekosistem sendiri berarti suatu sistem yang terdiri dari makhluk hidup (seperti ikan, tumbuhan air, mikroorganisme) dan lingkungannya (air, tanah, udara) yang saling berhubungan dan bergantung satu sama lain. Jika salah satu unsur rusak, maka keseimbangan seluruh sistem ikut terganggu.
Karena itu, solusi tidak bisa hanya mengandalkan teknologi atau ilmu pengetahuan modern saja. Kita juga perlu melibatkan kearifan lokal, yaitu pengetahuan dan praktik yang diwariskan turun-temurun oleh masyarakat setempat. Misalnya, cara tradisional dalam menangkap ikan, pola tanam yang sesuai dengan siklus alam, atau aturan adat yang menjaga keberlanjutan sumber daya. Dengan menggabungkan pendekatan ilmiah, seperti riset ekologi, pengelolaan populasi ikan, dan metode konservasi dengan pengalaman lokal yang sudah terbukti di lapangan, kita bisa menemukan strategi yang lebih bijak dan berkelanjutan.
Baca juga artikel tentang: Mengapa Warna Cangkang Telur Bisa Berbeda? Ini Jawaban dari Ilmu Genetika
REFERENSI:
Subekti, Nico Mulia dkk. 2025. Reproductive Aspects of Red Devil Fish (Amphilophus citrinellus) in Lake Batur Area, Bali. Advances in Tropical Biodiversity and Environmental Sciences 9 (2), 135-139.