Dalam beberapa dekade terakhir, ekspresi wajah hewan telah menjadi pusat perhatian dalam memahami kondisi fisik dan emosional, termasuk rasa sakit. Penelitian terbaru oleh University of Florida yang diterbitkan di Scientific Reports memperkenalkan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk mendeteksi rasa sakit pada kambing melalui rekaman video. Studi tersebut menunjukkan potensi besar teknologi deep learning dalam meningkatkan kesejahteraan hewan (animal welfare).
Mengapa Ekspresi Wajah Hewan Penting?
Seperti manusia, hewan menggunakan ekspresi wajah untuk berkomunikasi. Namun, menganalisis ekspresi wajah hewan secara manual memerlukan waktu dan tenaga ahli. Penelitian sebelumnya telah mengembangkan skala ekspresi wajah untuk berbagai hewan seperti tikus, kucing, dan kuda. Pada kambing, skala serupa dikenal sebagai UNESP-Botucatu Goat Acute Pain Scale (UGASP).
UNESP-Botucatu Goat Acute Pain Scale (UGASP) adalah alat ukur yang dirancang untuk mengevaluasi tingkat rasa sakit akut pada kambing. Skala tersebut mengintegrasikan lima komponen utama dengan sepuluh subkomponen yang mencakup aspek-aspek perilaku dan fisiologis kambing, seperti postur tubuh, ekspresi wajah, dan respons terhadap stimulus. Skor akhir UGASP berkisar dari 0 hingga 10, dengan nilai ≥3 dianggap menunjukkan rasa sakit yang membutuhkan intervensi medis. Alat ini awalnya divalidasi untuk kambing muda dari dua ras spesifik yang menjalani prosedur operasi jaringan lunak, seperti orchiectomy. Meskipun UGASP sangat berguna untuk mengidentifikasi rasa sakit, penggunaannya dalam populasi yang lebih luas memerlukan adaptasi karena variasi faktor seperti umur, ras, dan kondisi klinis. Skala ini menjadi dasar penting dalam penelitian yang mengembangkan teknologi otomatisasi deteksi rasa sakit pada kambing.
Teknologi Deep Learning untuk Deteksi Rasa Sakit
Studi yang dilakukan oleh University of Florida menggunakan algoritma deep learning berbasis model VGG-16 dan Support Vector Machine (SVM) untuk mendeteksi rasa sakit pada kambing. Data yang digunakan adalah rekaman video kambing dengan kondisi “sakit” dan “tidak sakit.” Proses tersebut menghilangkan kebutuhan akan anotasi manual, yang biasanya memakan waktu.
Anotasi manual adalah proses pemberian label atau tanda pada data oleh manusia untuk membantu sistem kecerdasan buatan (AI) memahami informasi dalam dataset. Dalam konteks pengenalan ekspresi wajah untuk mendeteksi rasa sakit, anotasi manual melibatkan ahli yang meninjau gambar atau video dan menandai bagian tertentu, seperti ekspresi wajah atau gerakan, yang menunjukkan rasa sakit. Proses ini penting untuk melatih algoritma pembelajaran mesin agar dapat mengenali pola atau fitur yang relevan. Namun, metode ini sering kali memakan waktu, mahal, dan rentan terhadap bias manusia, sehingga mendorong pengembangan teknologi otomatisasi untuk menggantikan atau melengkapinya.
Proses Penelitian
- Pengumpulan Data:
- 40 kambing dari berbagai usia, jenis kelamin, dan ras.
- 2.253 gambar dari kambing “tidak sakit” dan 3.154 gambar dari kambing “sakit” pada laju 1 frame per detik (FPS).
- Dengan laju 3 FPS, data meningkat menjadi 7.630 dan 9.071 gambar masing-masing.
- Metode Validasi:
- Validasi 5-lipat dan 10-lipat berbasis individu.
- Akurasi model bervariasi antara 60% hingga 80%, tergantung metode validasi.
- Hasil Utama:
- Model mencapai akurasi tertinggi 80% pada validasi 5-lipat.
- Validasi 10-lipat berbasis individu menunjukkan akurasi moderat (sekitar 60%), mencerminkan tantangan dataset kecil dan heterogenitas ekspresi rasa sakit.

Gambar di atas menunjukkan proses kerja kecerdasan buatan (AI) dalam mendeteksi rasa sakit pada kambing berdasarkan rekaman video. Prosesnya dimulai dengan pengumpulan data berupa video kambing yang direkam pada 60 frame per detik (fps). Dari video ini, dilakukan ekstraksi frame menggunakan dua kecepatan pengambilan gambar: 1 frame per detik dan 3 frame per detik. Alat yang digunakan untuk proses ini adalah OpenCV, sebuah pustaka perangkat lunak sumber terbuka untuk pemrosesan gambar dan video. Tujuan utama ekstraksi frame ini adalah untuk memperoleh gambar individual yang mewakili berbagai ekspresi kambing.
