Di banyak daerah di Indonesia, terutama di sekitar Danau Tondano, Sulawesi Utara, itik sudah lama menjadi bagian dari kehidupan petani. Tradisi beternak itik ini diwariskan turun-temurun. Itik dilepas di sawah setelah panen padi, mereka mencari makan sendiri dari sisa-sisa tanaman, serangga, dan organisme kecil di tanah.
Namun, meskipun sudah dikenal luas, cara beternak ini masih sangat tradisional. Akibatnya, banyak peternak menghadapi kesulitan untuk berkembang. Kualitas bibit masih rendah, hasil produksi telur atau daging tidak konsisten, dan akhirnya sebagian petani memilih berhenti.
Pertanyaannya, apakah beternak itik tradisional ini masih bisa menjadi sumber keuntungan di masa kini?
Baca juga artikel tentang: Mengapa Warna Cangkang Telur Bisa Berbeda? Ini Jawaban dari Ilmu Genetika
Penelitian Menjawab
Sebuah penelitian yang dipublikasikan tahun 2025 dalam Proceedings of the 5th International Conference on Environmentally Sustainable Animal Industry mencoba menjawab pertanyaan itu. Peneliti melakukan survei pada 40 peternak di sekitar Danau Tondano. Fokusnya adalah seberapa besar potensi usaha itik tradisional bila diintegrasikan dengan sawah padi, sebuah konsep yang dikenal sebagai IRDF (Integrated Rice-Duck Farming).

Hasil Temuan di Lapangan
Penelitian menemukan bahwa populasi itik lokal tersebar di beberapa distrik di sekitar Danau Tondano, antara lain:
- Remboken: 25,24% (sekitar 8.177 ekor)
- South Tondano: 20,06% (6.525 ekor)
- West Kakas: 13,25% (4.311 ekor)
- East Langowan: 13,15% (4.277 ekor)
- West Tondano: 28,40% (9.240 ekor)
Lahan sawah yang terintegrasi dengan sistem ini pun cukup luas, mulai dari 323 hektare hingga hampir 700 hektare di beberapa wilayah.
Kesimpulannya, meski masih tradisional, usaha ternak itik punya potensi besar untuk mendukung keuntungan ekonomi bila diintegrasikan dengan pertanian padi.
Mengapa Integrasi Penting?
Beternak itik dan menanam padi sebenarnya bisa saling menguntungkan. Sistem IRDF ini bukan hal baru, tapi kini makin relevan di era pertanian berkelanjutan.
Manfaat bagi petani padi:
- Itik memakan hama dan gulma → mengurangi kebutuhan pestisida.
- Kotoran itik menjadi pupuk alami → tanah lebih subur tanpa pupuk kimia berlebih.
- Aktivitas itik di sawah membantu menggemburkan tanah.
Manfaat bagi peternak itik:
- Itik mendapat sumber pakan alami dari sawah, sehingga biaya pakan lebih rendah.
- Pertumbuhan lebih sehat karena lingkungan lebih alami.
- Ada potensi pendapatan ganda: dari panen padi dan hasil ternak itik (telur, daging, anak itik).
Tantangan yang Masih Dihadapi
Meskipun hasil penelitian menunjukkan potensi besar, ada beberapa hambatan yang membuat usaha ini belum berkembang maksimal:
- Kualitas Bibit Rendah
Banyak petani masih menggunakan bibit lokal tanpa program perbaikan genetik. Akibatnya, produktivitas telur dan daya tahan itik kurang optimal. - Manajemen Tradisional
Sebagian besar peternak masih mengandalkan cara lama tanpa pemeliharaan intensif. Ini membuat hasil sulit diprediksi. - Pasar yang Terbatas
Produk olahan itik belum banyak ditemui di pasar modern. Konsumen lebih familiar dengan ayam atau sapi. - Keterbatasan Pengetahuan
Banyak petani belum sepenuhnya memahami teknik integrasi padi–itik yang efektif, sehingga belum bisa memaksimalkan manfaatnya.
Potensi Ekonomi yang Menjanjikan
Meski ada tantangan, penelitian menunjukkan bahwa bila dikelola dengan baik, usaha itik tradisional ini bisa meningkatkan pendapatan petani secara signifikan.
Bayangkan, satu hektare sawah yang diintegrasikan dengan 100–150 ekor itik tidak hanya menghasilkan padi, tetapi juga puluhan kilogram daging itik atau ratusan butir telur setiap bulannya. Dengan permintaan daging itik yang stabil di pasar lokal (misalnya untuk olahan seperti nasi bebek, sate itik, atau telur asin), peluang bisnis ini sangat besar.
Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan
Selain menguntungkan secara ekonomi, sistem padi–itik juga lebih ramah lingkungan. Pemakaian pupuk dan pestisida kimia bisa ditekan, sehingga kualitas air dan tanah tetap terjaga. Sistem ini juga sejalan dengan tren global menuju pertanian berkelanjutan yang rendah emisi.
Strategi untuk Mengembangkan
Agar sistem ini benar-benar bisa menjadi tumpuan masa depan, beberapa langkah strategis perlu dilakukan:
- Perbaikan bibit itik → Melalui seleksi genetik atau pengenalan bibit unggul yang lebih produktif.
- Pelatihan petani → Memberikan edukasi tentang cara terbaik mengintegrasikan padi–itik, termasuk manajemen kesehatan ternak.
- Pemasaran produk → Mengembangkan jaringan distribusi dan olahan produk itik agar lebih mudah diterima konsumen.
- Dukungan pemerintah → Subsidi bibit, fasilitas kredit, atau program pertanian terpadu bisa membantu petani lebih percaya diri mengembangkan sistem ini.
Menatap Masa Depan
Tradisi beternak itik di tepi Danau Tondano menunjukkan bahwa kearifan lokal sebenarnya menyimpan solusi untuk tantangan modern. Dengan sedikit sentuhan ilmu pengetahuan dan dukungan kebijakan, sistem yang sederhana ini bisa menjadi senjata ampuh menghadapi krisis pangan, perubahan iklim, sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.
Jika dulu beternak itik hanya dianggap usaha sampingan, kini waktunya melihatnya sebagai peluang strategis. Karena di balik kepakan sayap itik-itik yang berenang di sawah, ada masa depan pertanian yang lebih tangguh, sehat, dan menguntungkan.
Penelitian tentang integrasi peternakan itik tradisional dengan sawah di sekitar Danau Tondano memberikan gambaran jelas: itik bukan hanya bagian dari masa lalu, tapi juga kunci masa depan pertanian Indonesia.
Dengan potensi ekonomi, manfaat lingkungan, dan peluang besar untuk dikembangkan, sistem ini layak mendapat perhatian serius. Karena terkadang, solusi terbaik untuk masa depan sudah lama ada di sekitar kita, kita hanya perlu melihatnya dengan cara baru.
Baca juga artikel tentang: Peneliti Berhasil Ungkap Mengapa Beberapa Jenis Ayam mampu Lebih Hemat Air dibandingkan Ayam Lainnya
REFERENSI:
Elly, Femi Hadidjah dkk. 2025. Traditional Duck Farming Business Development in Supporting the Integration System with Rice Plants (IRDF). Proceedings of the 5th International Conference on Environmentally Sustainable Animal Industry (ICESAI 2024) 45, 364.