Setelah frame diambil, gambar-gambar tersebut diproses lebih lanjut dalam tahap praproses, yang mencakup pemilihan gambar yang jelas dan relevan, serta pengubahan ukuran gambar menjadi resolusi 224×224 piksel. Gambar-gambar yang telah diproses ini kemudian dimasukkan ke dalam model deep learning berbasis VGG-16 untuk ekstraksi fitur. Model ini menggunakan lapisan dasar VGG-16 tanpa lapisan klasifikasi teratas untuk menangkap pola atau karakteristik penting dari gambar. Akhirnya, fitur-fitur ini diklasifikasikan menggunakan alat SVM (Support Vector Machine), yang bertugas menentukan apakah gambar tersebut termasuk kategori “sakit” atau “tidak sakit.” Proses ini menciptakan sistem otomatis yang dapat memproses data dengan efisien dan menghasilkan klasifikasi berdasarkan ekspresi wajah kambing.
Tantangan dan Solusi
Studi ini mengungkap beberapa tantangan:
- Dataset Kecil: Model deep learning membutuhkan banyak data untuk pelatihan. Penelitian ini menunjukkan bahwa dataset kecil bisa memberikan hasil yang baik jika diproses dengan hati-hati.
- Variasi Ekspresi Rasa Sakit: Ekspresi rasa sakit kambing berbeda-beda, sehingga diperlukan data yang lebih banyak dan beragam untuk meningkatkan akurasi.
Solusi potensial mencakup penggunaan teknik augmentasi data dan pengumpulan dataset yang lebih besar, mencakup lebih banyak skenario klinis.
Implikasi Etis dan Praktis
Penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam mendeteksi rasa sakit membuka era baru dalam dunia kesehatan hewan dengan memberikan pendekatan yang lebih objektif dan konsisten. Dalam praktik veteriner, salah satu tantangan terbesar adalah mengidentifikasi rasa sakit pada hewan yang tidak dapat mengungkapkan ketidaknyamanannya secara verbal. AI, melalui analisis data seperti ekspresi wajah dan perilaku, dapat menyediakan hasil yang lebih cepat dibandingkan metode manual, memungkinkan diagnosis dan perawatan segera. Dengan kemampuan untuk mengolah data dalam jumlah besar dan mengenali pola yang sulit dilihat oleh mata manusia, AI juga membantu dokter hewan dalam membuat keputusan berbasis data yang lebih akurat. Hal ini tidak hanya menghemat waktu, tetapi juga meningkatkan keandalan dalam menentukan kebutuhan analgesik atau prosedur medis lainnya, sehingga memperbaiki kualitas hidup hewan.
Selain pada hewan, teknologi ini memiliki potensi besar untuk diterapkan dalam konteks manusia. Dalam dunia medis, AI dapat digunakan untuk mendeteksi rasa sakit pada pasien nonverbal, seperti bayi, penderita gangguan komunikasi, atau pasien pascaoperasi yang tidak sepenuhnya sadar. Dengan kemampuan menganalisis ekspresi wajah atau tanda-tanda fisiologis lainnya, AI dapat memberikan dukungan kepada tenaga medis dalam memantau rasa sakit secara real-time. Implementasi ini tidak hanya meningkatkan efisiensi di fasilitas kesehatan, tetapi juga mengurangi kesalahan diagnosis yang dapat terjadi akibat keterbatasan penilaian manual. Pengembangan teknologi ini lebih lanjut, termasuk peningkatan akurasi model dan adaptasi untuk berbagai populasi, menjadikan AI alat yang revolusioner untuk mengatasi tantangan dalam pengelolaan rasa sakit secara global.
Kesimpulan
Penelitian ini membuktikan potensi AI sebagai alat revolusioner dalam dunia veteriner. Dengan terus mengembangkan dataset dan algoritma, teknologi ini dapat menjadi standar baru dalam penanganan rasa sakit pada hewan, memberikan harapan untuk meningkatkan kesejahteraan hewan di berbagai penjuru dunia.
Referensi
Chiavaccini, L., Gupta, A., Anclade, N., Chiavaccini, G., De Gennaro, C., Johnson, A. N., Portela, D. A., Romano, M., Vettorato, E., & Luethy, D. (2024). Automated acute pain prediction in domestic goats using deep learning-based models on video-recordings. Scientific Reports, 14(27104). https://doi.org/10.1038/s41598-024-78494-0